"Anta! Dari tadi ngapain sih? Ayo nanti kamu telat!" Arsa memanggil anaknya yang masih betah di dalam kamarnya. "Sabar pa, aku belum selesai make up nih", kata Gantari dari dalam kamarnya. "Udah cantik kok, ayo kita berangkat," "papa" suara Gantari memelas, "ini hari pertama masuk SMA, aku harus buat kesan pertama yang baik."
Meskipun sudah tiga tahun pindah tempat tinggal, kebiasaan ayah dan anak ini tidak pernah berubah. Arsa masih mengantar jemput anaknya, dan masih sering menghabiskan waktu di malam hari bersama Gantari meskipun mereka mengerjakan kesibukan mereka masing-masing. Bahkan, kegiatan mereka yang mengobrol dari hati ke hati masih mereka lakukan seminggu sekali. Tidak ada rutinitas yang berubah hanya suasanya saja yang sedikit berbeda. Sebelumnya ia akan sering bertemu dengan Bara, tetapi sekarang ia hanya bertemu setiap ia berkunjung ke rumah mertuanya. Kota tempat mereka tinggal sekarang memang cenderung tidak sepadat kota tempat tinggal mereka sebelumnya, dan lebih sejuk daripada sebelumnya. Jadi suasana kota tempat tinggal sekarang menolongnya untuk bisa bernafas lebih lega, membuat dia lebih berani untuk memulai kehidupan yang baru. Kehidupan bersama Gantari tanpa bayang-bayang istrinya. Bisa dikatakan untuk saat ini Arsa telah sembuh dari skizofrenianya, dan itu membuatnya menjadi lebih lega dan lebih bisa mengendalikan emosinya. Arsa masih rindu dengan Gayatri, tapi benar seperti kata Bara, rasa rindu akan terpuaskan bukan dengan terus mengingatknya tetapi dengan merelakannya.
"Kan kamu sudah jadi pusat perhatiannya Sana, ngapain mau jadi pusat perhatian lagi?" goda Arsa. "Ih papa, aku tampil baik itu bukan mau jadi pusat perhatian. Aku harus menunjukkan kesan pertama yang baik buat teman-teman baruku." "Kesan pertama yang baik itu bagus tapi jangan sampai baiknya di kesan pertamanya aja, harus konsisten sampai akhir." Putrinya kini sudah bukan anak lagi tapi putrinya kini sudah menjadi remaja, Gantari mulai mementingkan penampilannya bahkan meskipun Gantari tidak berkata secara langsung kepadanya dia tahu putrinya sudah punya pacar. Ya, lucunya laki-laki yang jadi pacar Gantari adalah tetangga mereka yang sebenarnya baru pindah setahun. Mereka memang sering berpapasan dengan Wicaksana -yang sering dipanggil Sana- dan kebetulan Wicaksana seumuran dengan Gantari, hal itu mungkin yang perlahan membuat Gantari jatuh cinta kepada Wicaksana. Arsa melihat Wicaksana adalah laki-laki yang baik dan sopan jadi dia tidak melarang Gantari untuk pergi berdua bersama Sana. Toh Gantari sudah remaja, tau mana yang baik dan tidak. Bersyukur melalui obrolan dari hati ke hati membuat Arsa secara tidak langsung bisa memantau relasi Gantari. Melihat kehidupan Gantari yang baik membuat Arsa bersyukur selalu hadir dalam pertumbuhan anaknya ini.
