Kenangan kita bersama adalah harta yang tak ternilai
Hidup ini penuh dengan pilihan, dan aku memilihmu sebagai sahabatku
"Gunting mana gunting?" tanya Liam yang mencari keberadaan gunting.
Sementara itu, Shafa dan Ren sedang sibuk membuat hiasan bersama, dan Karan sedang menulis di kertas karton yang besar. Mereka ditugaskan untuk membuat mind mapping, itulah yang sedang mereka kerjakan sekarang.
"Woy, mana gunting? Sibuk ngebucin mulu lo berdua, kagak kelar-kelar dah tu hiasan!" kesal Liam, namun ia tak terlalu serius.
Shafa mendengkus lalu memberikan gunting yang sedang ia pakai itu. "Sewot amat lo, jomblo!" ejek Shafa sembari memberikan gunting itu lalu kembali ke tempatnya.
"Yeee, biarin gue jomblo, yang penting happy!" ucap Liam.
Karan menghentikan kegiatannya lalu beralih ke dua sejoli yang masih tertawa ria. "Mana hiasannya, Sha, Ren? Mau gue tempel nih," tanya Karan. Shafa pun beranjak mengambil hiasan yang sudah mereka buat dan memberikan hiasan itu pada Karan.
Materi mind mapping itu mereka kerjakan bersama. Setelah materi itu sudah mereka kumpulkan, mereka membagi tugas. Karan yang menulis materi mind mapping-nya karena mereka tahu tulisan Karan sangat bagus dan rapi, sementara Shafa, Ren, dan Liam membuat hiasan untuk membuat mind mapping lebih cantik.
Beberapa menit kemudian, akhirnya mind mapping sudah selesai. Mereka mengecek kembali mind mapping itu, takutnya ada yang kurang. Tepat saat mereka selesai pada pukul 13.00, Amira datang membawakan mie serta nasi agar Shafa dan teman-temannya makan siang dulu.
"Udah selesai?" tanya Amira yang melihat Shafa dan teman-temannya sedang membereskan sampah bekas hiasan yang berserakan.
"Udah, Ma, baru aja selesai," jawab teman-teman shafa.
" Enak aja,Engga ma itu dikit lagi aja, baru selesai," timpal Shafa.
Amira meletakkan mangkuk-mangkuk berisi mie, lalu kembali ke dapur untuk mengambil nasi dan kembali ke ruang tamu untuk meletakkan nasi di meja.
"Makan dulu ya, pasti pada lapar kan?"
Suara gemuruh perut Liam yang lapar pun berbunyi hingga membuat hening selama beberapa detik, lalu disambut tawa gelak oleh Shafa, Karan, Ren, dan Amira.
"Buset dah, lapar banget ya lo?" tawa Karan tak henti sambil bertanya. Liam dengan sedikit merasa malu, ia hanya bisa cengengesan.
"Maaf ya, Tante, Liam jadi nggak sopan," ucap Liam, tetapi Amira tak merasa keberatan. Ia tersenyum dan mengangguk lalu pergi dari ruang tamu.
Mereka mengambil posisi untuk segera makan. Shafa beranjak memberikan mangkuk mie pada mereka masing-masing satu. Setelah itu, tak terdengar lagi suara tawa serta suara obrolan karena mereka fokus memakan makanan masing-masing.
Setelah makan siang, mereka masih duduk di ruang tamu, namun suasana kini lebih santai. Liam kini sedang bersandar di sofa sambil mengusap perutnya yang terasa kenyang, sedangkan Karan sedang membersihkan potongan-potongan kecil dari kertas yang sudah tidak digunakan untuk dibuang ke tempat sampah.
Sementara itu, Shafa dan Ren sedang sibuk menempelkan separuh hiasan yang belum ditempelkan. Sesekali tertawa saat satu sama lain membuat Liam mendengkus.
"Ngebucin mulu, kagak kelar-kelar nanti," ucap Liam, membuat sepasang kekasih itu menolehkan pandangannya pada Liam.
"Jangan iri, ya, jomblo," ujar Shafa sambil menjulurkan lidahnya tanda mengejek di akhir katanya.
Beberapa menit kemudian, akhirnya mind mapping yang mereka kerjakan sudah selesai. Mereka pun bisa bersantai di sofa yang empuk nan nyaman itu sambil memikirkan setelah ini apa yang akan mereka lakukan.
"Abis ini mau ngapain lagi?" tanya Liam membuka obrolan.
"Ya lo balik, gue kan mau manja sama cewek gue," jawab Ren, membuat Shafa memukul pelan lengan Ren.
