Pagi itu, seperti biasa, kosan sudah mulai ramai. Jeevan masih terlihat setengah mengantuk ketika turun dari kamarnya. Di meja makan, Nachel sudah menyiapkan sarapan, sambil sesekali menyuruh Fiona dan Malvian untuk segera menyelesaikan tugas mencuci piring. Fiona, yang tidak mau kalah, mulai berdebat dengan Malvian soal giliran cuci piring.
"Lo aja, Mal! Kemarin gue udah cuci!" seru Fiona sambil melotot ke arah adiknya.
"Ya tapi gue juga udah nyapu kosan! Gak bisa gitu dong, harus adil!" jawab Malvian dengan nada sedikit kesal.
Nachel hanya menghela napas sambil terus menyiapkan kopi untuk penghuni kosan lainnya. Di sudut meja makan, Rai duduk diam sambil menatap layar laptopnya. Dia tidak banyak bicara, hanya sesekali mengangguk sebagai tanda mendengar ketika Nachel menaruh secangkir kopi di depannya.
"Ada masalah sama website klien, Bang?" tanya Adit sambil menguap besar, duduk di kursi sebelah Rai.
"Enggak, cuma mau ngecek lagi sebelum gue kirim ke klien," jawab Rai singkat, tetap fokus pada layar laptop.
Adit menatap Rai beberapa detik, seolah menyadari ada sesuatu yang berbeda dari pria yang biasanya tenang itu. "Lo nggak kelihatan baik-baik aja, Bang. Udah beberapa hari begadang, ya? Kelihatan capek."
Rai mengangkat bahu, "Biasa, deadline. Lagi padat banget sekarang. Tapi gak masalah kok, masih bisa di-handle."
Adit mengangguk pelan, meski dari raut wajahnya, dia tahu Rai sedang tidak sebaik itu. Namun, Adit tidak ingin memaksakan percakapan lebih lanjut. Dia paham, Rai adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak membagikan perasaannya. Biasanya, kalau sudah terlalu penuh, baru Rai akan bicara—itu pun hanya kepada orang-orang terdekatnya.
Di seberang meja, Jeevan akhirnya duduk dengan mata masih sedikit sayu. "Pagi semua," katanya dengan suara serak.
"Pagi, Jae," balas Nachel sambil tersenyum. "Sarapan, jangan lupa."
Jeevan hanya mengangguk, membuka bungkus roti dan menggigitnya perlahan. Dia lalu melirik ke arah Rai yang masih fokus pada laptop. "Bang, lo nggak bosan apa ngerjain coding mulu?"
Rai menoleh sebentar, tersenyum tipis. "Kadang bosan, tapi ya gimana, udah jadi kerjaan."
Jeevan tertawa kecil. "Makanya, Bang. Lo mesti jalan-jalan sekali-kali, biar otak lo nggak kebakar gara-gara coding terus."
Rai kembali mengalihkan perhatian ke layar laptopnya tanpa berkata apa-apa. Di dalam hatinya, dia tahu Jeevan benar. Sudah terlalu lama dia terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang membuatnya lelah, baik secara fisik maupun mental. Namun, Rai bukan tipe orang yang mudah menyerah. Selama pekerjaannya belum selesai, dia akan terus maju, meski tubuh dan pikirannya sudah mulai menolak.
***
Malam itu, setelah seharian bekerja, Rai duduk sendirian di ruang tamu kosan. Penghuni lainnya sudah masuk ke kamar masing-masing, bersiap untuk tidur. Hanya Aldo yang masih di luar, baru pulang dari kampus setelah mengikuti kelas malam.
"Bang, lo belum tidur?" tanya Aldo sambil menaruh tasnya di sofa.
Rai menggeleng, "Belum. Lagi nyari inspirasi buat nyelesain masalah di coding gue."
Aldo duduk di sebelah Rai dan menatapnya dengan ekspresi khawatir. "Bang, lo udah kelihatan capek banget. Apa nggak sebaiknya lo istirahat dulu? Biar nanti otak lo lebih fresh."
Rai mendesah pelan. "Gue udah coba tidur, tapi gak bisa. Otak gue masih muter terus mikirin kerjaan. Ini deadline gede, Al. Gue gak bisa santai."
Aldo menyandarkan punggungnya ke sofa. "Gue paham, Bang. Tapi lo juga manusia. Ada batasnya. Lo butuh istirahat, apalagi kalau kerjaan udah bikin lo nggak tenang gini."

KAMU SEDANG MEMBACA
De Nobis
Fanfiction"Pertemuan kita tak terduga, namun dari momen itu, tercipta sebuah keluarga yang tak ternilai harganya."