Gantari merespons nasihat Arsa dengan gumam saja. Setelah dirasa cukup, Gantari kemudian keluar dari kamar dan menghampiri Arsa. "Ayo berangkat!" Arsa sejenak terpana melihat Gantari yang memakai seragam SMA. Putrinya terlihat cantik sekali. "Sebentar, papa mau foto kamu dulu." Arsa kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Papa, nanti aku telat." Gantari cemberut. "Sebentar aja kok, ayo senyum!" Gantari menuruti ucapan Arsa karena kalo tidak menuruti permintaan Arsa maka bisa-bisa Gantari terlambat karena berdebat terus dengan Arsa. Arsa kemudian memotret Gantari yang tersenyum. Setelah memotret Gantari, air mata Arsa tiba-tiba turun dan tidak hanya setetes tetapi beberapa tetesan air mata yang keluar hingga membuat ia terisak. Arsa bingung kenapa tiba-tiba ia bisa menangis. "Papa terharu ya lihat kecantikan aku?" Gantari berusaha menghibur Arsa. Tangisan Arsa masih belum berhenti, hingga akhirnya Gantari memeluk Arsa dan menepuk-nepuk punggungnya, kebiasaan mereka yang tidak pernah hilang setiap kali salah satu dari mereka sedang sedih. Setelah beberapa menit, akhirnya Arsa mulai tenang. "Makasih ya Anta," Arsa tersenyum. "Yuk berangkat!" Arsa tidak mungkin akan membuat Gantari terlambat di hari pertamanya sekolah.
Ketika sampai di parkiran, ayah dan anak itu tidak terkejut lagi melihat seorang pemuda berdiri di depan mobil mereka. "Sana!" Gantari berlari mendekati Wicaksana. Arsa melihat perilaku Gantari hanya menggelengkan kepala dan tertawa geli. "Sudah nunggu lama Na?" tanya Arsa basa basi dan dibalas Wicaksana dengan gelengan kepala. Arsa seringkali menawarkan tumpangan kepada Wicaksana, karena pemuda itu hanya tinggal seorang diri jadi ia seringkali menawarkan bantuan kepadanya termasuk menawarkan akan mengantar Wicaksana ke sekolah. Wicaksana dan Gantari satu sekolah, jadi ia tidak keberatan mengantar mereka setiap pagi. Lagipula, mengantar mereka ke sekolah membuat Arsa juga bisa memantau relasi mereka.
Setelah Arsa menyalakan mobil, Gantari langsung duduk di belakang. Arsa sebenarnya penasaran kenapa setiap mereka pergi bertiga selalu Gantari yang duduk di belakang, tapi dia tidak mau terlalu memusingkannya. Mereka pun berangkat. Di perjalanan, Wicaksana sempat menanyakan kondisi Arsa yang terlihat sekali seperti habis menangis. Arsa menjawab bahwa dia terharu melihat putrinya sudah masuk SMA. Selama perjalanan, Arsa sibuk memberikan nasihat kepada mereka dan direspons dengan gerutuan oleh Gantari dan direspons anggukkan oleh Wicaksana. Memasuki dunia remaja membuat Arsa merasa harus sering mengulang-ulang nasihatnya karena baginya masa remaja itu masa di mana mereka mencari identitas diri, Arsa tidak mau mereka mencari identitas diri dengan cara yang salah. Arsa mau mereka menjalani masa remaja dengan baik dan dekat dengan Tuhan, bukan melakukan hal-hal yang melanggar norma maupun hal-hal yang berdosa. Setelah sampai di dekat gerbang sekolah, mereka bersiap untuk keluar dari mobil. Sebelum keluar dari mobil, Wicaksana mengucapkan terima kasih kepada Arsa dan meminta Arsa untuk tidak perlu repot-repot menjemput dia. Arsa kemudian membalasnya dengan meminta dia untuk menjaga Gantari dan hati-hati selama perjalanan pulang nanti. Arsa sebelumnya sudah berdiskusi dengan Gantari ketika Wicaksana menawarkan diri untuk mengantar pulang Gantari. Meskipun awalnya keberatan karena selain merepotkan Wicaksana mereka harus naik angkutan umum yang tidak senyaman mobil Arsa, namun Arsa akhirnya mengizinkan karena setelah dipikir-pikir Gantari memang sebaiknya belajar untuk mandiri. Mereka kemudian keluar dari mobil dan bersiap menjalani hari-hari mereka sebagai murid SMA. Arsa melajukan mobilnya setelah membunyikan klakson sekali untuk menyapa satpam yang berdiri di gerbang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grief
General FictionArsa Bratadikara belajar untuk menerima kenyataan bahwa orang yang ia kasihi pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Tapi, dalam prosesnya, menerima kenyataan tidaklah mudah. Banyak hal yang harus Arsa lakukan untuk dapat memahami bagaimana cara...