#2 - Rasa Tak Berbalas

32 8 0
                                    

Kami memutuskan untuk tinggal di kota kecil, dengan biaya sewa yang tidak terlalu mahal menggunakan sisa tabungan bersama. Edward dan aku juga mulai menata karir dan kehidupan baru dalam rumah tangga. Jika aku mengingat perjuangan kami berdua untuk memiliki hidup bahagia setelah menikah, itu membuatku ingin mempertahankan hubungan ini.

Edward nampak selalu bersikap acuh. Dia masih saja diam sambil menatap ponsel. Aku duduk disamping tempat tidur dengan menghadap ke arahnya sebari meminta perhatian.

Seperti biasa, siapapun yang memulai pertengkaran, harus aku yang meminta maaf duluan. Aku tidak mau berlarut dalam emosi hingga merenggangkan hubungan kami. Kini, aku membawakan soup baru yang hampir dingin.

Edward sudah mendiamiku selama 3 jam. Jadi, mau tidak mau aku harus mengalah dan memperbaiki komunikasi kami lagi. Aku tidak mau wanita bernama Laras itu, mengubah pandangan Edward terhadapku, aku harus bertahan dan fokus menata masa depan.

"Sayang, aku salah. Maafkan aku kali ini ya." Pintaku kepada pria yang sudah mengenakan kaos lengan panjang berwarna putih.

Dia tetap diam menghiraukanku, jemarinya sibuk mengetik di layar smartphone dengan serius, seperti tidak menganggapku berada disisi samping kasur.

Aku berinisiatif mengarahkan mangkuk ke samping kanan sebari menyendokkan kuah soup.

"Makanlah dulu, jangan begini. Nanti kamu sakit." Tanganku bergerak perlahan mendekati mulutnya, seperti hendak menyuapi anak kecil yang merajuk.

Dia pun mematikan handphonenya, lalu terdiam.

Belum sempat berbicara, terdengar suara lonceng pintu depan. Tanpa aba-aba, Edward beranjak dari kasur dan langsung berjalan terburu-buru menuju pintu ruang utama. Seperti telah menunggu seseorang datang. Sikapnya yang dingin berubah 180 derajat menjadi bersemangat.

Siapa pun orang yang bertamu malam hari begini, merupakan tindakan tidak sopan. Pasalnya waktu menunjukkan pukul 11 malam, tetangga pun akan segan dan kami tidak begitu punya urusan mendadak.

Rasa penasaran beriringan dengan langkahku mengikuti Edward dari belakang tanpa mengeluarkan suara.

Jarak kamar dan ruang tamu hanya 6 meter sehingga hanya butuh beberapa langkah untuk mencapai pintu depan. Langkah kaki Edward cukup lebar, sehingga meninggalkan beberapa jarak dariku yang mengikutinya.

Lengannya terampil memutar knok pintu yang terbuat dari kayu mahoni. Dia tidak mengintip dulu, untuk mengetahui siapa yang datang. Hanya langsung membuka dengan menarik gagang pintu ke arah dalam.

Pintu itu terbuka secara jelas terlihat sosok seorang wanita yang membelakangi kami sedang berdiri.

Tak lama berselang, sosok itu membalikkan badan. Dan seperti tersambar petir, seseorang yang tidak aku harapkan sekarang berdiri di depan mataku. Wanita dengan rambut coklat keemasan dibiarkan menjuntai dihiasi senyuman yang terukir di wajah putihnya.

Satu-satunya wanita yang ingin aku lenyapkan dari bayangan suamiku, sekarang berdiri bagaikan mimpi buruk.

"Laras!" Terlihat wajah sumringah dari Edward.

Wanita itu membalas senyuman suamiku dengan hangat. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu.

Tubuhku hanya terdiam di belakang Edward, karena membeku, tidak tau harus berbuat apa. Tentu banyak sekali pertanyaan terlintas dalam kepalaku.

Kenapa kau ada disini? Apa maksud kedatanganmu malam-malam begini? Apa hubungannya dengan suamiku? Untuk apa kau menganggu rumah tangga kami?

Namun tidak mungkin itu keluar sekaligus dari mulutku. Laras pun nampak tidak peduli status Edward saat ini, dan bertindak seolah-olah mengunjungi seseorang yang sudah lama dia rindukan.

Breaks Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang