Empat belas

12 1 0
                                    

***

Kondisi rumah sakit di jam 12 malam ini sudah cukup sepi. Apalagi koridor menuju ruang UGD. Namun, seorang Dokter memakai jas bernametag Ridwan Setiawan itu terlihat berjalan santai menuju ruang UGD dengan nampan berisi alat suntik di tangannya. Seolah tidak menghiraukan suasana sepi itu.

Begitu sampai di depan UGD, Dokter bermasker medis itu terdiam sebentar sambil menatap tulisan 'UGD' di atas pintu. Seolah memastikan betul-betul, bahwa ia tidak akan salah memasuki ruangan.

Di dalam, Dokter itu langsung berjalan menghampiri Farel yang masih menutup mata di atas brankar. Tidak ada yang tahu kapan Farel akan bangun. Termasuk di dokter itu.

Tangan terbalut sarung tangan medis itu sibuk menyiapkan jarum suntik seolah siap untuk digunakan. Tidak membutuhkan waktu lama, Dokter itu hendak menyuntikan cairan di dalam suntikan itu pada selang infus milik Farel jika saja, tidak ada yang memanggilnya.

"Dokter"

Panggilan itu spontan membuat Dokter membeku diposisinya. Setelah sepersekian detik, Dokter itu menyimpan kembali jarum suntik itu pada tempat semula sebelum akhirnya berbalik badan.

"I-iya? Kenapa?" Tanyanya sedikit gagu setelah menghadap Klara, orang yang baru saja memanggilnya dengan tatapan sedikit panik.

"Dokter Ridwan lagi ngapain di sini? Mau ngecek Farel lagi ya?" Tanya Klara dari tempatnya berdiri.

"I-iya, ngecek infusnya, Farel, ini udah selesai kok," balas Dokter Ridwan sambil mengambil nampan di atas nakas itu "Saya permisi dulu, ya!" pamitnya. Lalu pergi tanpa menunggu balasan dari Klara.

"Iya," katanya sambil menatap Dokter Ridwan keluar dari ruang UGD dengan tatapan aneh.

"Enak bener jadi dokter ya, kerjanya cuma ngecek infus doang tapi gajinya ampe jutaan!"

"Terus apa kabar ama kuli bangunan, atu minggu banting tulang gajinya segitu-gitu doang," gumamnya sambil melenggang mendekati Farel.

Drt... Drt... Drt...

Nada dering ponsel itu menghentikan langkahnya hanya untuk mengambil benda pipih dari dalam tas kecilnya. Nama Dokter Ridwan tertera jelas sebelum akhirnya mengangkatnya.

"Halo Dok, kenapa?" Tanya Klara membuka topik.

"Ini Ra, hasilnya udah keluar, kamu ambil sekarang ya, saya tunggu kamu di ruangan saya," kata Dokter Ridwan dari seberang sana.

"Oh, iya, Dok, saya kesana sekarang, makasih ya, Dok," balas Klara sebelum akhirnya sambungan telepon itu terputus secara sepihak.

Mendengar itu Klara merasa lega. Ia buru-buru memasukan ponselnya ke dalam tas lalu berjalan menuju pintu keluar. Saat tengah berjalan ini, Klara tiba-tiba tersadar akan sesuatu.

"Kenapa Dokter Ridwan nggak ngomong langsung aja ke gue tadi? Kan kita papasan"

***

Desas desus mengenai kabarnya Farel masuk rumah sakit, tengah menjadi topik trending di SMA-nya. Walaupun Farel bukan siswa populer karena prestasi atau keminatannya dalam berorganisasi, Farel tetap populer karena ketampanannya dan seringnya masuk BK.

Sangking banyaknya murid yang membicarakan kabarnya Farel, akhirnya kabar itu pun terdengar sampai terlinganya Alana.

Alana. Siswi yang dikagumi Farel dan siswi yang terbilang sibuk menggarap tugasnya. Sebab, Alana merupakan siswi kesayangan Bu Ika.

Dari yang Alana dengar, hari ini sudah 2 hari 2 malam Farel dirawat di rumah sakit dan 2 hari juga Farel absen.

"Emangnya, Farel sakit apa?" Tanya Alana setelah sampai di dekat meja para siswi yang tengah mengobrol di dalam kantin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 29 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ALFAREL Where stories live. Discover now