:: Bagian Sepuluh ::

55 10 1
                                    

Javier mengajak Yasmina makan terlebih dahulu sebelum mengantarnya pulang. Sejak dari panti gadis itu lebih banyak diam, entah apa yang ada dipikirannya saat ini. Apa mungkin Yasmina jadi pendiam karena Laras?

"Kenapa sih, diem aja dari tadi? Lagi nggak enak badan?" Tanya Javier memecah keheningan.

"Nggak pa-pa!"

"Kalau ada yang mau ditanyain, tanya aja! Jangan dipendem sendiri!"

"Lo deket banget ya sama anak-anak panti?"

"Lumayan sih, karena dulu setelah gue sembuh mereka yang pertama kali gue kenal. Gue kira ya mereka temen-temen gue sebelum kecelakaan, gue juga nggak ada inisiatif tanya sama nyokap gue tentang kehidupan gue sebelum kecelakaan karena bagi gue, udah cukup gue kenal sama anak-anak panti."

Yasmina tak tahu harus berkomentar apa, dia tidak mungkin juga memaksa Javier untuk mengingat tentang mereka dulu. Biar saja Javier ingat dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

"Tapi pas gue kelas dua, gue baru tau kalau nyokap gue ngasih tau temen-temen gue kalau gue amnesia dan meminta mereka buat nggak membahas apapun tentang masa lalu gue. Nyokap ngasih tau Lo juga?" Javier menoleh sejenak pada Yasmina dan mendapati gadis itu menggeleng pelan.

"Gue sama sekali nggak tau Lo kecelakaan, gue baru tau kemarin pas kejadian tawuran itu. Gue kira Lo sengaja menjauh dari gue, dua tahun pertama gue benci banget sama Lo karena Lo tiba-tiba menghilang nggak ada kabar. Tapi seiring berjalannya waktu, gue mulai terbiasa tanpa Lo yang tiap hari ganggu gue. Dan perlahan gue mulai lupa sama Lo."

"Soal Laras, dia emang suka sama gue tapi gue nggak lebih cuma nganggap dia sebagai adek gue aja. Dari mereka semua emang cuma Laras yang terbuka sama gue, dia bisa jadi diri dia sendiri selama sama gue. Dia juga bisa terbuka cuma sama gue, bahkan Bu Kartika sama pak Anton aja nggak pernah dia ceritain apa-apa tentang perasaan dia."

"Laras cantik, mungkin orang yang nggak kenal sama dia akan mengira kalau Laras anak orang kaya bukan dari panti asuhan. Gue yakin sih banyak cowok yang suka sama dia diluar sana."

"Tapi cantik aja nggak bisa menjamin seseorang bisa suka. Dan mungkin satu-satunya cowok yang nggak suka sama dia cuma gue."

"Kenapa? Kayaknya Lo jangan ngomong gitu deh, masalah hati kan kita nggak ada yang tau. Siapa tau aja suatu saat nanti justru kalian berjodoh."

"Masih kelas dua SMA juga udah ngomongin jodoh. Masih lama kali, Yas. Lo udah selesai belum? Katanya tadi mau belanja buat besok ke rumah sakit?"

"Iya, sampai lupa! Lo sih ngajak ngobrol terus jadi lupa kan!"

"Kalau Lo yang nyalahin sih ikhlas lahir batin gue! Eh, Yas! Besok anak-anak mau Dateng ke rumah sakit."

"Anak-anak siapa? Anak panti atau anak sekolah Lo?"

"Anak sekolah gue! Boleh kan?"

"Boleh, kebetulan besok temen-temen gue juga mau Dateng. Jadwal mereka ke rumah sakit itu akhir bulan."

"Temen-temen Lo sering juga ikut ke rumah sakit?"

"Tiap akhir bulan mereka selalu nyempetin ke rumah sakit buat ketemu sama anak-anak."

Yasmina tidak pernah meminta teman-temannya untuk ikut ke rumah sakit bertemu dengan anak-anak penderita kanker, tapi mereka inisiatif sendiri ikut ke rumah sakit karena selalu mendengar cerita Yasmina tentang anak-anak itu. Bagaimana anak-anak itu masih punya semangat untuk menjalani hidupnya ditengah penyakit yang mereka derita.

 Bagaimana anak-anak itu masih punya semangat untuk menjalani hidupnya ditengah penyakit yang mereka derita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ineffable |Ataksia; What If| °HaeSelle°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang