Hari kembali berlalu. Aku mematung di depan meja, menatap laptop yang menyala. Monitor menampilkan Kumpulan gambar yang aku ambil pada beberapa waktu lalu. Memilah-milah dan menjadikannya satu file sesuai katageori.
Satu panggilan tak terjawab. Ponselku kembali berdering. Panggilan berikutnya tak kunjung aku angkat. Entah sudah ke berapa kalinya ponsel itu berdering. Kepalaku seolah kosong tanpa berniat memikirkan apa pun. Aku mengembuskan napas untuk kesekian kalinya. Melirik ponsel, membaca nama yang tertera di sana, dan membiarkannya tak terjawab lagi.
Saat ini, aku benar-benar tidak ingin di ganggu. Aku menatap keluar jendela yang posisinya tepat di depan meja kerjaku. Sudutnya di lapisi kaca tebal dengan frame kayu jati yang indah. Aku menempelkan kepalaku pada kaca dengan pandangan yang masih memandang keluar. Pohon terembesi, taman kecil, trotoar, jalanan, pertokoan, dan bahkan sebuah tiang lampu yang menjadi titik kejadian beberapa waktu lalu dapat aku lihat dari sini.
Ternyata, dari titik ini aku bisa melihat semua kejadian apa pun yang terjadi di bawah sana. Kepalaku kembali memberat. Ingatan semalam membuat aku tak lagi niat melakukan apa pun.
***
Setelah berbicang cukup lama dengan Ny. Daisy. Aku memutukan kembali setelah membantu teman bicaraku itu menyeberang jalan. Kemudiam memperhatikan tubuhnya lenyap saat memasuki sebuah bangunan. Ternyata rumahnya tergolong dekat. Bahkan masih terlihat dari sini.
Langkahku terhenti saat melihat seseorang yang pasti di kenal hampir semua orang di Kota ini. Ia seorang wanita dengan setelan blazer ringan yang ia gulung lengannya hingga ke siku dan celana kain berwarna terang. Terlihat casual dan sangat cocok dengannya. Ia menatap dalam pintu apartemenku. Dan dalam beberapa saat kemudian, pandangannya beralih padaku. Ia tersenyum dan itu malah membuatku terpaku cukup lama.
"Hallo, Nn. Kayda!"
***
Aku meletakkan secangkir teh, "Silakan, Ny. Rose!" Dengan sopan, aku mempersilakannya untuk menikmati the tersebut. Aku segera mengambil posisi duduk tepat di sofa tunggal pada sisi meja.
"Terima kasih."
Ny, Rose menegak teh tersebut dan mengerjap pelan. "Em, ternyata Anda pecinta teh juga, ya?"
Aku mengangguk sekali. "Benar. Saya harap Anda suka dengan tehnya."
"Tentu. Ini salah satu teh favoritku." Ny. Rose kembali meletakkan cangkir teh pada tatakannya. Aku masih senang memperhatikannya yang terlihat sangat anggun dan menawan.
Ia menatapku balik dengan pandangan yang seolah mengenalku begitu dalam. Aku sendiri mulai bertanya-tanya akan banyak hal yang hanya terekam oleh kepalaku. Aku tidak berani mengatakannya. Meskipun selama ini aku selalu bersikap sesuka hati, akan ada masanya aku bisa bertingkah sopan seperti saat ini.
"Aku yakin, Anda pasti bertanya-tanya kenapa dan ada perlu apa saya datang ke sini. Serta bagaimana saya bisa tau kediaman Anda." Aku hanya diam memerhatikan. "Mungkin Anda mengenal saya. Tapi, akan saya kembali. Saya Rose Claudie. Ibu dari anak yang Anda bantu beberapa waktu lalu."
Aku mengangguk. Ya, aku kenal benar siapa dia. "Saya turut berduka atas kepergian putri Anda. Saya juga meminta maaf karena tidak bisa membantu banyak saat itu."
"Pasti Anda juga tau maksud kedatanganku ke sini?"
Kali ini aku menggeleng pelan. "Saya tidak tahu apa maksud kedatangan Anda, Ny. Rose. Tapi, saya yakin akan satu hal. Pasti ada kaitannya dengan kepergian putri Anda."
"Benar." Ny. Rose menjawab lugas. "Aku ingin memastikan, apakah yang Anda lakukan pada anakku benar-benar penanganan yang tepat?"
"Mungkin saya tidak terlihat memiliki latar bekang medis yang mumpuni. Tapi, hingga akhir tahun lalu saya masih ikut dalam kegiatan penanganan kecelakaan dan social medis lainnya."
"Tapi, apakah Anda tau. Anakku juga memiliki penyakit bawaan?"
Tubuhku seketika membeku setelah mendengar perkataan Ny. Rose. Sekarang aku bisa membaca kemana maksud pembicaraannya. Inilah kenapa kasusnya bisa diterima oleh kepolisian.
"Tidak. Ny. Rose."
Ny. Rose menyandarkan tubuhnya. "Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini, tapi dengan melihat Anda secara langsung. Aku jadi memiliki perspektif sendiri. Semoga penyelidikannya segera selesai dan semoga Anda tidak terkait di dalamnya."
***
Aku mengembuskan napas pada kaca di depanku, menghasilkan uang yang menempel di sana. Kepalaku terasa berputar setiap menatap ke bawah sana. Tapi, malah menjadi candu saat kembali membayangkan keindahan kota ini pada malam harinya.
"Jika itu benar ..." Gumamanku memantuk dari kaca.
Jika itu benar, bagaimana keadaanku selanjutnya?
***
Kaar_09/12-24
KAMU SEDANG MEMBACA
Corner
General FictionHari itu, sudah kesekian kalinya Adam membujuk Kay untuk keluar kamar. Akhirnya membuahkan hasil. Tetapi, siapa sangka itu malah membuat Kay terseret sebuah kasus di sebuah simpang jalan. "Kenapa rasanya ada yang janggal, ya?"