13. Keyakinan

5 2 0
                                    

UPDATE LAGI NIH
TYPO MASIH BANYAK BERTEBARAN
TOLONG MAKLUM
HAPPY READING!
***

Setelah percakapan di taman, Zara merasa sedikit lega, tetapi ada perasaan yang masih mengganjal di hatinya. Dia sadar, sebagian dari keraguannya bukan hanya tentang masa lalu Gavin, tetapi juga tentang ketakutannya sendiri akan masa depan.

Hari-hari berlalu, dan hubungan mereka terlihat semakin harmonis. Gavin lebih sering menunjukkan perhatian kecil yang membuat Zara tersenyum. Suatu sore, mereka berdua duduk di teras rumah Zara, menikmati secangkir teh hangat.

"Kakak, pernah kepikiran nggak, kenapa kita berdua bisa saling menemukan?" tanya Zara sambil menatap mata Gavin.

Gavin tersenyum lembut. "Mungkin karena semesta nggak tahan lihat kita berdua jalan sendirian. Jadi, dia sengaja bikin kita ketemu, biar dunia ini nggak terlalu sepi."

Zara tertawa kecil, merasa hangat mendengar kata-kata Gavin. "Kakak selalu bisa bikin semuanya terdengar begitu sederhana."

"Sederhana karena Kakak tahu apa yang Kakak rasakan," Gavin membalas dengan tatapan serius. "Kakak nggak mau ada jarak di antara kita, apalagi setelah semua yang sudah kita lalui."

Zara menghela napas, ada keinginan untuk berbicara lebih banyak tentang apa yang dia rasakan. "Kak, aku ingin jujur. Sebenarnya, aku nggak cuma khawatir tentang masa lalu Kakak. Aku juga takut… takut kalau nanti aku yang nggak cukup baik buat Kakak."

Gavin memegang tangan Zara, menggenggamnya erat. "Rara, jangan pernah berpikir seperti itu. Buat Kakak, Rara sudah lebih dari cukup. Malah, Rara adalah alasan kenapa Kakak ingin jadi lebih baik."

Mendengar itu, hati Zara terasa hangat, namun masih ada bayang-bayang ketidakpastian yang menyelimuti pikirannya. "Tapi, Kakak nggak pernah tahu, kan? Apa yang mungkin terjadi di masa depan? Bagaimana kalau aku nggak bisa memenuhi ekspektasi Kakak?"

Gavin tersenyum, kali ini dengan nada bercanda. "Kalau Rara bisa terus senyum kayak sekarang, itu sudah lebih dari cukup buat Kakak. Lagipula, siapa yang butuh ekspektasi kalau kita bisa bikin cerita kita sendiri?"

Zara terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. "Kakak selalu tahu cara buat aku merasa lebih baik, ya?"

"Kakak cuma mau Rara tahu, bahwa kita ini satu. Kita hadapi semua bareng-bareng, nggak peduli apa yang akan terjadi. Rara adalah bagian penting dari hidup Kakak, dan Kakak nggak akan biarkan ketakutan kita menghalangi apa yang bisa kita capai bersama."

****

Suatu sore setelah sekolah, tepat pukul 14.30, Zara keluar dari gerbang sekolah dan melihat Gavin sudah menunggunya di depan gerbang. Gavin tersenyum ceria dan membawa helm di tangannya.

"Hai, Kakak!" sapa Zara dengan semangat.

"Hai, Rara. Kakak bawa kamu ke kafe terdekat. Tempatnya lumayan jauh dari sini, jadi kita naik motor aja ya," jawab Gavin sambil menyerahkan helm pada Zara.

Zara menerima helm itu, sedikit terkejut. "Oke, Kak!"

Mereka segera naik motor dan melaju menuju kafe yang berada sekitar 10-15 menit dari sekolah. Selama perjalanan, suasana terasa ceria. Mereka banyak tertawa dan bercanda, suara bising jalan membuat Zara kadang hanya bisa menjawab dengan kata "hah" sambil tertawa. Gavin sesekali menoleh, senyum di wajahnya menunjukkan betapa bahagianya dia bisa bersama Zara.

Begitu mereka tiba di kafe, suasana tenang dan nyaman langsung menyambut mereka. Kafe itu memiliki dekorasi yang sederhana namun menyenangkan, dengan meja-meja kayu dan lampu-lampu lembut yang menciptakan atmosfer yang hangat.

Setelah mereka duduk di meja pojok yang agak tersembunyi, Gavin mulai membuka percakapan. Mereka memesan minuman hangat dan beberapa makanan ringan untuk menemani obrolan mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Briefly and Eternally (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang