Laporan tugas mereka sudah selesai dan Aldo yang merevisinya. Tapi sebagai balasannya Ansa dan Rabea yang di titah mencari bahan. Kedua itu setuju dan mau tak mau sekarang mereka berada di mall Senayan. Hitung-hitung jalan-jalan.
Pada awalnya mereka masuk kesebuah toko untuk membeli bahan, justru keduanya malah mampir ke rak pernak-pernik rambut. Rabea menariknya kesana, Ansa mencoba menyadarkan apa tujuan mereka awalnya malah ikutan terkesan oleh barang-barang itu. Semua unik dan lucu. Dia mengambil satu jepit rambut berwarna soft yellow dan mengenakannya dirambut. Dia menatap cermin dan Rabea gantian.
"Yang ini bagus nih, cuma ada warna lain gak sih?"
Rabea menyelidiki jepit itu di atas rambut hitam Ansa. Matanya memicing berpikir. "Itu juga udah bagus kok. Ngga ngejreng."
"Tapi gue mau warna lain juga." Ia memilih diantara rak jepitan yang sama untuk mencari warna-warna lain yang dia sukai. Ia membereskan ulang ketika ia berhasil mengambil jepit yang paling belakang. Senyumnya merekah berhasil mendapatkan apa yang dia temukan. Warna nute agak pink soft.
"Sama aja deh."
"Ya memang sama aja. Cuma gue jarang punya jepitan warna ini. Udah? Yuk bayar." Ajak Ansa memasukkan ke keranjang.
Rabea diam sebentar melihat kearah jepit-jepit lucu. "Kalap gue. Tapi punya gue udah banyak dirumah, nanti emak gue marah. Udah cari bahan aja lagi deh."
Kedua bahu Ansa mengangkat setuju. "Gas."
Mereka kembali melenggang ke rak-rak perlengkapan tulis dan melihat banyak perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Ansa mengambil beberapa catatan-catatan dan memilih-milih yang paling dia sukai.
"Aldo sih ah.." Rabea berdecak pinggang, dilema didepan rak. "Dia ngapa gak bilang apa aja yang harus dibeli sih? Bikin ruwet aja sialan."
Ansa terkekeh. Sahabatnya itu menggaruk tekuk. "Coba telfon aja, siapa tau dia luang."
Rabea mengangguk setuju. Meletakan ponsel di telinganya setelah menekan nomer Aldo. Ponselnya berbunyi getar selama beberapa saat tetapi tidak ada tanda-tanda yang tertuju menerimanya. Apakah Aldo sedang sibuk?
"Dia lagi nontonin cewek latihan kali. Jam segini-gini dia suka main sama ceweknya, kan." Ansa berceletuk.
Rabea berdecak. Mematikan telfon. "Terus gimana sekarang? Masa kita beli bahan apa aja sih? Gapapa nih?"
"Yaudah kita beli dulu aja apa yang kita inget deh, yang kita tahu tuh, nanti sisanya sama dia selain belinya. Dia yang off kenapa kita harus ribet."
"Setuju!"
Kedua gadis itu selesai memilih bahan-bahan yang mereka perlukan dan membayarnya kekasir. Mereka masing-masing membawa satu paper bag karena bahan yang mereka beli tidak banyak.
Kedua gadis itu berjalan di mall sambil saling menggandeng lengan masing-masing. Masing-masing di mereka memegang gelas coffe setelah mampir ke salah satu coffe shop yang ada disana. Para gadis memutuskan berkeliling mall daripada langsung pulang.
Rabea menariknya ke sebuah toko luxury brand tiba-tiba. Seorang wanita berpakaian hitam menyambut mereka sopan. Membungkuk.
"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?"
Ansa menatap Rabea syok. Dia tidak tahu apa maksud gadis itu mendadak menyeretnya kesana tanpa briefing. Ia menatap Rabea menuntut penjelasan. "Mau apa lo?"
Rabea cengengesan. "Iseng aja." jawabnya berbisik agar tidak terdengar orang lain.
"Yee, gak jelas emang. Orang iseng-iseng tuh ke Sosiolla atau apa kek. Ini mah ke Dior, gaje!" Bukannya Ansa ingin menuntut Rabea karena membawanya ke toko luxury, masalahnya toko seperti itu bukanlah standar untuk dijadikan bahan iseng yang tepat. Gak etis gitu maksudnya. Lihat sendiri mereka didatengin staffnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Mr. Husband?
Romance"Siapa yang kemarin ngajakin nikah duluan?!" *** Orang lain berpikir bahwa menjadi Khansa menyenangkan. Hidup bergelimang harta, suami tampan, mertua baik dan sahabat yang selalu ada. Tetapi mereka tidak pernah berpikir resiko apa yang harus Ansa h...