Ternyata bukan hanya di ruangan ICU saja yang tengah di penuhi dengan suara tangis dan air mata. Tetapi tak jauh dari tempat mereka sekarang tampak Acheron yang tengah berdiri dengan kedua mata berkaca. Hingga di detik kemudian, saat satu butiran bening lolos keluar dari sudut matanya yang sejak setengah jam lalu berada di sana.
Acheron adalah satu-satunya orang yang di penuhi oleh rasa penyesalan, rasa bersalah, dan kesedihan yang sangat mendalam, begitu juga dengan kemarahan yang tak mampu di tahannya lagi saat melihat tubuh Zev yang sudah terbujur kaku berlumuran darah.
Yang lebih menyesakkan lagi adalah anak yang sangat di nantikannya selama beberapa tahun ini juga sudah tak bernyawa lagi, anak dari wanita yang sangat di cintai seumur hidupnya kini telah meninggalkannya tanpa mengetahui siapa dirinya, dan semua itu di sebabkan oleh perbuatannya sendiri. Sungguh satu hal yang membuat Acheron menjadi kehilangan akal sehat, hingga tanpa berpikir panjang, Acheron terlihat mengarahkan senjatanya tepat ke arah Krittin yang masih terisak di samping tubuh Azura yang sudah tak bernapas lagi, bersamaan dengan suara teriakkan yang terdengar jelas di pendengarannya.
"ACHERON! JANGAN ...!" teriak Loria yang tiba-tiba berlari melindungi tubuh Krittin yang tak masih tak menyadari, jika satu panas tengah melesat cepat ke arahnya.
DOR ...!
Suara tembakan kembali terdengar di sana, dan Azio yang dengan gerakan cepat lekas menarik pelatuk sebelum mengarahkannya tepat ke arah Acheron yang tiba-tiba saja membeku di tempatnya dengan air mata yang terus menetes saat melihat sosok Loria di sana, meski tembakan Azio kali ini tak mengenai sasaran, sebab di samping Acheron, ada Aillard yang sudah terlebih dahulu menarik lengan Acheron, melindunginya dari peluru panas Azio. Hingga hanya dalam hitungan detik saja, saat tubuh Acheron dan Aillard sudah menghilang dari pandangan mereka semua, tersisa beberapa pengawalnya saja yang saat ini sudah melepaskan tembakan mereka masing-masing.
Azio yang di penuhi amarah lekas berlari keluar untuk mengejar Aillard dan Acheron yang sudah berlari keluar terlebih dulu, beruntung pria itu mendapatkan perlindungan dari beberapa bodyguard Krittin yang berusaha melindungi dan yang lainnya dari serangan pengawal Acheron.
Suara tembakan demi tembakan pun terdengar di sana, membuat semua penghuni ruangan di lantai sepuluh menjadi ketakutan, hingga tak ada satu pun yang berani untuk keluar dari kamar inap mereka. Begitu juga dengan para perawat yang lekas berlari untuk mencari perlindungan. Sedang Krittin masih terpaku menatap wajah sang ibu yang tengah tersenyum dengan mata berkaca. Sosok yang sudah sangat lama di rindukannya.
"I-bu ...?"
Loria mengulurkan kedua tangannya yang bergetar untuk menyambut kedatangan Krittin, anak yang sudah sejak lama di rindukannya, yang selalu di sebutnya dalam diam, dan penantiannya, hingga saat itu tiba, di mana ia bisa kembali memeluk tubuh putranya sambil menghirup aroma khas putranya. Namun, tubuhnya seolah tak bisa menunggu lebih lama lagi, tatapannya mulai berkabut, dan sebelum Krittin meraih tangannya, tubuh itu sudah ambruk terlebih dulu di dalam pelukannya, tubuh yang di punggungnya sudah bersarang sebuah peluru panas yang di tembakkan Acheron Flavio.
"Ibu ...."
Krittin kembali menangis. Hingga ia benar-benar yakin jika akan mati setelahnya karena terus menangis. Terlebih saat melihat bibir ibunya yang tampak bergerak pelan seolah ingin mengucapkan sesuatu. Namun, kesulitan.
"Ibu ... jangan bicara dulu, aku mohon ... Ibu akan baik-baik saja, DRICH ...! DRICH ...! ARRGH ...!"
Krittin berteriak keras dengan terus memanggil Dokter Aldrich seraya mengangkat tubuh ibunya yang sudah tak bergerak lagi untuk di gendongnya sambil terus berlari menuju ruangan ICU yang langsung di sambut oleh Dokter Aldrich di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK HOLE
AksiyonMenerima perjodohan hanya untuk balas dendam. Itulah yang di lakukan Krittin Shaqille kepada sang istri Pavel Carden, Omega yang ia nikahi lima tahun lalu. Istri yang tidak pernah ia sentuh bahkan sangat ia benci.