Bab 8 Kotak

4 3 0
                                    

Safa pamit kepada ayah dan bundanya untuk keluar. Safa membutuhkan beberapa kotak untuk merapikan alat tulis dan pernak-perniknya.

Pak Mar dan istrinya mengizinkan dengan syarat diantar sopir, tetapi Safa menolak. Jika tidak diizinkan mengendarai motor atau menyetir, Safa ingin mengojek saja.

"Ojek Safa sudah di depan, Yah. Pamit, ya," ujar Safa.

Safa keluar rumah, di saat bersamaan Irwan masuk ke halaman rumah dengan motornya. Tak ingin ojek menunggu lama, Safa tak menyapa Irwan. Dia terus berjalan hingga depan gerbang.

"Sesuai map, Mas. Males ngarahin jalan," kata Safa sambil memakai helm yang dibawanya sendiri.

Safa sudah siap. Pak ojek pun mulai melajukan motor.

Di toko kado, Safa kalap tanpa memikirkan ongkos untuk pulang. Dia membeli banyak barang. Dua kotak organizer  dan beberapa kaos kaki dengan motif yang berbeda.

Dia keluar setelah membayar. Suasana yang ramai membuatnya tidak nyaman untuk mengirim pesan pada ayahnya. Dia berjalan tak jauh dari toko kado, ada toko yang tutup. Safa memilih duduk di sana untuk mengirim pesan.

Yah, jemput aku di depak toko elektronik, begitu isi pesannya. Untuk lebih memudahkan ayahnya, Safa mengirim lokasi.

Safa menerima balasan pesan. Namun, dia merasa bosan sekaligus kesal. Ayahnya datang lebih lama.

Tin! Tin!

Mendengar klakson, Safa memasang wajah memelas. Dia tak tahu siapa yang ada di dalam mobil. Setelah mendekat, barulah dia mendengar tawa yang memyebalkan baginya.

"Pak Indra,* rengek Safa. Dia membuka pintu sisi mobil untuk penumpang, masuk, dan menutupnya dengan keras.

"Kenapa nggak bisa pulang?" tanya Irwan dengan tawa yang tersisa. Melihat Safa duduk dengan cemberut dan membawa barang belian membuat Safa terlihat imut.

"Aku kalap beli ini, lupa kalau nggak bawa uang lebih, makanya aku telpon Ayah, bukan Pak Indra," kata Safa dengan nada yang ditekan-tekan.

"Emang nggak punya aplikasi ojek online?" tanya Indra.

"Ada. Tapi kan aku pengen dijemput Ayah. Lama nggak jalan sama Ayah," kata Safa. "Ayo, mau pulang nggak?"

"Iya, ayo," jawab Indra dengan sisa senyum. Dia menyetir dengan hati-hati.

"Udah makan belum?" tanya Indra.

Safa menoleh pada Indra, tak menyangka bahwa mobil akan membelok ke kiri, membuat wajah Safa terdorong ke kanan, hampiiir saja menyentuh pipi Irwan jika dia tidak memajukan badannya untuk menghindari.

"Ah, untung aja. Bisa nggak sih, kalau mau belok tuh bilang," omel Safa.

Indra mengangguk.

Gilaaa ... kok aku deg-degan? Ah, pasti karena kaget, batin Safa.

Deg!

Deg!

Deg!

Deg!

"Mau belok," kata Irwan.

"Ha?" Safa terkejut.

"Tadi katanya suruh lapor." Irwan terkekeh, merasa lucu.

Sang jingga beralih peran menjadi gelap. Mobil yang dikemudi Irwan memasuki halaman rumah. Safa langsung turun begitu mobil berhenti.

"Makasih, Pak Irwan," kata Safa sambil berlalu masuk tanpa memperhatikan sekitar.

Irwan pun turun.

"Safa berubah kan ketika di rumah, Pak? Lebih ... mmm?"

"Manja, aneh, lucu," sahut Irwan.

Ketika Cinta Mekar KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang