7

1.5K 77 4
                                    

Setelah chek out dari hotel, Arlan ingin mengajak Dania ke suatu tempat. Lelkai itu ingin menunjukan sesuatu pada Dania. Dania menurut saja, toh dia pasti akan ikut kemana saja saat Arlan membawanya. Mobil yang Arlan kendarai masuk ke sebuah komplek perumahan, dan berhenti di sebuah  bangunan rumah satu lantai dengan halaman tidak begitu luas namun asri.

"Rumah siapa, Ar?" Tanya Dania sedikit heran.

Arlan tersenyum, dan membimbing perempuan itu untuk masuk melewati pagar.

Dania semakin heran saat Arlan membuka pintu pagar dengan mudah, seolah lelaki itu adalah pemilik rumah ini. Tapi sedetik kemudian Dania menggeleng, mungkin itu adalah rumah dari kerabat atau teman Arlan.

Arlan merogoh saku jeansnya, dan mengeluarkan kunci lalu menyerahkan pada Dania. Dania yang mendapatkan itu semakin keheranan, dia menatap Arlan bingung juga aneh.

"Ini apa, Ar?"

"Kunci, Sayang. Kok masih nanya."

"Nggak, maksutnya kunci apa?"

"Kunci rumah." Arlan membalik tubuh Dania sampai menghadap sebuah pintu kayu polos tanpa ukiran. "Coba buka."

"Nggak, ah." Dania yang merasa segan kembali membalikan tubuhnya, berniat pergi tapi Arlan menahannya.

Arlan berdecak. "Bukan dulu, Sayang."

Dengan perasaan gamang dan resah, Dania akhirnya pasrah. Dia menuruti ucapan Arlan untuk membuka pintu itu. Dan setelah pintu itu terbuka, mata Dania terbelak sempuran. Dia membalikan tubuhnya dengan cepat dan menubruk Arlan. Memdekap lelaki itu erat.

"Senang?" Arlan tekekeh saat memdengar isak tangis Dania.

Dania mengangguk, kepalanya mendongak untuk menatap Arlan yang tersenyum ke arahnya.

"Masuk, yuk." Ajak Arlan.

Keduanya pun masuk, dan Dania kembali dibuat terisak saat melihat isi di dalamnya. Disetiap sudut rumah itu terdapat banyak sekali fotonya tertempel, bahkan fotonya dengan Arlan dan foto pernikahan mereka yang pernah Dania sesalkan.

"Kamu, kok?" Tanya Dania yang masih merasa terharu.

"Senang?" Arlan terkekeh, dan membawa Dania untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Tapi ini rumah siapa, Ar?"

"Rumah kita, Sayang. Rumah kamu."

Dania lagi lagi terisak, dia meneluk Arlan dan menangis di dada lelaki itu. Cukup lama Arlan emnenagkan istrinya itu, sampai Dania berhenti menagis dan Arlan membawanya untuk duduk di ruang tamu.

"Gimana bisa?" Tanya Dania.

"Sebenernya aku udah mau bawa kamu ke sini sejak lama, cuma kamu tau sendiri keadaan kita. Hemm.. Papa yang kasih rumah ini, tapi semua atas nama kamu." Arlan menerawang, menatap pigura bergambar wajah keduanya yang tertempel di dinding. "Papa merasa bersalah atas apa yang udah Aston lakuin ke kamu, dan berharap rumah ini sedikit bisa menebus perasaan bersalah beliau. Papa nggak ada maksut lain, Papa hanya sadar kalau menyodorkan aku yang belum bisa menyukupi kebutuhan kamu juga salah."

"Tapi aku juga mau, Ar."

"Aku tau, Dania Sayang. Tapi tetep aja, Papa takut kamu akan tersakiti dua kali karena menikah dengan aku yang bahkan biaya kuliah masih di bayarin orang tua. Papa takut kamu nggak bahagia."

"Aku bahagia, kok"

Arlan tersenyum senang, hatinya terenyuh dan merasa bangga karena memiliki istri yang menerima dirinya apa adanya. Arlan berjanji, dia akan terus berusaha untuk membuat istrinya itu terus bahagia.

"Hmm, mau tes drive nggak di rumah baru?"

"Maksutnya?" Dania terlihat bingung.

Arlan mengedipkan matanya mengoda, lalu mencolek colek lutut Dania.

"Apasih?" Dengus Dania kesal.

"Ngelanjutin yang di hotel tadi, loh."

Ingatan Dania langsung kembali pada kejadi bebrrpa jam lalu, saat dirinya sudah menahan malu setengah mati, tapi di perlakukan seenaknya. Kekesalan Dania memuncak. Dia mendengus, dan menatap tajam Arlan.

"Nggak mau, nggak mood" kesalnya dan berniat beranjak. Lebih baik melihat lihat keadaan rumah, ketimbang pasrah tapi berakhir kentang.

"Eits, eits, nggak boleh." Tahan Arlan sehingga Dania kembali duduk.

"Apasih? Lepas nggak?" Ancam Dania, yang malah dibalas cengiran oleh Arlan.

"Maaf, deh, buat yang tadi. Tapi sumpah, aku nggak niat begitu. Kamu kan tau sendiri jam nginep kita udah selesai, Sayang. Liat nih buktinya, punya aku aja sampek sekarang masih tegang." Tunjuk Arlan pada area selangkanganya. "Dia mau masuk lagi ke punya kamu yang legit itu."

"Mesum."

"Biarin, sama istri sendiri ini."

"Udah ah, aku males sama kamu." Lelah Dania yang enggan menagapi ucapan Arlan. Lelaki itu semakin diladeni semakin tidak jelas.

"Tapi kalau sama burungku males nggak?"

"Arlann, ih."

"Hem, boleh ya?"

Dania tidak menjawab, membuat Arlan dengan usil meremas-remas dada perempuan itu.

"Boleh, ya? Nen*nnya udah tenggang ini loh, minta diemut."

Mendengar ucapan Arlan yang semakin mesum, membuat Dania mendadak lupa akan kekesalanya pada lelaki itu. Dia malah terlentang pasrah saat tangan Arlan mengerayangi tubuhnya. Melihat itu, Arlan tidak membuang kesempatan, dia langsung menindih tubuh Dania dan menraup bibirnya.

"Buka kakinya, Sayang. Aku mau pegang punyamu yang pasti udah banjir." Suruh Arlan dengan meremas-remas paha Dania. Dia ingin memuaskan istrinya itu, menebus apa yang terjadi di hotel tadi.

"Ohhh... Ar.. ohhh.. enaknya, Ar.." desah Dania ketika tangan Arlan meyusup masuk ke dalam celana dan celana dalamnya, menekan miliknya yang sudah sangat basah.

Arlan senang mendengar desahan Dania, sehingga dia semakin memaikan jari-jarinya. Keinginan untuk menyenangkan istrinya itu semakin mengebu-gebu, Arlan ingin Dania puas lebih dulu.

Arlan menarik tanganya melepas bawahan Dania dan menyruh perempuan itu melepas atasanya sendiri. Sekarang Dania sudah polos telanjang, terbaring pasrah di bawah Arlan yang terlihat buas melihatnya.

"Kamu tau, Nia, tubuh kamu itu mulus dan seksi. Dada kamu juga mont*k. Aku beruntung banget bisa jadi suami kamu dan ngerasaain semuanya." Ucap Arlan dengan membenamkan wajahnya pada dada Dania. Mauraup beda kenyal dengan ujung kecoklatan itu beringas.

Dania mendesis dan mendesah, merasa senang dan tersanjung dengan pujian Arlan. Dia merasa sama beruntungnya dengan lelaki itu, gagal menikah dan harus menikah dengan adik calon mempelainya. Setelah menikah pun hubungan mereka cukup berat, hingga sampai titik seperti sekarang, saling menyayangi dan melengkapi.

Arlan berhenti menghisap dada Dania, menatap istrinya itu dengan tatapan hangatnya. Arlan mengusap kepala Dania, merasa senang dan bangga, lalu mencium bibir perempuan itu lembut.

Merasa puas berciuman, Arlan turunkan wajahnya tepat di depan milik Dania yang sudah banjir berlendir. Kaki perempuan itu yang terbuka lebar memudahkan Arlan menatapnya dengan lamat lamat. Bulu-bulu halus dengan lipatan tembam, membuat Arlan semakin bergairah. Belum lagi lelehan cairan dari lubang yang terus berkedut.

Arlan merasakan miliknya ikut berdenyut, mengeliat ingin di bebaskan.

Sementara itu, Dania yang merasa malu juga semakin bergairah, hanya mampu mendesah pasrah.


Udah ah, lanjut besok lagi. Males, lagi sariawan

Byee...

Sorry for typo

Luvv💚💚

My sweet berondong(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang