Suara tawa pria itu menggema akibat gang sempit yang dihimpit bangunan-bangunan tinggi. Aku bisa merasakan aura tak mengenakan hanya dengan bertatapan dengannya. Dia berubah 180 derajat saat keluar dari Café. Ya, sudah pasti. Di sini dia tidak perlu lagi berpura-pura. Dia melepas kacamata yang setia bertengger di pangkal hidung dan melemparnya asal.
"Sepertinya aku terlalu baik membiarkanmu mengungkap semua ini." Pria itu melangkah mendekat. Reflek tubuhku melangkah mundur. Ah, sepertinya feelingku salah memergokinya di sini. Atau dia dengaja menjebakku dengan memilih jalan ini?
Aku berkali-kali menghintung batas kemampuan bekelahiku. Sepertinya tidak memadai untuk melawannya. Bolehkah aku menyesal sekarang karena tidak menurut apa kata Adam?
Satu Langkah lagi pria itu mendekat, aku segera balik kanan dan mencoba lari menuju keramaian. Minimal bisa keluar dari gang ini. Namun, baru saja aku mengayunkan beberapa langka, pria itu sudah membawa dirinya parkour menghadangku.
Aku melangkah mundur saat ia hendak meraih leherku. Demi bonsai pohon ek, aku mengumpat dalam hati. Tidak bisakah kami tidak perlu bertarung? Aku tidak yakin bisa bertahan sampai Adam sampai ke sini.
Gerakan pria itu semakin cepat saat dalam gerakan sebelumnya aku bisa menghindar. Benar saja. Saat aku masih mencoba menahan pukulan kanannya, hantaman tangan kirinya sudah kembali menghantam. Aku terlambat menangkis. Belum genap rasa sakit dari pukulannya terasa, hantaman berikutnya beruntun mendarat dari lututnya menghantam perut dan tengkukku.
Akh, tubuhku seketika berat. Rasa sakitnya menjalar dan membuat pandanganku buram. Pria itu berjongkok di hadapanku.
"Kau dalah memilih lawan, Nona. Seharusnya kau cukup diam dan menikmati pertunjukan yang sudah aku buat. Dan kau, hanya perlu memerankan sedikit bagianmu."
Aku tidak bisa mendengar perkataannya. Tubuhku mulai terasa ringan dan semua mejadi gelap.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Corner
General FictionHari itu, sudah kesekian kalinya Adam membujuk Kay untuk keluar kamar. Akhirnya membuahkan hasil. Tetapi, siapa sangka itu malah membuat Kay terseret sebuah kasus di sebuah simpang jalan. "Kenapa rasanya ada yang janggal, ya?"