𝘾𝙝𝙖𝙥 1 :: Aku Punya Harapan

181 18 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Satu - satunya tempat yang menjadi zona nyaman adalah kamar. Kamar adalag tempat dimana kita bisa menjadi diri sendiri. Tak ada orang lain mengusik, apalagi mengacau.

Nada - nada indah terdengar apabila seseorang memetik alat musik itu. Kalian tau kalimba? Yap, Alat musik tradisional negara Zimbabwe yang terdiri dari papan kayu yang dipasangi gigi - gigi logam, dimainkan dengan memegang alat musik di tangan dan memetik gigi - giginya dengan ibu jari. Tak banyak orang tau bahwa Ice menyukai alat musik itu sedari dini, dikarenakan Ice selalu memainkannya waktu ia sendiri.

Kesendirian ini lah yang menjadi ketenangan oleh sebagian introvert.

Ice sendiri sudah mulai jenuh, ia memutuskan untuk menghentikan kegiatannya dalam bermain kalimba. Perutnya mengirim signal alarm saatnya makan. Ice menggerutu sendiri saat perutnya butuh asupan. Pasalnya, ia tak ingin bertemu kakak atau orang tuanya saat ini.

Daripada Ice mati konyol, ia pergi keluar kamar alias keluar dari zona nyaman. Kakinya melangkah ke anak tangga pertama dan seterusnya sampai habis.

Netranya tak sengaja menangkap sang kakak─Callista─sedang berciuman mesra dengan pacarnya, dengan posisi sang kakak duduk di atas meja. Jika saja ia seorang peramal masa depan, ia lebih baik kelaparan dulu selama beberapa menit dalam kamarnya. Tak banyak waktu Ice disana, ia segera mengambil lauk pauk dan nasi lalu pergi ke kamar. Terkesan membiarkan kakaknya menjadi wanita murahan.

Dalam hati Ice, sebenarnya ia benar - benar sakit melihat kakak perempuannya seperti itu. Ia merasa gagal menjadi anak laki - laki satu - satunya di keluarga, tak bisa mencegah hal seperti itu terjadi. Namun ia juga tidak diajarkan untuk bertindak sesuka hati, sehingga apapun yang ingin ia lakukan tertahan oleh rasa takut.

Hampa. Pikirannya kacau.

Sesuap nasi terus masuk dalam jangka beberapa saat. Sunyi, itu yang Ice dengarkan saat ini. Mungkin sedikit desahan dari kakaknya juga terdengar, hatinya terasa sakit kembali seperti sebelumnya. Ia tak bisa melakukan apa - apa sama sekali.

Tanpa sadar, satu tetes air mata terjatuh mengenai piring yang telah kosong. Piring itu seakan di lap sampai bersih kembali.

Sampai suara tangisan seorang balita terdengar, Ice mengusap air matanya sampai hilang. Ia bergegas pergi ke kamar adiknya, tak lupa mencuci tangan terlebih dahulu di kamar mandi atas. Ice menggendong adiknya─Balerie─upaya menenangkannya. Balerie segera tenang dengan cepat setelah digendong oleh Ice. Memang kedekatan Ice dan Balerie tak bisa dipisahkan. Tak lupa Ice selalu mewanti - wanti Balerie agar tak seperti kakak mereka.

Beranjak DewasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang