03] Nyari Skayana

57 7 6
                                    

"Eh, gila!" Galen yang tengah duduk santai, secara tiba-tiba mendapat serangan suara melengking yang tepat berada di dekat telinga kirinya.

Ya, siapa lagi kalau bukan Jeevika pelakunya.

"Ape sih, Jeev? Orang tuh kalo ngomong, pelan-pelan. Bisa gak? Ancur ini kuping gue nanti kalo lo teriakin terus!" Galen dengan tidak santainya membalas perlakuan Jeevika.

Sementara yang diwanti-wanti hanya nyengir disertai dengan dirinya yang terkekeh. "Maaf ya, Len. Gue cuma mau nanya. Liat Skaya, gak?" tanya Jeevika akhirnya.

Galen hanya menggeleng. "Coba tanyain Raffael, tuh! Terakhir dia sekelompok sama Skaya waktu mapel Inggris," Galen memberi saran. Jeevika hanya mengangguk dan berterima kasih. Lantas pergi begitu saja untuk mencari Raffael.

Matanya menelisik seluruh ruangan itu. Ruang musik. Karena ia tahu jelas bahwa Raffael adalah maniak musik. "Raffael!" ia berusaha meneriaki nama Raffael dengan berbisik. Memang aneh, berteriak namun berbisik. Namun jika ia sungguhan berteriak, suaranya hanya akan kembali padanya.

Benar saja, setelah beberapa kali ia meneriaki nama Raffael dengan bisikan, kepala sang empu muncul dari balik tembok. Dengan wajahnya yang berisi mata panda Raffael bertanya, "Nyari gua?" tanyanya dengan nada malas.

Jeevika yang melihat salah satu temannya dalam keadaan setengah hidup itupun merasa heran. Namun dengan segera iya tersadar. "Oh? Iya," jawab Jeevika pada akhirnya.

"Are you okay, Raff?" dengan hati-hati Jeevika bertanya.

Raffael pun mengangguk. "Aman," jawabnya dengan jeda. "Kayaknya..." lanjutnya.

"Begadang, ya? Mata lo kayak mata panda," Jeevika bertanya dengan ungkapan jujur setelahnya.

Sementara yang ditanya hanya mengangguk. Jeevika sudah menebak apa yang terjadi dengan pemuda ini. "Semaleman keasikan nge-jreng gitar ya? Tidur jam berapa, lo?" kan, memang Raffael maniak musik. Bahkan ia rela begadang hanya untuk bermain gitar.

"Jam tiga-an, mungkin?" jawabnya dengan ragu. Jeevika hanya memberi tatapan sinis, sebelum akhirnya Raffael kembali berujar. "Fine, jam setengah lima," jawabnya dengan jujur.

Kali ini Jeevika percaya. "Pas nugas B.Ing pasti lo tepar, ya?" Jeevika menebak. Dengan tepat. Buktinya Raffael reflek mengangguk sembari memberi gestur tangan peace.

"Skaya sama Wistara yang ngerangkum, tapi gua yang translate seluruhnya, ya! Jadi gue masih berguna," Raffael membela diri. Jeevika hanya manggut-manggut paham. Ya, setidaknya makhluk itu berguna.

"Eh, Wistara? Sekelompok sama Wistara juga, lu?" Jeevika baru saja mencerna jawaban Raffael sebelumnya, yang mengatakan bahwa Wistara juga berada dalam kelompok yang sama dengannya.

Sedangkan Raffael hanya mengangguk. Namun kemudian ia balik bertanya, "Tadi nyariin gua, kenapa?" Raffael baru menyadari kalau Jeevika mengubah topik pembicaraan.

"Mau nanyain Skayana. Kalo Skaya ga lagi sama elo, berarti?" memberi jeda, Jeevika membiarkan Raffael yang menjawab.

"Lagi sama Wistara," yes, benar tebakan Jeevika. Raffael pun tertawa geli melihat reaksi Jeevika yang memasang wajah puas karena menebak dengan benar. "Sana, cari Wistara. Tiati bestie lo diculik dia," lanjut Raffael lagi, yang langsung mendapat geplakan dari Jeevika.

"Heh! Sembarangan, yang ada juga gue yang nyulik Skaya dari Wistara. Iya ga sih?" Jeevika terkekeh setelah berucap. Raffael yang setuju dengan pernyataan Jeevika pun turut tertawa.

"Ngapain sih, cari Skayana? Jangan gangguin orang ngebucin gitu, Jeev," Raffael menegur.

Namun ia justru mendapat cibiran dari yang ditegur. "Ngebucin kok ga ada status," Raffael merasa tertohok mendengarnya. Memang bukan dia yang mengalami, namun Wistara tetaplah teman sependeritaannya. Jadi dia pun merasa bertanggung jawab. "Gue mau pulang ke rumah Skayana. Rumah gue lagi kosong malem ini," lanjutnya lagi.

Raffael hanya mengangguk paham. "Handphone Skaya ga aktif?" mengingat betapa sulitnya Jeevika mencari dirinya untuk bertanya mengenai Skayana, pasti ada alasannya.

Padahal tinggal telpon. Kenapa harus repot cari gue? Raffael membatin.

Jeevika mengangguk menanggapi pertanyaan Raffael mengenai ponsel Skayana. Memang tidak aktif sejak pagi, dan yang Jeevika tahu, ponsel Skayana tidak ada kuotanya. Belum beli.

"Ohh..." Raffael mengangguk menanggapinya. "Eh tapi, Wistara juga lagi ga aktif. Nih, gue minta salinan tugas sejarah aja belum dibales," lanjutnya lagi, mengingat Wistara belum juga mengirim salinan tugas sejarah yang ia minta sejak pagi.

Mendengarnya, Jeevika lantas membuka ponselnya. Entah untuk apa. Namun Raffael berpikir bahwa ia mengecek apakah benar Wistara tidak aktif seperti Skayana.

Setelah selesai mengotak-atik ponselnya, ia kembali menyimpannya di kantungnya. "Oke deh. Thanks ya, Raff! Gue mau cari bocah-bocah itu dulu," Raffael mengangguk. Namun sebelum angkat kaki dari sana, Jeevika kembali berujar, "Btw, cek HP lo, Raff. Jangan DnD terus. Bye!" setelahnya Jeevika benar-benar pergi dari ruang musik. Meninggalkan Raffael yang penuh dengan pertanyaan.

Namun ia segera mengecek ponselnya karena ucapan Jeevika terngiang di kepalanya. Tampak notif chat dari Jeevika berisi document.

POV Raffael

(ignore timestamps)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(ignore timestamps)

Senyum kecil Raffael terlihat setelah ia membaca isi pesan singkat dari Jeevika.

Continued

Dilema | JangkkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang