EPS.09

324 5 3
                                    

Di tengah kesibukannya sebagai ketua OSIS dan menjalankan program kebugaran di sekolah, Bima tidak menyadari bahwa ada seseorang yang diam-diam mengaguminya. Di kelasnya, seorang gadis bernama Nia, yang selalu duduk di barisan tengah, sering memperhatikan Bima dari kejauhan. Nia bukan hanya kagum dengan kepemimpinan Bima, tetapi juga dengan fisiknya yang kekar dan otot-otot yang terlihat jelas saat ia berolahraga.

Nia adalah gadis yang pendiam, tidak terlalu menonjol di antara teman-temannya. Namun, setiap kali Bima lewat di depan kelas atau sedang memimpin rapat, Nia selalu melirik ke arahnya, berharap bisa memperhatikan Bima lebih lama tanpa diketahui siapa pun. Dia merasa kagum dengan kerja keras dan disiplin Bima, terutama ketika melihat hasilnya berupa otot-otot yang terbentuk sempurna.

Suatu hari, saat jam istirahat, Nia sedang duduk di bangku taman sekolah sambil membaca buku. Pandangannya tertuju ke arah lapangan tempat Bima sedang berolahraga bersama teman-temannya. Ia melihat bagaimana Bima melakukan pull-up dengan mudah, otot-otot lengannya tegang dan berkilau karena keringat. Nia terpesona dengan pemandangan itu dan tanpa sadar senyumnya mengembang.

"Eh, Nia, lagi ngeliat siapa tuh?" tanya seorang teman sekelasnya, Dina, yang tiba-tiba muncul di sebelahnya.

Nia terkejut dan buru-buru menutup bukunya, mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Ah, enggak kok, cuma lagi lihat lapangan aja," jawab Nia dengan gugup, berharap Dina tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang ia lakukan.

Dina, yang sudah curiga sejak lama, hanya tersenyum penuh arti. "Iya deh, lapangan atau Bima? Aku sering lihat kamu diam-diam ngelirik ke arah dia."

Nia merasa pipinya memerah, tapi ia mencoba tetap tenang. "Ah, nggak gitu kok. Aku cuma... yah, Bima memang sering kelihatan di mana-mana karena dia kan ketua OSIS."

Dina tertawa kecil. "Nggak apa-apa kok, Nia. Aku ngerti. Banyak kok yang kagum sama Bima. Tapi aku lihat kamu lebih dari sekedar kagum."

Nia tidak bisa lagi menyembunyikan senyumnya. "Ya, mungkin... aku cuma suka cara dia bawa dirinya. Dia selalu kelihatan percaya diri, kuat, tapi juga baik hati. Dan, ya... otot-ototnya itu keren banget."

Dina mengangguk setuju. "Iya, aku juga setuju, Bima memang beda. Tapi kenapa nggak coba kamu ajak ngobrol aja? Dia pasti ramah kok."

Nia merasa canggung dengan ide itu. "Ah, nggak ah, aku nggak tahu harus ngomong apa. Lagipula, dia pasti sibuk banget dengan semua kegiatannya."

Dina menatap Nia dengan pandangan penuh semangat. "Justru itu, Nia. Kadang-kadang orang yang kelihatannya sibuk justru senang kalau ada yang ngajak ngobrol santai. Kamu bisa mulai dengan ngobrol tentang program kebugaran di sekolah, kan kamu juga tertarik sama kesehatan."

Nia merenung sejenak, memikirkan saran temannya. "Iya juga sih. Mungkin aku coba ajak ngobrol kapan-kapan."

Beberapa hari kemudian, kesempatan itu datang. Bima sedang sendirian di perpustakaan, mencari buku tentang nutrisi dan kebugaran untuk programnya. Nia, yang kebetulan juga ada di sana, merasa ini adalah kesempatan yang tepat. Meskipun hatinya berdebar kencang, ia memberanikan diri untuk mendekati Bima.

"Hai, Bima," sapa Nia dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.

Bima menoleh dan tersenyum. "Oh, hai, Nia. Lagi cari buku juga ya?"

Nia mengangguk sambil melihat buku di tangan Bima. "Iya. Kamu lagi cari buku tentang kebugaran, ya?"

Bima mengangguk. "Iya, buat program di sekolah. Aku lagi nyari informasi tentang nutrisi yang tepat buat remaja. Kamu sendiri lagi cari buku apa?"

Nia merasa lebih tenang setelah melihat Bima begitu ramah. "Aku juga lagi cari buku tentang nutrisi. Aku tertarik dengan program kebugaran yang kamu buat. Menurutku itu ide yang bagus."

"Si Adik Berotot dan Sang Abang yang Sabar"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang