"YARA, LILIANA. LIAT GUA BAWA APA"
Teriakan itu berhasil membuat aku yang sedang duduk dimeja rias tersentak kaget dan hampir jatuh.
"Tuh bocah, kenapa lagi sih? Setiap hari selalu teriak" gerutu Liliana.
Liliana yang tadinya sedang merebahkan diri, tiba-tiba bangun dan langsung menggerutu kesal karena teriakan Riana.
"Ayok kita keluar, siapa tahu ada hal penting yang mau Riana samping"
Aku berdiri lalu menghampiri Liliana yang masih menggerutu kesal. Aku menarik tangannya supaya dia mengikuti langkah kakiku.
Aku, Liliana dan Riana. Sudah tinggal di rumah nenek ayu selama 1 bulan.
Dan selama hidup disini, aku selalu merasa damai dan tenang, karena tidak Nova disampingku, rasanya sangat bebas. Sekarang aku bebas dari aturan nova. Senangnya.
"Ada apa sih? Kenapa pake acara teriak segala?" Ujar ketus Liliana saat kami berdua sampai dirusng tamu.
Riana menunjukkan cengiran tak bersalahnya "liat, aku tadi abis minta tolong sama pak mamat buat beliin kita hp" Riana mengangkat tiga kantung belanja seraya berdiri.
Fyi, papa mamat adalah supir yang bekerja dirumah nenek ayu.
Aku tanpa bicara, langsung melepaskan pegangan tangan Liliana. Aku langsung berlari dengan semangat menghampiri Riana.
"Mana, mana" aku menyodorkan tanganku dengan semangat.
"Yang ini buat kamu" Riana meletakkan kantung belanja diatas telapak tanganku.
"Dan ini buat kamu Liliana" ucap riana seraya memberikan kantung belanja kepada Liliana, ketika Liliana menghampirinya.
"Akhirnya, aku bisa main hp lagi" ucapku dengan tawa senang.
Aku meraih kotak yang ada didalam kantung belanja, lalu aku meraih kotak hp dan membukanya.
Mataku berbinar-binar ketika melihat hp, akhh. Aku sangat rindu dengan benda ini. Aku memeluk hp dengan senyum lebar.
"Tadi udah aku masukin sim cardnya, jadi kalian tinggal mainin aja" ujar santai Riana.
Aku menatap Liliana dengan kagum "makasih riana, aku sayang kamu" aku memeluk Riana dengan erat.
"Kamu cuma sayang sama Riana? Sama aku nggak?" Ujar datar Liliana.
Aku melepaskan pelukan, lalu berganti memeluk Liliana dengan erat juga.
"Aku juga sayang kamu. Aku sayang kalian berdua" aku berseru dengan senang.
Riana ikut masuk kedalam pelukan aku dan Liliana, dan akhirnya kita berpelukan bertiga.
✨
Sekarang aku sedang berada dikebun teh milik nenek, dan pastinya aku ditemani oleh kedua sahabatku. Liliana dan Riana.
"GILA, KALIAN HARUS LIAT INI" lagi-lagi Riana berteriak dengan kencang. Padahal aku dan Liliana ada di sisi kiri dan kanannya.
"Kita berdua ada disamping kamu, jadi nggak usah teriak. Kamu ngomong bisik-bisik aja tetap bakal kedengaran sama kita berdua" Liliana menatap kesal kearah riana.
Tapi anehnya, Riana tidak merespon. Dia tetap fokus melihat ke layar hp dengan tatapan tak percaya. Padahal biasanya, ketika Liliana berucap seperti itu, Riana selalu menggoda Liliana dengan senyum tengilnya.
"Ada apa sih? Serius amat. Coba aku liat" aku menggeserkan tubuhku supaya semakin mendekat kearah Riana.
Aku membulatkan mata tidak percaya. Ini bagaimana bisa?
Aku melihat Riana dan liliana. Mereka juga sama-sama menunjukkan raut terkejut.
"Ini beneran? Nggak, nggak mungkin. Ini pasti hoax, dia memang berubah tapi nggak mungkin sampe kayak gini" Liliana berucap tidak percaya seraya terus menatap layar hp.
"Tapi, dari komentar sama videonya, kayaknya bener deh. Kalau itu bohong, dia nggak mungkin sampe nangis kayak gini dan juga orang yang ngerekam sama bagi in ini bego banget. Bisa-bisanya dia nyebarin aib orang" Riana melihat kearah aku dan Liliana.
"Walaupun aku benci sama dia, tapi aku nggak mau dia kayak gini. Mau bagaimana pun, dia pernah jadi sahabat kita" lirih Riana.
"Kita telepon Dinda aja, kita harus nanya sama Dinda, ini bener atau nggak?" Aku berucap dengan nada pelan.
Aku masih terguncang karena berita yang disebarkan oleh salah akun gosip.
"Terus kalau ini bener, Dinda ngelakuin itu sama siapa? Apa sama kakaknya Clara?" Riana bertanya dengan raut wajah linglungnya.
"Kalau bener, dia harus tanggung jawab. Berani-beraninya dia buat Dinda kayak gini dan dengan seenak jidatnya dia lepas tanggung jawab setelah Dinda hamil" Liliana berdiri.
Kedua tangannya mengepal dengan erat, matanya menyorot tajam.
Di akun gosip itu terdapat video ketika Dinda sedang berbicara dengan seseorang. Dinda menangis terisak-isak karena dia hamil. Ini sungguh kejam, dan aku tidak menyangka Dinda sampai mau melakukan itu sebelum menikah.
Dinda benar-benar sudah jauh berbeda.
"Kita harus balik ke kota, kita nggak mungkin telepon Dinda, yang ada telepon kita nggak akan di angkat" ujar lirih Riana.
"Iya kita berdua harus ke jakarta. Yara, kamu nggak usah ikut ya? Kalau kamu sampai ikut yang ada pelarian kita akan sia-sia" liliana berdiri di depanku lalu dia berjongkok didepan ku.
Aku menganggukkan kepalaku "aku ngerti kok maksud kamu. Dan aku nggak papa kok, lagian aku juga terlalu banyak ngerepotin kalian berdua. Aku nggak mau tambah bikin kalian susah karena ikut ke kota" aku tersenyum seraya berdiri dan menarik Liliana.
"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu, kita berdua sama sekali nggak ngerasa kamu repotin. Kita cuma nggak mau, kalau sampai kamu ketemu nova" Liliana mengeratkan genggamannya.
"Iya Yara, kamu jangan ngomong kayak gitu. Bantuin kamu, adalah keinginan kita. Jadi jangan ngerasa bersalah" Riana merangkul bahuku dan tersenyum.
"Aku ngerti kok, aku cuma ngerasa nggak enak aja sama kalian berdua. Oh iya, kapan kalian mau ke kota? Kalau udah sampe kabarin aku ya?" Aku tersenyum menatap berganti Riana dan liliana.
"Nggak boleh ngerasa nggak enak kayak gitu. Aku nggak suka" Liliana dan Riana menatapku dengan tajam.
"Iya-iya, mulai sekarang aku bakal bertingkah seenak jidatnya" aku tersenyum dengan lebar.
Walaupun aku sebenarnya ingin ikut, tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa membebani mereka berdua. Mereka sudah mau membantuku untuk kabur saja aku bersyukur, jadi sekarang aku akan menuruti keinginan mereka. Aku akan tetap di rumah nenek sampai mereka berdua kembali.
"Kita berangkat malam ini ya Riana?" Liliana melepaskan pegangan tanganku.
Dia menatap Riana. Riana menganggukkan kepala dengan cepat. Mereka berdua pasti sama sepertiku, walaupun kami mulai membenci Dinda tapi kami masih mempunyai rasa khawatir untuknya.
"Menurut aku, ini pasti ulah Clara. Dia pasti yang udah nyebarin video ini" nada bicara terdengar sangat geram, Riana menatap aku dan Liliana dengan yakin.
"Aku juga mikir begitu. Ini semua pasti ulah nenek lampir itu. Kalau dia benar-benar ngelakuin ini, aku bakal buat pelajaran buat dia, biar dia ngerasain apa yang Dinda rasakan. Dan juga buat kakak brengseknya, aku bakal buat dia masuk penjara" mata Liliana membara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Becomes the second antagonist
FantasyBagaimana jadi jika seorang gadis memasuki novel yang belum selesai ia baca? Bisakah dia menghadapi konflik yang terjadi di dalam novel tersebut? Cover from pinterest