Kesalahan

9 2 0
                                    

"Eh?" Kepalaku menengadah menatap makhluk yang lebih tinggi dariku itu. A, ternyata dia sudah kembali.

"Kay, berhenti menjahilinya!" pintanya saat melihat keadaan Henry yang sudah berantakan.

Aku hanya menaikkan kedua bahu menanggapi ucapannya sebelum akhirnya menyambar sekantong belanjaan yang disodorkan Adam padaku. Baiklah, biarkan saja Adam menangini sisanya. Aku segera beranjak memeriksa bekanjaannya.

"Kau baik-baik saja, Hen?" Adam memberikan kertas-kertas yang aku ambil pada Henry.

Lelaki itu menerimanya dengan wajah yang lega. Dia membenarkan kacamatanya yang hampir terjatuh dari pangkal hidung. "Untung saja kau datang tepat waktu, Master."

Padahal sedikit lagi aku mengetahui maksudnya datang ke sini. Menyebalkan! Awas saja kau Henry. Kau lepas kali ini, tapi tidak dengan lain waktu.

"Maaf, ya! Kau jadi melihat kekacauan ini." Adam kembali mempersilakan Haelyn untuk duduk kembali. Kali ini sang tuan rumahlah yang menjamunya. Perempuan itu terlihat sungkan pada Adam.

Secara penampilan dan tutur, Adam memang lebih baik dariku. Itu kenapa dia bisa mengenal banyak orang. Seperti Haelyn dan Henry contohnya. Aku? Tidak termasuk kerahan.

"Tidak usah sungut-sungut begitu!" Adam berujar setengah tertawa melihat ekspresiku sembari membawa nampan yang berisi minuman dan beberapa camilan. Aku tidak terlalu menghiraukan sindirannya. Lagi pula, ekspresiku memang seperti ini saat tidak ada hal yang menarik. Seperti tidak biasa saja!

Jamuannya sudah tertata di meja. Kini aku ikut mengambil posisi duduk pada sofa tunggal yang tersisa. Tidak ada bincangan sampai aku benar-benar duduk.

"Jadi, apa tujuan dari berkumpulnya kami di sini?"

Arah pandang kami langsung tertuju pada satu orang. Adam mengangkat wajahnya yang sedikit dia tundukkan sejak tadi. Kali ini dia menatapku. "Kau pasti tau, Kay. Tidak perlu mengulang apa yang harus dibahas, kan?"

Aku mengela napas sejenak. "Jadi, masih dengan pembahasan anak yang aku coba bantu beberapa waktu lalu?" Adam mengangguk.

"Akan aku jelaskan apa yang aku dapat dalam beberapa waktu terakhir." Henry meletakkan beberapa kertas di atas meja. "Mr. Adam dengar dari cliennya kalau Ibu dari anak bernama Iara Arcelin _korban tembakan dua hari lalu_ menaikkan kematian anak ke kepolisian untuk diselidiki. Dari data-data yang sudah terkumpul, Ayahnya sang anak _Brive Arcelin_ dicurigai sebagai tersangka. Selain itu ..." Henry menjeda ucapanya. Tidak hanya aku. Adam dan Haelyn menyimak apa yang akan diungkapkan oleh pria berkacamata ini.

"Nama Kayda juga turut masuk dalam daftar orang yang dapat dijadikan tersangka."

Aku menatap Henry dengan kedipan sangat pelan. Sunyi. Setelah kalimat terakhirnya, tak ada yang bersuara. Sepertinya mereka menunggu responku.

"Apa tuduhannya?" Aku akhirnya mengerti kenapa Adam memintaku datang. Apa dia mengkhawatirkan aku? Bukan seperti dia.

"Kekeliruan penanganan pertama pada korban luka tembak yang berakibat pada kematian anak itu." Henry menjawab singkat.

Aku mengela napas lagi. Kali ini benar-benar terasa berat. Aku mencoba mengingat-ingat kembali, apakah yang aku lakukan malam itu ada kesalahan?

"Ibu anak itu ingin menuntut Kayda juga?" Haelyn mengulang maksud dari perkataan Henry.

"Benar."

"Sepertinya, Ibu anak tersebut ingin menyangkutkan seseorang sebagai terssangka atas kematian anaknya." Adam sudah kembali menatap arah kertas-kertas yang ada di meja.

Jika aku benar-benar melakukan kesalahan pada malam itu, aku yakin Mia akan memberitahuku saat itu. Ini mencurigakan. Kenapa malah aku yang terjerat?

"Apa kau sudah menerima surat panggilan?" tanya Adam membuatku mengangkat wajah.

"Belum."

"Surat belum bisa diturunkan kalau tidak ada bukti dan saksi." Henry terlihat mencari kata yang dapat terdengar melegakan. Tapi, itu akan berpengaruh padauk.

"Kalau begitu, bagaimana dengan Brive Arcelin? Bukankah dia sudah sempat ditahan?" Ah, benar. Haelyn sempat membahas itu tadi.

"Brive tidak berbicara dan bahkan mengatakan apa pun sejak mendapat kabar kematian putrinya. Pernagkapannya juga belum terlalu jelas tuduhannya. Dia sempat menghubungi sang putri dan akan bertemu saat malam kejadian itu. Sejak bercerai, Brive tidak pernah bisa menemui putrinya karena mantan istrinya membawa anak itu ke London. Mendapat kabar anaknya kembali Seaside, mereka merencanakan pertemuan secara diam-diam. Itu sebabnya dia memesan penginapan di Elmer Group secara privat melalui Ms. Haelyn."

***

Kaar_09/05-24

CornerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang