05. Lambat tapi pasti

9 4 2
                                    

UPDATE LAGI NIH
TYPO MASIH BANYAK BERTEBARAN
TOLONG MAKLUM
HAPPY READING!
***

Setelah akhirnya membalas pesan Gavin, Zara merasa sedikit lega. Seperti beban yang sedikit terangkat dari pundaknya, meski hanya sedikit. Hari-hari berikutnya di sekolah berjalan seperti biasa, dengan rutinitas yang hampir tidak berubah. Namun, ada sesuatu yang berbeda di dalam dirinya. Sebuah tekad kecil untuk mencoba memperbaiki keadaan, meski langkah-langkah yang diambilnya terasa berat dan lambat.

Di sekolah, Zara masih berhadapan dengan situasi yang sulit. Melihat Ashlan dan Aubrey bersama setiap hari seperti duri di dalam daging. Tapi sekarang, ada sesuatu yang membuatnya sedikit lebih kuat yaitu rasa ingin lepas dari bayang-bayang masa lalu yang selama ini menghantui.

Seyna, yang sudah lama menjadi sahabat Zara, juga merasakan perubahan ini. Suatu sore setelah pulang sekolah, mereka memutuskan untuk nongkrong di kafe kecil di dekat sekolah. Sambil menikmati segelas matcha, Seyna memulai pembicaraan.

"Za, gue liat lo udah mulai baikan belakangan ini. Apa lo udah mulai merasa lebih baik dari sebelumnya?" tanya Seyna dengan nada yang hati-hati.

Zara mengangguk pelan. "Mungkin sedikit. Gue udah mulai terima keadaan, meskipun masih sulit. Dan gue juga udah mulai ngobrol sama Gavin."

Seyna tersenyum lebar mendengar hal itu. "Wah, bagus! Gue yakin dia anak baik. Lo gak perlu buru-buru, pelan-pelan aja. Yang penting lo merasa nyaman."

Zara mengangguk lagi, merasa berterima kasih atas dukungan Seyna. "Gue juga masih nggak yakin mau apa dari pertemanan ini. Gue cuma butuh seseorang yang bisa diajak ngobrol tanpa ada tekanan."

"Dan itu bukan hal yang salah, Za. Setiap orang butuh waktu untuk sembuh. Lo gak perlu memaksa diri lo buat move on dengan cepat."

Obrolan mereka berlanjut dengan topik-topik ringan, dari pelajaran sekolah, rencana akhir pekan, hingga game baru yang sedang dimainkan Seyna. Suasana hati Zara mulai membaik seiring dengan percakapan yang mengalir.

Beberapa hari kemudian, Gavin kembali mengirimkan pesan di Instagram. Mereka mulai berbicara lebih sering, membahas buku, musik, dan film yang mereka suka. Zara merasa nyaman berbicara dengan Gavin. Dia mendengarkan tanpa menilai, dan tidak pernah memaksa Zara untuk bercerita lebih dari yang ingin dia bagi.

Pada satu malam, setelah hari yang melelahkan di sekolah, Zara dan Gavin terlibat dalam percakapan yang mendalam. Gavin bertanya tentang alasan Zara mulai tertarik dengan dunia tulis-menulis.

"Gue nulis buat pelarian," jawab Zara dengan jujur. "Kadang, ketika gue gak bisa ngungkapin apa yang gue rasain, nulis jadi satu-satunya cara buat gue lega."

Gavin merespon dengan pemahaman. "Gue ngerti, nulis bisa jadi tempat lo buat ngeluarin semua unek-unek tanpa ada yang ganggu. Gue juga suka nulis, meskipun gak se-serius lo."

Dari percakapan itu, Zara merasakan ada kehangatan baru di dalam dirinya. Gavin tidak mencoba menggantikan posisi Ashlan, tapi dia menjadi teman baru yang bisa Zara andalkan untuk hal-hal yang selama ini hanya dia simpan sendiri. Obrolan mereka semakin intens, tapi Zara tetap berhati-hati. Dia tahu bahwa hati yang terluka butuh waktu untuk sembuh, dan Gavin sepertinya memahami itu.

Di sekolah, Zara mulai menunjukkan perubahan. Meskipun masih sulit berhadapan dengan Ashlan setiap hari, perasaannya tidak lagi sekuat dulu. Ashlan tetap sosok yang berarti dalam hidupnya, tetapi dia mulai menerima bahwa mereka bukan lagi pasangan, melainkan dua orang yang menjalani jalan yang berbeda.

Pada hari minggu, Zara dan Seyna akhirnya menonton film yang sudah lama mereka rencanakan. Mereka tertawa, bercanda, dan menikmati kebersamaan tanpa ada beban di antara mereka. Zara merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Seyna yang selalu ada di sisinya, meskipun terkadang caranya sedikit menyebalkan.

Briefly and Eternally (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang