HOSPITAL
"Di, Bangunlah. Ini aku, apa kau tak merindukan kakakmu?"
Krittin mengusap pucuk kepala Azura yang masih terbalut perban, bersamaan dengan air mata yang terus menetes saat melihat kondisi gadis itu saat ini, suatu kondisi yang hanya memiliki satu persen untuk hidup. Hal yang membuat Krittin menolak untuk menerima kenyataan jika Azura memang sudah tidak bisa bangun lagi, meskipun alat Ventilator masih menunjukan garis yang sedikit bergelombang dengan suara pelan.
"Di, maafkan aku. Bisakah kau memberikanku satu kesempatan agar bisa melindungimu lagi? Aku mohon ... bangunlah. Maafkan aku, karena sudah lalai menjagamu, aku gagal melindungimu, aku tidak memenuhi janjiku untuk tetap menjagamu dengan baik. Sekali lagi maafkan aku. Bangunlah, agar kau bisa menghukumku."
Krittin mulai berbicara tanpa henti, berharap semua yang ia ucapkan bisa membuat Azura terbangun, meski itu adalah hal yang mustahil.
"Aku janji, akan membawamu ke tempat yang kau inginkan, ke mana pun itu, aku akan membawamu pergi jauh dari sini. Di, bangunlah."
Krittin menggenggam telapak tangan Azura semakin erat, meski sampai saat ini gadis itu masih tak bergerak sedikit pun, dan hanya ada air mata yang menitik dari sudut matanya yang masih memejam.
Dengan perasaan hancur, Krittin mengusap air mata dari wajah Azura dengan isakannya, isakan yang terdengar pilu, ia pun sudah tak mampu lagi menahan kesedihannya, kesulitan untuk membayangkan jika harus kehilangan orang yang ia sayangi lagi.
"Aku sangat menyayangimu, aku mohon ... jangan tinggalkan aku sendirian lagi, Di ...."
Krittin hanya bisa menangis sambil menggenggam telapak tangan Azura yang saat ini sudah di penuhi oleh air matanya. Dan hal itu cukup membuat Dokter Aldrich dan Azio yang melihatnya ikut merasakan kesedihan yang mendalam. Sebab mereka sudah sangat paham betapa sakitnya perasaan Krittin saat ini.
"Lagi-lagi aku melihatnya seperti ini," ucap Azio yang hanya bisa menarik napas dalam saat melihat keadaan Krittin sekarang.
"Aku tahu," angguk Dokter Aldrich pelan.
"Dokter Drich, bagaimana kondisi Nona Melody sebenarnya?" tanya Azio.
Sedang Dokter Aldrich hanya bisa terdiam sambil terus menatap Krittin di sana.
"Apa sudah tak ada harapan lagi?" tanya Azio lagi.
"Kita hanya bisa berdoa untuk saat ini, aku akan melihat kondisi Nona Melody, bisakah kau menenangkan Tin?" balas Dokter Aldrich.
"Baiklah," angguk Azio.
Sedang Dokter Aldrich langsung melangkah mendekati ranjang Azura.
"Tin, biarkan aku memeriksa kondisi Melody," ucap Dokter Aldrich, menghampiri Kritin yang masih terisak di pinggiran tempat tidur Azura.
"Drich, bisakah kau membangunkannya untukku?" tanya Krittin dengan suara serak.
"Tin, aku akan berusaha semaksimal mungkin," balas Dokter Aldrich, menepuk-nepuk pundak Krittin untuk menenangkannya.
"Lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untuknya, Drich. Kerahkan semua kemampuanmu untuknya," balas Krittin sebelum beranjak dan melangkahkan kaki menuju keluar ruangan.
Kondisinya terlihat berantakan, dan memilih untuk duduk di sebuah kursi tak jauh dari ruang ICU di bandingkan kembali ke mansion untuk mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan, sedang Azio yang sejak tadi menunggu di luar hanya bisa terdiam, sebelum terlihat melangkah menghampiri Krittin, menyentuh pundak Alpha itu untuk menguatkannya. Hingga beberapa menit berlalu, saat beberapa perawat terlihat dengan langkah yang sedikit berlari memasuki kamar inap Azura Aubrey. Dan hal itu menandakan jika saat ini kondisi gadis itu memburuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK HOLE
ActionMenerima perjodohan hanya untuk balas dendam. Itulah yang di lakukan Krittin Shaqille kepada sang istri Pavel Carden, Omega yang ia nikahi lima tahun lalu. Istri yang tidak pernah ia sentuh bahkan sangat ia benci.