Di tengah-tengah waktu bermain sore itu, Renjun tiba-tiba menghentikan langkahnya. Sejak tadi pagi, ada satu pikiran yang terus mengganggu benaknya. Dengan raut wajah penuh tekad, dia segera mencari Mama dan Papa yang sedang duduk di teras, menikmati secangkir teh sambil mengawasi Minhyung dan Donghyuck yang sedang bermain bola di halaman.
Renjun mendekat dengan langkah mantap, menarik perhatian orang tuanya. “Mama, Papa,” ucapnya, suaranya terdengar serius, “Renjun mau pelihara kelinci.”
Papa menurunkan cangkirnya, menatap Renjun dengan sedikit heran. “Kelinci, nak? Kenapa tiba-tiba ingin pelihara kelinci?”
Renjun mengangguk dengan semangat. “Renjun lihat di taman waktu kemarin jalan-jalan sama Kak Hyuck. Kelinci itu lucu, Papa, warnanya putih dan telinganya panjang! Renjun mau yang seperti itu di rumah.”
Mama tersenyum lembut, sambil mengusap rambut Renjun. “Tapi sayang, pelihara kelinci itu butuh tanggung jawab. Kamu yakin bisa merawatnya?”
Renjun mengangguk lagi, kali ini lebih yakin. “Bisa, Ma! Renjun janji akan jaga kelincinya, kasih makan, dan main sama dia.”
Donghyuck, yang mendengar pembicaraan itu, mendekat dengan bola di tangannya. “Renjun mau pelihara kelinci? Itu kan lucu banget, Ma, Pa! Bisa nggak kita pelihara satu? Kak Hyuck juga janji bantu jaga.”
Minhyung, yang kini ikut bergabung, menambahkan, “Aku juga bisa bantu, Ma. Nanti kalau kelincinya butuh kandang atau apa, aku bisa buat sendiri.”
Papa dan Mama saling berpandangan, mempertimbangkan permintaan anak-anak mereka. “Hmm, baiklah,” ujar Papa akhirnya. “Tapi ingat, ini tanggung jawab besar. Kalau Renjun benar-benar mau kelinci, kita semua harus sama-sama merawatnya.”
Renjun tersenyum lebar, penuh kegembiraan. “Terima kasih, Papa, Mama! Renjun janji akan sayang sama kelincinya!”
Dengan senyum puas, Renjun berlari kembali ke halaman, bergabung dengan kakak-kakaknya yang sudah mulai membayangkan serunya punya kelinci di rumah.
Ia ingin memastikan bahwa keinginan barunya ini benar-benar diterima oleh seluruh keluarganya.
Setelah berlari kembali ke halaman, Renjun berhenti sejenak dan menatap kakak-kakaknya. “Kak Hyuck, Kak Minhyung, nanti kalau kelinci kita datang, kalian nggak boleh gangguin dia ya!” ucap Renjun dengan nada sedikit khawatir. “Kalian sering isengin Injun, jangan sampai kalian isengin kelincinya juga.”
Donghyuck terkekeh mendengar itu. “Eh, siapa yang suka isengin? Kak Hyuck nggak pernah isengin kok, cuma ngajak main,” jawabnya sambil mengedipkan mata, membuat Renjun semakin waspada.
Minhyung yang mendengar percakapan itu, menepuk kepala Donghyuck dengan lembut. “Sudahlah, Hyuck, kalau Renjun benar-benar sayang sama kelincinya, kita nggak boleh ganggu. Kita harus bantu Renjun jaga kelinci itu.”
Namun, Donghyuck, dengan senyum usilnya, mendekatkan wajahnya ke Renjun. “Tapi kalau kelincinya manis, boleh kan Kak Hyuck peluk-peluk? Kan nanti jadi kelinci kita semua,” katanya, setengah serius setengah bercanda.
Renjun menarik napas panjang, lalu menatap Donghyuck dengan penuh tekad. “Kak Hyuck, kalau peluk-peluk boleh, tapi jangan sampai kelincinya takut ya. Renjun nggak mau kelincinya sedih.”
Melihat betapa seriusnya Renjun, Donghyuck akhirnya mengangguk. “Oke, janji. Kak Hyuck nggak akan ganggu, cuma peluk-peluk aja.”
Merasa sedikit lega, Renjun akhirnya ikut tertawa bersama kakak-kakaknya. Mereka kemudian menghabiskan sore itu dengan berlari-lari di halaman, sambil sesekali berhenti untuk membahas rencana mereka membeli kelinci. Minhyung bahkan mulai memikirkan bagaimana cara membuat kandang yang nyaman, sementara Donghyuck membayangkan betapa lucunya jika kelinci itu nantinya bisa diajak main di taman.
Namun, menjelang malam, saat mereka bersiap-siap masuk ke rumah, Mama tiba-tiba memanggil Renjun. “Renjun, kemari dulu,” katanya dengan nada lembut tapi serius. “Mama ingin bicara sebentar.”
Renjun yang baru saja selesai mencuci tangan, berjalan mendekati Mama dengan rasa penasaran. “Ada apa, Ma?”
Mama menatapnya lembut, tapi ada kekhawatiran di matanya. “Sayang, Mama tahu kamu sangat ingin kelinci. Tapi kamu harus ingat, pelihara binatang bukan hanya soal main-main. Kamu juga harus merawatnya dengan baik. Kalau nanti kamu sudah mulai bosan, kelinci itu tetap butuh kasih sayang dan perhatian. Kamu mengerti?”
Renjun menggigit bibir bawahnya, berpikir sejenak sebelum menjawab. “Renjun ngerti, Ma. Renjun janji nggak akan bosan dan akan sayang terus sama kelincinya.”
Melihat tekad di mata Renjun, Mama akhirnya tersenyum dan mengusap kepalanya. “Mama percaya sama Renjun. Ayo, kita siapkan semuanya agar kelinci kita nanti bisa tinggal dengan nyaman di rumah.”
Renjun mengangguk penuh semangat, lalu segera berlari ke ruang tamu, berencana menggambar kandang kelinci bersama Minhyung. Malam itu, rumah mereka penuh dengan percakapan riang tentang rencana keesokan harinya, membeli kelinci yang akan menjadi anggota baru keluarga mereka.
Dengan semua persiapan dan janji yang sudah diucapkan, Renjun merasa semakin tidak sabar menanti hari esok. Di tengah malam, ketika akhirnya ia berbaring di tempat tidur, pikirannya terus dipenuhi bayangan kelinci putih yang lucu itu. Di sampingnya, Donghyuck menggerutu pelan karena Renjun terus berguling-guling dengan gelisah, tapi ia hanya bisa tersenyum kecil melihat adiknya yang begitu bersemangat.
Malam itu, seluruh keluarga tertidur dengan perasaan bahagia, menantikan hari esok yang penuh dengan petualangan baru bersama kelinci kecil yang akan segera mereka bawa pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paracetamol
FanfictionKeluarga itu ibarat obat Paracetamol, penghilang rasa nyeri dan menyembuhkan demam.