Hari demi hari yang Biru lalui memang tidak mudah. Bahkan sangat berat. Tidak ada bedanya saat ia dikurung di ruangan isolasi. Yang membedakan, di ruangan isolasi itu dia merasa jika akan mati lebih cepat. Setiap hari dia mendapatkan suntikan tidak jelas yang membuat sekurur tubuhnya merasakan sakit yang teramat. Di sana juga tidak ada toilet, sehingga dia hanya bisa menahan, atau jika benar-benar sudah tidak kuat ia akan buang air di tempat.
Selama tinggal di rumah nenek Alan, meski tempatnya nyaman, tetap saja dia sendiri. Bahkan sekedar mengirim pesan ke Gia saja tidak bisa. Hari demi hari ia lalui sendiri, sepi, tanpa ada yang menemani. Dia bahkan sering curhat dengan CCTV. Karna dia mengingat kalau CCTV di rumah itu bisa merekam suaranya, seperti yang ia lakukan saat ini.
"Dokter Gia... kapan sih kesini? Udah 10 hari dokter nggak kesini. Alan juga jarang sekali kesini. Dia kesini hanya setiap kali ada info. Aku kesepian... bosen disini sendiri... kamu nggak punya niatan buat kesini? Sebentar nggak pa-pa kok..." Biru memaksa Alan untuk memberitahu di mana saja letak CCTV, sejak ia tahu, setiap kali kesepian pasti dia melakukan itu. Biasanya, Gia akan membalas melalui voice note yang dikirim melalui Alan. Tapi kadang juga tidak mendapat balasan.
Gia dan kakak-kakaknya memang sangat baik sama Biru. Seminggu sekali, entah Ghaaza ataupun Ghaazy datang tanpa Gia untuk memeriksanya, mengingat Biru pernah mendapat suntikan berbahaya berkali-kali. Sesekali Biru protes kenapa Gia tidak ikut? Namun hanya dibalas dengan ejekan dari Ghaazy. Berbeda dengan Ghaaza, Biru tidak terlalu berani karena Ghaaza tipe orang yang serius.
Ceklek...
Suara seseorang membuka pintu membuat Biru kaget, ia segera memastikan siapa yang datang. Rupanya Alan datang bersama seseorang, bi Inah, pembantu di rumah Biru dulu.
"Bi? Bibi?" seketika Biru memeluk bi Inah yang baru saja datang. Meski hanya seorang pembantu, bi Inah satu-satunya orang yang selalu mendukungnya. Selalu ada di kala ia terpuruk.
"Mas Biru... mas Biru baik-baik saja kan mas? Mas Biru kok tambah kurus? Maafin bibi ya mas..." bi Inah sudah beruraian air mata.
"Bi Inah kemana aja? Katanya bibi sudah tidak kerja sama papa ya bi? Maafin saya bi... pasti gara-gara saya kan bi?" ucap Biru merasa bersalah.
"Udah Ru... mending lo agak bi Inah duduk dulu, kita obrolin semuanya biar jelas."
Biru pun menuruti saran Alan, ia mempersilahkan bi Inah duduk.
"Gue sengaja cari bi Inah ke kampung halamannya. Makanya beberapa hari terakhir gue nggak kesini dan susah dihubungi karena memang di kampung bi Inah susah sinyal. Gue tahu kampung bi Inah karena gue cari tahu lewat biro penyalur asisten rumah tangga yang bawa bi Inah ke Jakarta." jelas Alan.
"Jadi bibi sekarang balik ke kampung lagi? Tapi bibi kerja apa? Kan bibi pernah cerita kalau di kampung susah cari kerja yang gajinya cukup untuk membiayai suami bibi yang sakit keras?" tanya Biru yang terlihat begitu khawatir pada bi Inah karena bi Inah memang sudah bekerja dengan keluarga Biru sedari Biru kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑹𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑩𝒊𝒓𝒖 [Segera Terbit]
Mystery / Thriller𝑨𝒖𝒕𝒉𝒐𝒓 : 𝑭𝒂𝒓𝒂 𝑹𝒂𝒎𝒂𝒅𝒉𝒂𝒏𝒊 𝑫𝒆𝒔𝒂𝒊𝒏 𝑪𝒐𝒗𝒆𝒓 : @𝒏𝒂𝒏𝒅_𝒈𝒂𝒍𝒍𝒆𝒓𝒚 ☁️☁️☁️ 𝐵𝑙𝑢𝑟𝑏 : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑔𝑖𝑡𝑢 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑔𝑖𝑎 ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎 ℎ𝑎𝑛𝑐𝑢𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑛𝑡𝑎𝑘�...