"Idih, ayolah, gue males pulang. Kalo udah di rumah, gue tidur lagi sendirian aja di rumah," ucap Liam.
"Mmm, gimana kalau kita nonton film horor aja?" saran Shafa. Semua tampak berpikir.
"Boleh tuh!" setuju Liam.
"Sha, bukannya lo takut kalo nonton film horor, ya?" tanya Karan sambil mengejek.
"Ih, enggak, kan ini rame," elak Shafa, membuat Karan tertawa sebentar.
Shafa beranjak ke kamar untuk mengambil laptop dan dua buah salon kecil. "Kita nonton di mana? Kalo di ruang tamu kan banyak cahaya, nggak asik jadinya," ucap Liam.
Ren mengambil dua buah salon yang tadi dibawa oleh Shafa. "Di ruangan gue aja," kata Shafa. Ia berjalan di depan menuju ruangan yang ia maksud, diikuti oleh yang lainnya.
Di depan pintu ruangan itu, terlihat tulisan "My Room," lalu di bawahnya terdapat bentuk bintang yang di dalamnya ada inisial huruf S.
Saat baru saja memasuki ruangan itu, yang terlihat hanya gelap sebelum Shafa menyalakan lampu di ruangan itu. Cetrek!
Liam tampak takjub melihat ruangan itu yang terdapat dua rak besar berisi buku-buku serta hiasan yang unik dan estetis. "Gila, estetik banget, cuy!" ujar Liam, membuat Shafa memutar bola matanya.
Shafa mulai memposisikan laptopnya berada di meja kecil dan salonnya. Semuanya sudah disetel, salon serta filmnya. Shafa juga tak lupa untuk menyetel lampu agar tidak terlalu terang, sehingga menghasilkan suasana yang horor.
Film pun terputar, dan mereka sangat terfokus dalam menonton film tersebut.
Ceklek!
"AAAAA!!!" Teriakan mereka semua sangat kencang, terkejut akan pintu yang terbuka di detik-detik mencekam.
"Astagfirullah!" ujar seseorang yang berada di pintu. Mereka semua beralih menatap seseorang yang berada di pintu, yang tak lain adalah Amira.
"Yallah, Tante, ngagetin aja!" ucap Liam mengusap dadanya yang berdebar.
"Tante yang kaget denger kalian tiba-tiba teriak. Untung Tante nggak punya riwayat jantung!" kesal Amira.
"Mama, kenapa kesini?" tanya Shafa.
"Tadi Mama lewat sini, eh, denger suara film, jadi Mama ambil cemilan buat kalian," jawab Amira, lalu memberikan nampan berisi beberapa cemilan.
"Aduh, Tante, repot-repot. Kan tadi udah makan," kata Karan merasa tidak enak.
"Nggak repot kok. Kalo nonton, tuh, sambil ngemil biar makin seru. Oh ya, Sha, Mama mau keluar sebentar, ya," kata Amira. Shafa mengangguk, lalu Amira pun pergi dan menutup pintu ruangan itu.
Suasana semakin mencekam. Yang terdengar hanya suara film dan suara mulut mereka yang mengunyah cemilan. Karan tak sengaja melihat sebuah pemandangan yang entah mengapa rasanya ia sedikit tidak suka.
Saat hendak mencari HP-nya yang ia taruh tepat di belakang kanannya, ia tak sengaja melihat Shafa yang merasa takut sambil memeluk lengan Ren, dan Ren mengelus rambut Shafa.
Karan jadi teringat dulu setiap kali Karan dan Shafa menonton film horor, pasti Shafa ketakutan. Setiap ada adegan yang jumpscare, Shafa akan memeluk lengan Karan dan Karan selalu tertawa sambil mengejek Shafa.
Tapi kini, Karan merasa posisinya sudah digantikan oleh Ren. Meski begitu, Karan tak merasa bahwa ia memiliki perasaan pada Shafa. Dalam pikirannya, ia hanya menganggap Shafa sebagai sahabat dan adik, tidak lebih.
Terimakasih sudah membaca :>
mohon maaf jika banyak kekurangan karna saya manusia dan manusia tidak ada yang sempurna,boleh di berikan pendapat atas kekurangan yang ada di cerita ini.
See you readers
1 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
SINCEIRITY
Random"Aku mau kamu jauhin Karan!" titah Ren dengan nada sedikit bentakan. "Tapi Ren, Karan sahabat aku " ucap Shafa, berharap Ren kekasihnya, akan mengerti. "Pilihan kamu, aku atau dia " Ren memberikan pilihan yang membuat Shafa bimbang. Di satu sisi, ia...