Tidak Fokus

6.8K 1.3K 84
                                    

Ciee dobel😏

***

"Jadi, udah bisa ngajuin judul skripsi, Ra?" tanya Bu Maya pada Adara.

Adara mengangguk sembari terus mengunyah makanan di dalam mulutnya. Ia menatap Bu Maya yang juga tengah menatapnya. Gadis itu mulai bercerita tentang dosennya yang baik meski sering kali ia repotkan. Bu Maya tersenyum menatap bagaimana Adara begitu antusias bercerita.

"Tapi saya masih bisa ketemu kamu, kan, kalau nanti udah gak magang lagi?" tanyanya setelah Adara menyelesaikan ceritanya seputar kesibukan yang akan ia alami ke depannya.

Adara mengangguk kembali, "kalau Ibu butuh teman makan siang lagi saya siap kok," kekeh Adara yang membuat ibu Anwar itu tertawa dengan kepala yang ikut mengangguk.

"Biasanya saya cuma makan siang berdua sama Qin. Itupun kalau dia gak tidur siang. Jarang banget saya ada temannya begini. Apalagi semenjak anak-anak saya punya keluarga," Bu Maya mulai berkeluh kesah.

"Tapi Ibu bisa makan siang sama Bapak Wijaya," kata Adara dengan kening berkerut.

"Suami saya siang begini selalu makan sama koleganya. Katanya dia mau menikmati waktu-waktu terakhir sama mereka sebelum nanti sepenuhnya di rumah aja sama saya. Kayaknya dia bosan lihat saya terus," keluhnya lagi.

Adara tertawa karena tiba-tiba saja mengingat perkataan Qin. "Qin tadi pagi bilang hal yang sama. Saya bilang kalau Ibu pasti kangen sama dia jadi gak usah ikut ke rumah saya. Tapi dia bilang 'Gak papa. Besok aja. Oma pasti bosan ketemu aku teyus' gitu," jelas Adara menirukan gaya bicara Qin.

Bu Maya tertawa. Ia tidak habis pikir dengan cucunya itu. Bagaimana mungkin ia bosan jika seharian bersama Qin? Yang ada Bu Maya merasa kembali muda karena ada saja tingkah Qin yang membuatnya tertawa dan terhibur.

"Saya baru kali ini lihat Qin senyaman itu sama orang. Sama kakak-kakak Anwar aja dia gak pernah minta ikut apalagi sampai menginap. Tapi sama kamu, dia bisa seenaknya. Kamu pasti kesulitan karena Qin," kata Bu Maya dengan tatapan lembut.

"Saya gak kesulitan sama sekali, Bu. Kadang memang tingkah Qin di luar bayangan saya. Tapi dia selalu bisa bikin saya ketawa. Dengar dia ngomong itu candu banget. Apalagi pas bilang 'L' sama 'R' nya," balas Adara dengan senyuman manis yang terbit begitu saja di bibirnya.

"Duh, Qin pasti akan rindu sekali sama kamu, Ra, apalagi nanti sampai gak ketemu lagi pas kamu udah ninggalin kantor."

"Ketemu dong, Bu, saya kan masih tinggal di rumah orangtua saya. Qin bisa datang kapan aja," kekeh Adara.

"Tapi pasti sibuk skripsi."

Adara mengangguk. "Saya mau kelarin target beberapa bulan ini. Soalnya mau kejar daftar wisuda juga sebelum semester ini habis, Bu, biar gak bayar SPP lagi," terang Adara.

"Aamiin. Saya do'akan apa pun yang kamu hadapi nanti selalu dipermudah ya," harap Bu Maya.

"Aamiin, Bu, makasih," balas Adara dengan sama harapnya.

Obrolan keduanya masih berlanjut membahas banyak hal. Bu Maya juga menanyakan Adara akan bekerja di mana nantinya? Apakah sudah memiliki tempat yang diimpikan? Obrolan mereka terjeda saat ponsel milik Adara berdering. Panggilan masuk dari Anwar.

"Halo, Pak?"

Adara menatap Bu Maya dan menggerakkan bibirnya tanpa suara untuk memberi tahu siapa yang menghubunginya. Bu Maya hanya mengangguk dan membiarkan Adara menerima panggilan tersebut.

***

Anwar melirik meja kerja Adara. Gadis itu tampak fokus mengerjakan perintah yang ia berikan. Anwar juga melirik jam di pergelangan tangannya. Tersisa 10 menit lagi sebelum jam kerja usai. Adara tampaknya tidak akan bisa menyelesaikannya tepat waktu.

Menghela napas, Anwar beranjak dari kursi kebesarannya. Ia melangkah mendekati Adara dan berdiri di belakang gadis itu. Karena terlalu fokus, Adara sampai tidak menyadari kehadiran Anwar. Ia terlonjak saat lengan kekar Anwar terulur di samping bahunya untuk memegang mouse.

"Kamu kalau butuh bantuan itu ngomong. Kerjaan yang harusnya selesai dalam 1 jam malah kamu kerjakan setengah hari."

Adara menelan ludah. Nada bicara Anwar memang selalu tegas dan berwibawa saat berada di kantor. Berbeda saat di luar kantor yang sedikit lebih santai. Adara menahan napas ketika puncak kepalanya bisa merasakan dagu Anwar di sana. Apalagi aroma tubuh pria itu yang maskulin membuat Adara meremang seketika.

"Udah. Kamu tinggal kirim ke e-mail saya."

Anwar menunduk berniat untuk sekadar melirik wajah Adara. Tapi sialnya mata pria itu malah melirik hal menonjol lainnya. Anwar suka bertanya-tanya, kenapa gadis-gadis muda sekarang lebih subur dari wanita dewasa seusianya? Adara memiliki tubuh yang bagus. Ditambah lagi dengan ukuran payudara yang cukup besar menambah kesan seksi dan menggoda di dirinya.

Anwar tidak tahu saja kalau buah dada itulah yang sering kali membuat Adara minder. Susah memilih baju yang berkancing dan sering kali ditatap tak senonoh oleh lawan jenis.

"Udah, Pak," kata Adara saat ia selesai mengirimkan file itu sesuai perintah Anwar.

Anwar menegakkan tubuhnya, lalu mundur sedikit saat Adara memundurkan kursinya untuk bangkit. Adara meraih tas dan berbalik menatap Anwar. Gadis itu mengernyit karena Anwar tidak bergerak dari posisinya. Mata pria itu malah menatap lurus padanya.

"Bapak gak pulang?" tanya Adara memecah keheningan.

Anwar berdeham sambil menelan ludah. Pikiran kotornya sedang mencoba mempengaruhinya saat ini. Apalagi bayangan tentang cumbuan panas mereka tadi malam kembali memenuhi benak Anwar.

"Saya sekalian jemput Qin," katanya.

Adara mengangguk dan barulah Anwar memberinya ruang untuk lewat. Ia berlalu lebih dulu meninggalkan Anwar dan ruangannya. Adara tersenyum menyapa sekretaris Anwar yang baru saja beranjak dari kursinya.

"Pak bos belum kelar?" tanyanya pada Adara.

"Udah, Bu," jawab Adara bersamaan dengan Anwar yang keluar dari ruangan.

"Ayo," ajak Anwar menatap Adara.

"Besok atur ulang jadwal rapat sama pihak B. Saya mau mereka tahu ada poin-poin tambahan yang harus disetujui sebelum memulai proyek baru," kata Anwar pada sekretarisnya.

"Baik, Pak, selamat sore," balas wanita 35 tahun yang bekerja dengan perusahaan Anwar sejak 10 tahun lalu itu.

Anwar berlalu lebih dulu dan Adara mengikutinya setelah mendapatkan kedipan dari sekretaris Anwar. Adara tahu wanita itu tengah menggodanya. Sial.

Selama di perjalanan menuju rumahnya, Adara memikirkan banyak hal. Termasuk pada kejadian semalam. Adara ingin sekali menanyakan kenapa Anwar menciumnya. Tapi Adara tidak seberani itu untuk bertanya. Adara akan menganggap itu sebagai kekhilafan semata. Lagi pula, mereka juga hanya akan bertemu lagi beberapa hari ini. Setelahnya, Adara bisa tenang dan belajar menghapus perasaan yang belum terlalu jauh untuk pria itu.

Mobil Anwar tiba di depan rumah Adara. Gadis itu turun lebih dulu diikuti oleh Anwar. Adara membawa Anwar masuk dan menyuruhnya duduk di ruang tamu sedangkan ia berlalu ke dalam mencari Qin.

***

Khusus Kamis untuk lapak Bapak Qin aja.

Btw, jadwal update itu jangan dijadiin patokan buat memeras Maminces ya😒

Baca note di bawahnya juga. Update bisa berubah sesuai mood☺️

Jadi, mari di vote dan komen biar mood Maminces melonjak dan update terus🤣

Mana tahu hari ini bisa triple atau kuadra🌚 #plak!

Love Curse (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang