mg

50 4 0
                                    

Seonghwa melaju di trotoar kayak orang yang baru sadar kalau diskon flash sale tinggal semenit lagi. Langkahnya panjang, ekspresinya berbinar-binar kayak anak kecil baru dapet uang THR.

Langit sore di atasnya udah berubah jadi warna oranye keemasan, mirip banget sama warna filter aesthetic yang biasa dipake influencer. Tapi buat Seonghwa, ini bukan soal estetika. Ini soal Mingi.

Mingi yang udah beberapa hari nggak bisa dia peluk karena kesibukan masing-masing. Mingi yang hadir di pikirannya lebih sering daripada notifikasi grup chat keluarga. Mingi yang, ya... pokoknya bikin Seonghwa mikir hal-hal yang tidak boleh dipikir di tempat umum.

Tapi fokus, Seonghwa. Fokus.

Hari ini bukan cuma soal ketemu Mingi, tapi juga misi besar: memperkenalkan Wooyoung ke Mingi.

Seonghwa udah sering cerita soal Wooyoung ke Mingi—sahabat yang kerjaannya ngajak ribut dan selalu bisa bikin situasi apa pun jadi lebih aneh dari naskah sinetron. Dan Wooyoung juga udah penasaran banget sama Mingi, cowok yang katanya "bisa bikin Seonghwa tiba-tiba senyum sendiri di tengah latihan kayak orang baru ketemu jodoh di Tinder."

Sekarang, dua dunia akan bertabrakan.

Seonghwa berhenti di depan studio tato Mingi, menarik napas panjang, lalu mendorong pintu kaca dengan penuh percaya diri.

Bau antiseptik bercampur dengan aroma tinta memenuhi udara. Musik lo-fi mengalun pelan, bikin vibe tempat ini terasa kayak coffee shop, kalau aja nggak ada suara mesin tato yang berdengung di latar belakang.

Lalu, mata Seonghwa menangkap Mingi.

Lelaki itu berdiri di sudut ruangan, fokus ngobrol sama pelanggan. Rambutnya agak berantakan, tapi dengan cara yang… menarik. Tangan panjangnya sibuk menggambar sesuatu di tablet desain, ekspresinya serius.

Mampus. Kenapa dia harus keliatan kayak gitu?

"Gi," gumam Seonghwa hampir tanpa suara.

Dan seakan dia punya radar pribadi buat deteksi Seonghwa, Mingi langsung mendongak.

Tatapan mereka bertemu.

Dan senyum Mingi meledak.

"Hwa!"

Suaranya hangat, renyah, kayak waffle baru keluar dari toaster. Tanpa ragu, dia langsung mendekat, lalu brenggg—tiba-tiba aja tangan panjangnya udah melingkar di pinggang Seonghwa, menariknya ke dalam pelukan erat.

Seonghwa nyaris lupa caranya bernapas.

"Aku kangen banget," bisik Mingi di telinganya, suara rendahnya bikin Seonghwa otomatis merinding.

"Gue juga," jawab Seonghwa, hampir pasrah menyandarkan kepala di bahu Mingi.

Pelukan ini nyaman banget. Terlalu nyaman.

Sampai akhirnya—

"EHEM."

Suara itu nyaring banget, kayak sirine mobil patroli yang dateng pas lo parkir sembarangan.

Seonghwa langsung nengok.

Di depan mereka berdiri Wooyoung, dengan ekspresi 100% tidak impressed.

"Gue kira lo ngajak gue ke studio tato, bukan ke film romansa langsung," komentar Wooyoung sambil nyender di meja. "Kalian butuh momen privat? Gue bisa keluar bentar terus balik lagi, nih."

Seonghwa buru-buru mundur selangkah dari Mingi, meskipun kalau boleh jujur, dia nggak mau.

"Mama nggak ngajak ke sini buat nonton PDA, Young," katanya, setengah malu, setengah mengancam.

Wooyoung langsung ngakak. "MAMA?! LO MANGGIL DIA MAMA?!"

Mingi yang tadi diem malah ikutan ketawa. "Mama, ya?"

Seonghwa mendelik. "LO BERDUA SAMA AJA!"

Mingi masih nyengir tapi akhirnya nyodorin tangan ke Wooyoung. "Hai, gue Mingi. Akhirnya bisa ketemu lo juga."

Wooyoung menjabat tangan itu sambil ngelirik Mingi dari kepala sampai kaki kayak lagi ngecek harga outfit.

"Jadi ini Mingi yang selalu bikin Mama kita senyum-senyum sendiri? Hmm, nggak buruk."

Seonghwa langsung facepalm.

Mingi ketawa kecil. "Gue denger lo mau ditato?"

Wooyoung mengangguk cepat. "Iya! Gue mau gambar burung di lengan kanan. Maksud gue burung beneran, ya. Jangan ada yang mikir aneh-aneh."

Seonghwa dan Mingi langsung saling lirik.

Wooyoung mendecak. "Jangan mikir aneh-aneh GUE BILANG!"

Mingi mulai kerja di lengan Wooyoung, tangannya luwes tapi stabil, sementara Wooyoung mencoba menahan napas setiap kali jarum tato nyentuh kulitnya.

Seonghwa duduk di kursi tunggu, memperhatikan semuanya.

Tapi fokusnya bukan cuma ke Wooyoung.

Matanya nggak bisa lepas dari Mingi.

Dari cara Mingi mengerutkan dahi pas konsentrasi. Cara bibirnya sedikit terbuka. Cara otot-otot di lengannya mengencang setiap kali dia menggenggam alat tato.

Mampus, Seonghwa. Fokus.

"Anjir, sakit juga ya," keluh Wooyoung tiba-tiba. "Lo yakin ini jarum tato, bukan mata bor?"

Mingi nyengir. "Santai aja, bentar lagi selesai."

Wooyoung melirik Seonghwa yang masih melamun.

"Mama, lo ngeliatin pacar lo kayak mau dimakan, tau nggak?"

Seonghwa langsung tersedak. "WOYOUNG!"

Mingi, masih dengan tangannya yang steady, santai aja bilang, "Kalau dia mau makan gue, gue nggak keberatan sih."

Hening.

Wooyoung langsung berhenti bernapas. Seonghwa beku di tempat.

Terus Wooyoung menjerit. "MINGI, TOBAT! GUE LAGI DITATO! JANGAN BIKIN GUE KETAWA NANTI GARISNYA MELENCENG!"

Mingi ketawa, santai banget kayak nggak abis ngelempar bom.

Seonghwa menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ya Tuhan, kenapa gue jatuh cinta sama orang-orang ini.

Mingi tetap lanjut kerja dengan tenang, sementara Wooyoung sibuk nyumpahin dirinya sendiri karena berteman dengan dua orang yang kadar aneh dan innuendo-nya lebih tinggi dari stand-up comedian edgy.

Seonghwa menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.

Dia tahu satu hal: begitu Wooyoung pergi, dia nggak akan biarin Mingi lepas lagi.

Dan kali ini, bukan cuma dengan pelukan.

Exquisite Episode • All × SeonghwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang