Marah

71 5 0
                                    












"Arvel... Ihh kok aku ditinggal sih?" Seorang cowok manis dan imut itu terlihat mengejar Arvel. Dia memegangi lengan Arvel dengan erat.

"Apa lagi sih yang lo mau?!" Arvel berbicara dengan keras dan bahkan hampir seperti membentak.

"Kenapa sih kamu selalu menghindar dari aku? Apa salah aku ke kamu?!" Tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Lo stop ngejar gue! Karna sampai kapanpun, gue gak akan pernah suka sama lo! Gue jijik sama lo!!" Arvel mendorong tubuh cowok itu sampai terjatuh ke lantai. Tapi Arvel tidak merasa bersalah sama sekali dan berlalu begitu saja.

Cowok itu pun mulai menitikkan air matanya.

Tiba tiba, Kiehl dan Alta pun menghampiri cowok itu. Alta menjambak tambut cowok itu dengan kuat. Cowok itu meringis dan memberontak.

"Apa apaan sih kalian?!" Ucapnya dengan marah sambil menatap Alta dengan tatapan tajam.

"Lo yang apa apaan?!! Berhenti gangguin Arvel! Dia itu gak bakalan bisa jadi milik lo! Karna Arvel udah suka sama seseorang!!" Ucap Alta dengan keras.

"Nggak! Dia harus jadi milik aku!! Siapa yang disukai Arvel?!!!"

"Lo mau tau siapa?" Mendengar pertanyaan Kiehl pun cowok manis itu mengangguk.

"Zenan." Setelah mengatakan itu, Kiehl dan Alta pun pergi menyusul Arvel.

"Zenan? Awas aja, aku bakalan singkirin dia." Cowok manis itu pun pergi dari sana.










"Woy!" Zenan yang merasa terpanggil pun menolehkan kepalanya menatap ke asal suara.

"Yaa? Kenapa?" Tanya Zenan dengan ramah meskipun dia tahu, orang yang ada di hadapannya saat ini itu sedang terlihat marah.

"Lo ngapain deketin Arvel?! Dia itu punya gue!!"

Mendengar hal itu, Zenan pun mengernyitkan dahinya dan menatap bingung cowok di hadapannya itu.

"Maaf? Maksudnya apa ya?"

"Lo nggak usah sok pura-pura nggak tau deh! Gue tau, lo pasti suka sama Arvel kan?! Cihh padahal udah selalu dibully sama dia!!" Dia tampak sangat marah, bahkan wajah putihnya itu sampai terlihat merah.

"Kamu salah paham, Vanza . Aku nggak pernah suka sama Arvel." Cowok yang di panggil Vanza itupun, mengacungkan jari telunjuknya ke arah Zenan.

"Halahh..., nggak usah ngelak deh!" Vanza menarik tangan Zenan dengan keras keluar dari kelas.

Arvel yang tidak sengaja melihatnya saat sedang lewat pun menghampiri Zenan dan Vanza. Arvel melepaskan genggaman Vanza dari pergelangan tangan Zenan. Dia menarik Zenan kebelakang tubuhnya.

"Lo apa apaan?!" Arvel berbicara dengan keras dan terlihat marah.

"Aku cuma mau ngasih dia pelajaran! Biar dia nggak deket deket sama kamu lagi!" Vanza juga berbicara dengan keras.

"Lo nggak usah nyari masalah deh!"

"Aku nggak nyari masalah kok!" Vanza menatap Zenan dengan tajam dan berusaha untuk meraih tangannya kembali. Namun, Zenan segera bersembunyi dibelakang tubuh Arvel.

Arvel yang semakin emosi pun menarik tangan Vanza kemudian mendorongnya menjauh dari dia dan Zenan. Saat hampir terjatuh, ada seseorang yang memegang tubuh Vanza.

"Woy... kalem dong, jangan kasar." Agatha menatap Arvel dengan tatapan tajam.

"Lo mending gak usah ikut campur." Arvel menatap Agatha dengan tatapan tajam.

Vanza melepaskan pegangan tangan Agatha pada lengannya. Kemudian menatap Agatha dengan tatapan tajam.

"Ngapain sih lo sentuh sentuh gue?!"
Bukannya berterima kasih karena sudah ditolong, Vanza malah marah marah.

"Udah ditolongin juga, bukannya bilang makasih malah marah."

Vanza tidak menjawab lagi dan langsung berlari pergi entah kemana. Vanza menabrak bahu Agatha dengan keras. Agatha mengacungkan jari tengahnya ke arah punggung Vanza kemudian menatap Zenan yang ada dibelakang Arvel.

"Arvel, lo apain Zenan lagi?!" Agatha kembali menatap Arvel dengan tatapan tajam. Dia menarik tangan Zenan yang ada di belakang Arvel agar berdiri di sisinya.

"Mending dia udah gue tolongin." Jawab Arvel dengan santai dan bersedekap dada.

"Halahh.... bohong aja lo bisanya." Agatha tampak masih tidak percaya dan menatap Arvel dengan skeptis.

"Udah, Arvel bener kok. Dia tadi nolongin aku."

"Nolong dari apaan?" Tanya Agatha bingung.

"Tadi si Vanza nyeret aku gak tau mau kemana. Terus tiba-tiba ada Arvel yang bantuin."

Mendengar penjelasan Zenan membuat Agatha heran. Dia menatap Arvel dengan tatapan penuh rasa curiga. Menatap Arvel dari atas sampai bawah.

"Napa natap gue kayak gitu? Naksir lo?"

Mendengar perkataan Arvel membuat Agatha bergidik ngeri. Dia pun memasang raut wajah jijik sambil menyengir.

"Dih ogah gue belok!" Agatha mengacungkan jari tengahnya kemudian mengajak Zenan pergi.




Saat pulang sekolah, Zania, Zenan, Agatha dan juga Levan sedang berada di tempat parkir.

"Nungguin siapa?" Tanya Zania pada Levan.

"Nungguin Arvel." Jawab Levan sambil mengedarkan pandangannya. Zania pun ikut mengedarkan pandangan mencari keberadaan Arvel.

Tak lama kemudian Arvel pun terlihat berjalan menghampiri mereka semua.

"Darimana aja? Lama amat." Tanya Levan sambil menatap Arvel dengan tatapan sinis.

"Piket." Jawab Arvel singkat.

"Zen." Ucap Arvel pada Zenan.

"I-iyaa? Kenapa?" Zenan terlihat takut dan tegang saat namanyaa di panggil oleh Arvel.

Zania dan Agatha tampak sudah was-was dengan Arvel. Takutnya tiba-tiba saja gadis itu akan melukai Zenan lagi seperti dulu.

Tanpa mengatakan apapun terlebih dahulu, Arvel langsung menarik tangan Zenan menuju ke motornya.

"Woy adek gue mau lo bawa kemana?!" Teriak Zania dengan keras. Membuat Levan dan Agatha yang berada dekat dengannya meringis.

"Pinjem sebentar."

Arvel menaiki motornya dan memakai helm. Zenan hanya diam dan menundukkan kepalanya. Dia masih merasa takut dan khawatir. Dia takut kalau Arvel akan melakukan sesuatu padanya.

"Naik." Perkataan singkat dari Arvel membuat Zenan sedikit tersentak. Tanpa banyak bicara, Zenan langsung naik ke jok belakang motor Arvel.

"Pakai helm nya." Arvel menyodorkan sebuah helm kepada Zenan. Zenan pun menerimanya dan memakaikan nya di kepala. Tapi, Zenan terlihat kesusahan saat akan mengandungnya. Karena tangannya lumayan bergetar dan dia sangat gugup.

Arvel yang menyadari hal itu pun tanpa disadari dia tersenyum kecil. Melihat wajah imut Zenan yang terlihat ada ketakutan bercampur kesal.

"Bisa nggak?" Saat berbalik dan bertanya. Arvel sudah mendatarkan wajahnya kembali. Zenan hanya menggeleng pelan dengan mata yang tampak sedikit berkaca-kaca.

Arvel memutar tubuhnya ke arah Zenan kemudian memasangkan kancing helm yang Zenan pakai. Zenan mengamati wajah Arvel yang menurutnya itu cantik. Walaupun terlihat dingin dan cuek.

Saat Arvel selesai memasangkan kancing helmnya, Zenan segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Arvel sebenarnya menyadari bahwa sedari tadi Zenan mengamatinya. Tapi dia hanya tetap diam kemudian menghidupkan mesin motornya dan melaju kekuar dari lingkungan sekolah.



















Bersambung........

Hehe... Udah lama nggak update yaaa...

𝕄𝕚𝕟𝕖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang