7: Keripik Mama

36 2 0
                                    

Keesokan harinya, suasana di rumah keluarga kecil itu kembali seperti biasa—hangat dan penuh dengan canda tawa. Namun, hari ini Renjun tampaknya memiliki misi baru dalam benaknya. Setelah sarapan bersama, ia memutuskan untuk bermain di ruang tamu. Tapi bukannya bermain dengan mainan yang sudah ada, Renjun terlihat mengintip-intip dari balik sofa, seolah-olah sedang merencanakan sesuatu.

Donghyuck yang sedang menonton televisi mulai merasa ada yang tidak beres. “Adik kecil, kamu lagi ngapain sih? Kok ngumpet-ngumpet gitu?” tanyanya sambil mengerutkan dahi.

Renjun hanya tersenyum misterius dan berlari menuju dapur, menghilang dari pandangan kakaknya. Donghyuck yang penasaran akhirnya memutuskan untuk mengikuti adiknya. Sampai di dapur, ia melihat Renjun sudah memegang sekantong keripik yang baru saja dibuka oleh Mama.

“Eh, itu kan keripik Mama. Kamu nggak bilang mau ambil, ya?” Donghyuck langsung menegur.

Renjun yang memang bermaksud jahil hanya tersenyum licik. “Ini keripik Injun sekarang!” katanya sambil berlari keluar dari dapur.

Sontak, Donghyuck merasa kesal, tapi bukan kesal yang besar—hanya kesal kecil yang muncul dari keisengan adiknya. “Aduh, Renjun! Balikin itu! Mama yang beli!” teriaknya sambil mengejar adiknya yang sudah lari ke ruang tengah.

Mendengar suara ribut-ribut, Minhyung yang sedang belajar di kamarnya keluar dan mendapati adik-adiknya berkejar-kejaran. “Lagi-lagi kalian berdua, ada apa sih?” tanyanya, menatap Renjun yang sedang berlari membawa keripik.

“Adik kecil ini ambil keripik Mama tanpa izin,” jawab Donghyuck sambil mengatur napas, merasa lelah setelah mengejar adiknya yang lebih kecil tapi larinya cepat.

“Renjun, kamu nggak boleh ambil makanan tanpa bilang dulu,” kata Minhyung dengan suara tegas, tapi lembut. Meski begitu, Renjun hanya tertawa kecil dan terus berlari mengitari ruang tamu, membuat Donghyuck semakin jengkel.

Papa yang mendengar kegaduhan dari ruang kerjanya keluar dan melihat ketiga anaknya dalam situasi yang cukup kacau. Dengan tatapan serius, ia memanggil Renjun. “Renjun, kemari.”

Renjun yang tadinya bersemangat langsung berhenti berlari ketika mendengar suara Papa. Ia menoleh, dan saat melihat ekspresi Papa yang serius, ia mulai merasa sedikit takut. Dengan langkah pelan, Renjun mendekati Papa, sambil tetap menggenggam keripik di tangannya.

Papa menunduk sedikit agar sejajar dengan Renjun. “Renjun, apa yang sudah Papa bilang kemarin? Kalau mau sesuatu, harus izin dulu, ya?”

Renjun menggigit bibirnya, merasa bersalah. “Iya, Pa… Maaf…”

Papa menghela napas, lalu berkata dengan nada yang sengaja dibuat agak tegas. “Kalau Renjun terus-terusan nakal, Papa nanti nggak kasih Renjun jajan lagi, lho.”

Mendengar itu, Renjun langsung merasa cemas. “Jangan, Pa! Renjun janji nggak nakal lagi…”

Papa lalu melanjutkan dengan nada yang lebih lembut, “Baiklah, tapi Renjun harus kasih keripik itu ke Kak Minhyung dulu. Kakak-kakakmu juga mau makan, kan?”

Renjun menundukkan kepala dan menyerahkan keripik itu kepada Minhyung. “Ini, Kak… Maaf ya…”

Minhyung menerima keripik itu dan tersenyum. “Ya udah, lain kali tanya dulu, ya. Sekarang kita makan sama-sama.”

Donghyuck yang masih merasa sedikit kesal hanya bisa mendesah, tapi akhirnya ikut duduk di lantai bersama kakak-adiknya. “Yuk, makan bareng.”

Setelah semuanya duduk bersama, Papa ikut duduk di sofa sambil tersenyum melihat anak-anaknya kembali rukun. Ia tahu, anak-anak memang terkadang perlu diberi pelajaran, tapi dengan cara yang bijak dan penuh kasih sayang.

Malam itu, setelah semua selesai mandi dan berpakaian tidur, Mama mengajak mereka semua duduk di ruang keluarga. Dengan lembut, ia mengajak Renjun duduk di pangkuannya sementara Minhyung dan Donghyuck duduk di sampingnya.

Mama menatap Renjun dengan mata yang penuh kasih, tetapi ada sedikit ketegasan dalam suaranya saat ia berkata, “Renjun, Mama tahu kamu anak yang pintar dan baik. Tapi hari ini kamu sudah mengambil keripik tanpa izin. Mama ingin kamu ingat bahwa setiap kali kamu mau sesuatu, kamu harus minta izin dulu, ya? Kalau kamu terus-terusan seperti ini, Mama akan sedih, dan nanti Renjun juga nggak akan dapat jajan lagi.”

Renjun yang sudah mulai mengantuk mengangguk perlahan, merasa sedikit menyesal. “Maaf, Ma… Renjun janji nggak akan nakal lagi.”

Mama tersenyum lembut dan mengecup kening Renjun. “Itu anak Mama yang baik. Kamu janji, ya, selalu jadi anak yang sopan dan menghargai orang lain, terutama kakak-kakakmu.”

Setelah memperingatkan Renjun, Mama beralih ke Minhyung dan Donghyuck, yang tampak mendengarkan dengan serius. “Kalian juga harus ingat, sebagai kakak, kalian punya tanggung jawab untuk memberi contoh yang baik kepada adik kalian. Saling menghargai dan sayang-menyayangi itu penting.”

Ketiga anak itu mengangguk serempak, merasa diingatkan akan pentingnya saling menghormati dalam keluarga.

“Sekarang, bagaimana kalau kita semua tidur bersama di kamar Mama dan Papa malam ini?” tawar Papa sambil mengangkat Renjun yang sudah setengah tertidur.

“Yay!” seru Donghyuck dan Minhyung hampir bersamaan, merasa senang karena bisa tidur bersama. Mereka semua kemudian naik ke kamar Mama dan Papa, siap untuk tidur bersama dalam suasana hangat dan penuh kasih sayang.

Malam itu, Renjun tidur dengan tenang di tengah-tengah orang tua dan kakak-kakaknya, merasakan kehangatan dan perlindungan yang membuatnya merasa aman. Meski hari itu sempat ada sedikit kekesalan, semua itu tertutupi oleh cinta yang selalu ada di antara mereka.

Paracetamol Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang