September, 2023.
Sore itu, kala sang surya mulai berpendar hangat, taman luas yang terletak persis di samping gedung fakultas sudah tak seramai sebelumnya. Waktu kosong yang tersisa agaknya cocok digunakan untuk bersantai di DPR--Di bawah Pohon Rindang, satu-satunya pohon tertua yang masih dibiarkan bertahan di sana--selagi spot paling favorit bagi mahasiswa tersebut tidak sedang dikuasai oleh siapa pun. Oleh karena itu, Sebastian Madhava lekas mengambil langkah tanpa ragu sembari membawa gitar kesayangannya.
Semilir angin yang tak begitu kencang tetap sukses menggugurkan beberapa lembar daun kering. Namun, hal tersebut tidak menghentikan Mada untuk menjatuhkan bokong di atas rerumputan yang tepat dinaungi oleh ranting-ranting panjang serta ditumbuhi dengan hijau-hijau yang lebat. Sebab melepas penat sejenak setelah banyak berkegiatan memanglah sesuatu yang wajib untuk dilakukan.
Menyandarkan punggung pada batang pohon, Mada lekas memakai headphone yang sejak tadi terkalung di leher. Dengan gitar yang berada di pangkuan, laki-laki itu mulai membuka aplikasi pemutar musik pada ponsel dan mencari playlist favoritnya. Lantas, diputarnya salah satu lagu sembari bersiap untuk mempelajarinya pada gitar.
Namun, sebelum Mada sempat mengeraskan volume, rungunya sekonyong-konyong malah menangkap suara yang lain.
Sebuah senandung lembut.
Terlepas dari tenggorokan milik seorang perempuan.
Mada pun tertegun, lalu tanpa bisa dicegah segera mendongak dengan was-was.
Sejak menjadi mahasiswa baru, Mada sudah sering mendengar desas-desus tentang kisah mistis turun-temurun terkait penunggu DPR di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Selama ini, Mada tidak pernah percaya sebelum melihat makhluk itu dengan mata kepalanya sendiri. Namun, mungkinkah dia tengah berusaha mengganggu Mada sekarang? Masalahnya, saat ini masih sore, bukan? Dan, bukankah biasanya makhluk seperti itu lebih suka tertawa daripada bersenandung?
Mada masih geming dalam posisinya, sampai tahu-tahu saja senandung itu berubah menjadi nyanyian yang lebih jelas. Beberapa baris lirik lagu dilantunkan merdu dalam sebuah melodi yang cukup familier di telinga Mada.
Dari apa yang terjadi saat ini, Mada langsung dapat menyimpulkan tiga hal.
Pertama, si perempuan sudah jelas adalah manusia. Dan Mada sangat bersyukur akan hal itu.
Kedua, perempuan itu benar-benar tahu caranya bernyanyi. Atau lebih tepatnya, ia memang pandai bernyanyi.
Ketiga, kemungkinan besar mereka memiliki selera musik yang sama.
Asumsi yang terakhir tersebut pun membuat Mada tak bisa menahan diri untuk tidak langsung melemparkan pertanyaan, "Lo suka John Mayer?"
Si perempuan yang tampaknya berada persis di belakangnya--terhalangi oleh batang pohon--seketika menghentikan nyanyian. Beberapa detik berselang, suaranya kembali terdengar, balik bertanya, "Lo nanya ke gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenada Serena
Roman d'amourTergabung dalam satu kelas di semester bawah, tergabung pula dalam satu klub yang sama--Klub Musik Universitas Santosa, membuat Mada kian meyakini bahwa ada berbagai alasan di balik pertemuannya dengan Serena. Selama satu semester dalam masa pengula...