"Meja"

11 1 0
                                    

Tahun 1987

Pagi itu, seluruh keluargaku sudah tak ada di rumah, biasanya mereka masih bersenda gurau di meja makan, dengan candaan yang hingga kini tak kumengerti, terkadang memakai bahasa Belanda, namun lebih sering memakai bahasa Indonesia. Ayah adalah seorang Belanda tulen yang sudah lama tinggal di Indonesia, ibu adalah anak dari seorang pengusaha asal Bandung yang cukup disegani dan memiliki banyak sekali teman orang Belanda, abang juga sempat melaksanakan pendidikannya di negeri kincir angin. Aku tak pernah mengerti ketika mereka mulai berbincang menggunakan bahasa Belanda karena aku belum pernah mempelajarinya, namun, ada satu kata yang melekat di telingaku, 'meja' kata itu selalu ada di setiap perbincangan keluargaku, jujur saja aku bingung, apa yang lucu dari kata meja? Atau adakah hal menarik yang sengaja mereka sembunyikan dariku? Karena rasa penasaran itu, kuhilangkan keraguan dalam diri untuk segera menyelinap masuk ke kamar kedua orang tuaku, mungkin saja aku mendapatkan informasi penting dari sana.

Kucoba masuk ke kamar mereka dengan langkah pelan dan jinjit layaknya pencuri sembari sesekali melihat ke arah pintu, jaga-jaga takut ada yang memergoki tingkah konyolku sekarang. Kubuka satu-persatu laci yang ada di sana, terdapat banyak sekali foto ketika ayahku remaja, aku tebak saat itu ayahku baru berumur 18 tahun. Kumpulan foto ini didominasi oleh memori semasa ayahku sekolah dan ketika ia merintis usahanya. Ayahku adalah seorang pengusaha kaya raya. Ia memulai bisnisnya ketika berumur 20 tahun. Ayah jarang menceritakan soal bisnis kulinernya padaku. Satu hal yang pasti, bisnis itu yang membawa keluargaku dalam kemakmuran dan disegani oleh warga sekitar.

Rasa penasaran ini semakin bergejolak ketika melihat foto-foto itu, ingin tahu bagaimana kehidupan kedua orang tuaku dahulu. Pernah kutanyakan bagaimana ayah bisa bertemu dengan ibu. Namun, jawabannya selalu sama, tak pernah cocok dengan pertanyaan yang kulontarkan, ia hanya menjawab bahwa ibu adalah orang yang menemaninya memulai bisnis ini. Namun, ada yang lebih aneh daripada itu, ketika aku bertanya bagaimana ayah merintis usaha ini dan kenapa ayah bisa bertemu dengan ibu, mereka selalu saja mulai berbahasa Belanda sembari menyebut "Meja" lalu tertawa hingga terbahak-bahak, seolah-olah 'meja' adalah suatu kata yang sangat lucu bagi mereka. Kukaburkan lamunanku, dirasa aku sudah terlalu lama melamun dan berbicara sendiri, kucoba untuk terus fokus mencari petunjuk lewat foto-foto yang kini berada di tanganku, hingga akhirnya, aku dapatkan satu foto bertuliskan "Meja" di belakangnya, foto dengan latar bangunan gaya Belanda, terlihat ada 7 orang di sana, 3 perempuan dan 2 laki-laki berwajah Belanda, serta 2 laki-laki berwajah lokal, hanya ayah yang kukenali wajahnya, sisanya tidak pernah kulihat sama sekali.

Ruang BerdebuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang