Chapter 1: pertemuan tak terduga

137 12 0
                                    

Selamat malam dan Selamat membaca!

*****
Cihampelas adalah salah satu ruas jalan di Bandung yang tak pernah benar-benar sepi, meski hujan deras menggelayuti malam. Kafe kecil di sudut jalan ini, bernama "Bintang Senja," adalah tempat favorit Angelina Christy untuk menghabiskan malam-malamnya. Tempat ini dikenal karena suasananya yang hangat dan kopi hitamnya yang membuat ketagihan, sesuatu yang sangat dibutuhkan Angelina untuk menenangkan pikirannya yang terus bergejolak.

Malam itu, Angelina duduk di meja pojok dekat jendela, menyaksikan hujan yang turun dengan deras. Tetesan air membasahi kaca jendela, menciptakan pola-pola abstrak yang memantulkan cahaya lampu jalan. Dengan secangkir kopi hitam yang hampir dingin di hadapannya, Angelina terlihat seperti seorang penyendiri yang tenggelam dalam lamunannya. Ada sesuatu yang penuh rahasia dalam sikapnya—sesuatu yang menjauhkan dirinya dari dunia luar.

Sementara itu, Chika Tamara baru saja keluar dari kantor tempatnya bekerja sebagai seorang jurnalis. Meskipun lelah setelah seharian bekerja, ia merasa ada sesuatu yang menyuruhnya untuk mampir ke kafe itu. Dengan suasana yang dingin dan gelap di luar, kafe ini menawarkan pelarian sejenak dari dunia luar yang tak bersahabat.

Chika membuka pintu kafe dan merasakan hangatnya suhu di dalam. Aroma kopi yang menguar menyambutnya dengan lembut. Ia memilih meja yang agak jauh dari jendela, merasa lebih nyaman di pojok ruangan. Sambil menyeka rambutnya yang basah, Chika memesan teh hijau dan duduk dengan tenang, mulai meresapi suasana yang berbeda dari hari-harinya yang biasa.

Angelina, yang berada di meja dekat jendela, tak bisa mengabaikan kehadiran Chika yang baru saja memasuki kafe. Ada sesuatu dalam diri Chika—sebuah aura kehangatan yang kontras dengan malam yang dingin. Tanpa disadari, Angelina menatap Chika dengan penuh rasa ingin tahu, meskipun ia mencoba untuk tidak menunjukkan ketertarikan yang mendalam.

Chika duduk dengan tenang, mengambil jurnal kecil dari tasnya dan mulai menulis. Suara pena yang bergesekan di atas kertas adalah satu-satunya suara yang memecah kesunyian di sekitar mereka, selain dari desisan hujan dan sesekali bunyi cangkir yang diletakkan di meja. Sesekali, Chika mengangkat wajahnya dari jurnal dan memandang sekitar, seolah mencoba menyusun pikirannya dalam ruang yang tenang ini.

Perhatian Angelina yang terus tertuju pada Chika akhirnya membuatnya merasa tidak nyaman. Ia memutuskan untuk meninggalkan meja dan berjalan menuju meja Chika dengan langkah-langkah tenang dan penuh perhitungan. Setibanya di meja Chika, Angelina menyapa dengan nada dingin, “Maaf, bolehkah saya duduk di sini? Semua meja lain tampaknya sudah penuh.”

Chika, terkejut oleh kehadiran Angelina, mengangkat kepalanya dan melihat gadis dengan tatapan tajam di depannya. Ada sesuatu dalam tatapan Angelina yang membuat Chika merasa sedikit tidak nyaman, namun juga penuh rasa ingin tahu. “Tentu saja,” jawabnya dengan ramah, mencoba untuk menghapus rasa gelisah yang mendalam.

Angelina duduk di kursi yang berlawanan dari Chika, memandang sekeliling sejenak sebelum kembali menatap Chika. “Hujan tampaknya tidak akan berhenti malam ini,” katanya, berusaha memulai percakapan. Suaranya yang dingin dan datar hampir tidak terasa hangat di tengah suasana kafe yang nyaman.

