September, 2024.
Suara bising dari luar kamar berhasil menarik Mada dari alam mimpi. Tak perlu melihat jam pada dinding, Mada sudah bisa menebak bahwa pagi memang telah datang. Dimulainya semester baru dalam perkuliahan sudah jelas merupakan awal mula suasana kontrakan yang ditinggalinya tersebut kembali jauh dari kata sunyi. Manusia-manusia yang memiliki jadwal kelas pagi akan memulai rutinitas tanpa ketenangan sampai-sampai sukses menjadi alarm alami bagi penghuni lainnya.
Atau mungkin hanya terjadi di kontrakannya saja? Mada tidak tahu pasti bagaimana tepatnya.
Saat mengecek keluar, Mada menemukan Niko di dapur, tengah memasak. Kawan satu angkatannya itu berdiri agak jauh dari kompor dengan sudip di tangan kanan, berusaha membalikkan telur ceplok dalam wajan penggorengan. Begitu hati-hati, begitu was-was. Namun, ketidakmampuannya jelas saja segera menimbulkan petaka.
"Nyiprat, anjrit!" Niko terperanjat sebab cipratan minyak panas yang--untungnya--tidak sampai mengenai tangan.
Mada menggaruk rambutnya yang tidak gatal, menggeleng heran, lalu bertolak pinggang. "Heboh bener, buset," komentar laki-laki bertubuh jangkung tersebut. "Gaya lo selangit mau jadi bapak rumah tangga, ilmu goreng-menggoreng aja nggak pernah lo terapin." Mada masih mengingat jelas soal candaan Niko yang satu itu.
"Nggak usah bacot dulu, elah," protes Niko, menoleh sepintas. "Piring mana piring. Tolong ambilin kek, Mad, biar ada gunanya lo di sini."
Dengkusan malas segera Mada loloskan. Meskti tidak suka dipanggil "Mad", setidaknya Niko masih ingat kata "tolong". Oleh karenanya, Mada bersedia mengambilkan apa yang Niko butuhkan dari rak di samping bak cuci piring. Sekilas, Mada memerhatikan ke arah kompor hingga membuatnya makin tak habis pikir. Niko menyalakan api terlalu besar, dan otomatis minyak menjadi super panas. Itulah sebabnya bagian putih telur menggelembung hebat sampai-sampai Niko takut untuk membalikkannya.
Mada menyeringai kecil saat piring ia serahkan pada Niko. "Makan dah tuh telor gosong," tukas laki-laki itu, meski sesungguhnya hanya bagian pinggir telur yang benar-benar menghitam.
Niko hanya menggerutu panjang sembari mengambil nasi dari rice cooker--ajaibnya, Niko lebih pandai memasak nasi ketimbang menggoreng sebuah telur. Di sisi lain, Mada tidak membalas dan hanya mengambil sekaleng susu beruang dari dalam kulkas.
Saat melangkah menuju meja makan untuk bergabung dengan Niko, samar-samar terdengar keributan dari kamar yang berada di lantai dua. Tampaknya, Yuda baru menyadari bahwa ia lupa membawa suatu barang dan kini ia sibuk menelepon sang ibu untuk memastikan secara langsung. Sahutan dari Uta kemudian datang, terdengar begitu kesal lantaran tidurnya berhasil terganggu.
"Lo jadi ngulang matkul yang waktu itu lo bilang, Mad?"
Pertanyaan tersebut meluncur dari mulut Niko tak lama setelah Mada duduk di hadapannya. Di kursinya, Niko menyantap sarapan dengan lahap meski hanya dengan telur ceplok yang tidak sempurna dan nasi yang telah dicampur kecap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenada Serena
RomanceTergabung dalam satu kelas di semester bawah, tergabung pula dalam satu klub yang sama--Klub Musik Universitas Santosa, membuat Mada kian meyakini bahwa ada berbagai alasan di balik pertemuannya dengan Serena. Selama satu semester dalam masa pengula...