Haiii, terakhir update Juni tahun lalu🥹 hampir 15 bulan.
Kalau lapaknya sepi aku harap maklum kok. Siapa juga yang bakal nungguin selama itu ya, kan?🥲
Tapi aku harus lanjutin karena writers block aku beberapa bulan belakangan tuh teratasi gara-gara baca cerita lama. Dan lapak ini juga salah satu motivasi aku.
Untuk cerpen volume 4 in syaa Allah dalam bulan ini kelar ya sayang. Aku cuma butuh waktu untuk nulis endingnya. Pdhl ending doang, tapi pusingnya lama😂.
Oh, iya, aku bikin Alternative Universe (AU) juga loh. Aku posting di IG (realdm__) dan Tiktok (maminces__) ya. Silakan follow, like dan komen.
Happy reading❤️
***
Siang ini Qin tampak lebih semangat dari pagi tadi. Ia juga sudah aktif kembali dan bisa merecoki Bu Maya yang kini berada di halaman depan. Niatnya sih ingin membantu, tapi yang terjadi malah sebaliknya.
"Qin, jangan main air," tegur Bu Maya saat melihat Qin memegang selang.
"Enggak kok. Aku cuma mindahin aja. Oma nanti yewat sini. Takut teypeyeset."
Qin menepuk tangannya pelan usai memindahkan selang yang menurutnya menghalangi jalan.
"Bu Syi gimana sih, habis makai seyangnya gak ditayuh yagi di sana."
Bu Maya tersenyum. "Mungkin Bu Sri lupa. Kan biasanya gak ada di situ," jelasnya.
"Tetap aja. Bu Syi ceyoboh!"
"Qin, Bu Maya."
Bu Maya menoleh sambil tersenyum mendengar sapaan itu. Sedangkan Qin segera berlari mendekati sumber suara.
"Daya kok cepat puyang? Daya boyos ya?" todongnya. Karena tadi pagi Adara pamit padanya untuk pergi ke kampus.
Adara tertawa geli. "Enak aja. Aku cuma konsultasi aja sama dosen. Udah selesai makanya bisa ke sini."
Qin mengangguk kecil meskipun tidak paham maksud perkataan Adara. Ia menarik tangan Adara dan membawanya ke arah Bu Maya.
"Yihat. Oma bikin keyjaan. Padahay udah disuyuh Papi jangan yepot-yepot," lapornya.
Adara duduk di bangku yang bersebrangan dengan Bu Maya. Ia memperhatikan apa yang tengah wanita itu kerjakan.
"Nah, udah. Oma masuk dulu ya, Qin main sama Adara. Nanti kalau udah masak, Oma bawa ke sini."
Qin mengangguk saja. Ia biarkan Omanya berlalu memasuki rumah meninggalkannya dengan Adara berdua.
"Itu apa, Qin?"
Adara menatap sebuah gundukan tanah di dekat bawah pohon. Ia yakin itu kerjaan Qin.
"Kubuyan."
"Kuburan? Punya siapa?"
"Anak kucing Bu Syi mati. Aku kubuy di situ."
"Bu Sri tau anak kucingnya mati?"
Qin mengangguk. "Tau. Bu Syi yang suyuh aku kubuykan. Katanya udah disoyatkan tadi."
Adara tertawa. Bu Sri suka usil pada Qin dan bocah kecil itu percaya saja dengan ucapan Bu Sri.
"Daya, pinjam henpon."
Adara memberikan ponselnya kepada Qin. "Duduk baik-baik ya. Aku ke sana dulu mau cuci tangan."
"Awkay."
Qin menekan logo hijau di layar ponsel Adara. Ia mencari nama ayahnya, lalu mengetikkan sesuatu di sana. Usai mengirimkan beberapa pesan teks dan juga pesan suara, Qin mengembalikan ponsel Adara.
"Kita ke dayam aja, Daya. Panas. Nanti aku hitam."
"Oke. Ayo." Adara tersenyum geli mendengarnya. Ada-ada saja yang bocah itu katakan.
***
Adara mengutuki dirinya yang tidak bisa dengan tegas menolak tawaran Anwar. Pria itu berlaku seenaknya setelah tadi melakukan video call dengannya juga Qin.
Adara tidak tahu kalau tujuan Qin meminjam ponselnya untuk mengirimkan pesan kepada Anwar. Adara kira Qin akan bermain game yang biasa ia mainkan di ponselnya.
"Bapak dari mana?"
Setahu Adara, Anwar sudah meliburkan diri sejak hari ini. Tapi saat ia datang ke rumah pria itu tadi, Qin bilang ayahnya tidak di rumah. Adara pikir ada kerjaan yang mendadak.
"Beli keperluan Qin sama jajanannya. Ada aja yang dia minta."
"Kenapa gak dibawa anaknya sekalian?"
Anwar menggeleng. "Dia baru sembuh. Kalau dia capek terus drop lagi, yang ada kita gak jadi liburan."
Adara menggigit bibir. "Pak, ini saya beneran ikut ya? Saya gak kenal sama keluarga bapak."
"Besok kenalan."
Jawaban singkat Anwar semakin memperkeruh suasana hati Adara. Bukannya tenang, ia makin merasa gelisah.
Selain Adara, Anwar juga merasakan hal yang sama. Bagaimana kalau sepupu-sepupunya menanyakan hubungan mereka? Anwar tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, ia menginginkan Adara. Tapi di sisi lainnya, ia tidak yakin dengan perasaan Adara padanya.
Anwar membawa Adara memasuki salah satu toko pakaian yang biasa ia datangi bersama ibunya untuk membeli keperluan Qin. Pelayan toko menyapanya dengan ramah.
"Bikini untuk Qin ada gak ya?" tanya Anwar.
"Oh, ada, Pak. Bu Maya sudah pesan. Untuk Qin dan untuk istri Bapak."
Anwar berdeham pelan. Ia membiarkan pelayan berlalu mengambil pesanan ibunya. Ia juga tidak ingin repot-repot meluruskan kesalahpahaman yang pelayan itu tangkap.
Adara di sebelah Anwar pura-pura melihat pakaian di sekitarnya. Banyak baju anak kecil seusia Qin di sana. Tampak lucu dan manis.
"Ini, Pak."
Anwar mengucapkan terima kasih, kemudian membawa Adara keluar dari sana.
"Gak dibayar?" tanya Adara heran.
Anwar salah tingkah. "Udah dibayar mama."
Kening Adara berkerut tapi tidak bertanya lebih lanjut. Sementara Anwar menghela napas gugup. Sebenarnya ia yang menyuruh ibunya untuk memesan pakaian itu. Ia juga yang sudah membayarnya. Tapi kalau Adara tahu, gadis itu pasti akan curiga dan menganggap Anwar sudah bekerjasama dengan Qin.
"Ke mana lagi? Kamu mau beli sesuatu?" Anwar menatap Adara.
Adara menggeleng. "Langsung pulang aja, Pak. Saya belum ada persiapan apa pun untuk dibawa besok."
"Oke. Ayo."
Adara merasakan jantungnya menggila saat Anwar menggenggam tangannya. Padahal sebelum ini mereka sudah lebih intim. Tapi pegangan tangan saja tetap membuat Adara merona.
Dari kejauhan seseorang menatap keduanya dengan kedua tangan terkepal. Ia merasa benci melihat kedekatan Adara dan Anwar. Apalagi keduanya tampak memiliki hubungan khusus. Tatapan Anwar dan Adara seperti sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara.
"Tunggu aja. Aku akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku."
Orang itu kembali mengikuti Anwar dan Adara yang kini menuju parkiran mobil. Sesekali Anwar tampak berbicara dan Adara tertawa. Posisi mereka yang berjalan begitu dekat dengan tangan yang saling menggenggam kian menunjukkan kalau keduanya memang menjalin hubungan.
"Nikmati waktu kalian sekarang. Karena gak lama lagi semuanya akan menjadi kenangan."
Senyum sinis terukir di bibir orang itu. Apalagi saat melihat bagaimana Anwar memperlakukan Adara begitu baik. Membukakan pintu untuk gadis itu, melindungi kepalanya saat Adara memasuki mobil hingga membantunya mengenakan sabuk pengaman.
***
Huhhh... Sesak napas nulis ini. Habis liburan ketemu konflik🫠
![](https://img.wattpad.com/cover/320373657-288-k852119.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Curse (On Going)
Romans[MATURE 21+] Adara melalui banyak hal dan rintangan selama magang di perusahaan raksasa milik Anwar. Selain menjalankan tugas sebagai asisten Anwar, Adara juga punya tugas sampingan untuk menjadi baby sitter anak Anwar. Qin, bocah 3 tahun yang belum...