Chika mengangguk, mencoba menyesuaikan diri dengan kehadiran Angelina yang tiba-tiba. “Iya, benar. Cuaca seperti ini membuatku ingin tetap berada di dalam ruangan saja. Aku bahkan hampir tidak berniat untuk keluar malam ini,” kata Chika sambil menutup jurnalnya dan meletakkannya di samping cangkir teh hijau.

Angelina memandang Chika dengan tatapan yang penuh penyelidikan, “Kau tampak seperti seseorang yang biasanya tidak mudah terpengaruh oleh cuaca.” Ada nada tantangan dalam suaranya, meski ia berusaha untuk terdengar netral.

Chika tersenyum lembut, “Mungkin itu karena aku suka mencari hal-hal kecil yang membuatku merasa nyaman. Aku bekerja sebagai jurnalis, dan sering kali pekerjaan membuatku terlalu fokus pada hal-hal besar. Kadang-kadang, aku hanya butuh momen seperti ini untuk merenung.”

Angelina menatap Chika dengan rasa ingin tahu yang semakin mendalam. “Jurnalis, ya? Aku rasa pekerjaanmu pasti memerlukan ketajaman dan intuisi yang kuat,” katanya. “Dan bagaimana kau bisa menemukan kenyamanan dalam semua itu?”

Chika memandang Angelina dengan sedikit rasa penasaran. “Kadang-kadang, kenyamanan datang dari hal-hal yang tidak terduga. Misalnya, saat ini—sebuah kafe kecil yang hangat dan teh hijau yang menenangkan. Itu bisa menjadi pelarian dari dunia luar yang seringkali kacau.”

Percakapan antara mereka mulai mengalir dengan lebih lancar, meskipun Angelina tetap menjaga jarak emosional. Chika, di sisi lain, merasa ada sesuatu yang menarik tentang Angelina—sesuatu yang membuatnya ingin mengetahui lebih banyak. Ada ketegangan halus di antara mereka, seolah-olah masing-masing mencoba untuk mengukur satu sama lain.

Seiring dengan berjalannya waktu, hujan di luar semakin deras. Kafe mulai sepi, dan hanya ada beberapa pengunjung tersisa. Chika merasa nyaman dengan percakapan yang mengalir dengan Angelina, meskipun ia tidak sepenuhnya mengerti mengapa gadis itu tampak begitu misterius.

Ketika Angelina berdiri untuk pergi, ia menatap Chika dengan tatapan yang sulit dibaca. “Kadang-kadang, ada kebenaran dalam kegelapan yang kita coba hindari,” katanya sebelum berbalik untuk pergi. Kalimat itu menggantung di udara, meninggalkan Chika dengan rasa ingin tahu dan sedikit kebingungan.

Chika menatap Angelina yang pergi dengan langkah cepat menuju pintu. Suara hujan yang turun dengan deras menutup kepergiannya, dan Chika merasa seolah ia baru saja bertemu dengan seseorang yang akan mempengaruhi hidupnya lebih dari yang ia bayangkan.

Malam itu, ketika Chika kembali ke apartemennya, pikirannya masih dipenuhi dengan sosok Angelina. Percakapan mereka mungkin hanya sebentar, tetapi kesan yang ditinggalkan gadis misterius itu terasa mendalam. Di tengah hujan yang terus mengguyur, Chika merasakan bahwa pertemuan ini mungkin bukan hanya kebetulan semata.

Angelina, sementara itu, berjalan di bawah hujan, merasakan dingin yang menyentuh kulitnya. Meski hujan membasahi tubuhnya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda malam itu—sebuah koneksi yang tak terduga dengan Chika. Ia tahu bahwa pertemuan mereka baru saja dimulai, dan apa pun yang akan terjadi selanjutnya, ia tidak bisa mengabaikan rasa ketertarikan yang muncul di hati dan pikirannya.

---

Bayangan di Kota Kembang (ch²)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang