dua puluh

977 35 2
                                    

Aska menatap jenuh makanan yang tak disentuh adiknya sama sekali. Batinnya mencela allesia, mengapa gadis itu jadi merajuk begini padanya. Sudah dua hari ini gadis itu mogok makan karna semua benda pentingnya disita.

Aska menyekapnya disini, sementara dirinya tak tau kabar ibunya sama sekali. Bibirnya menggerutu makian-makian kecil pada aska, kesal sekali diperlakukan seperti ini. Rasanya pria itu mempunyai ribuan cctv dirumah ini, kemanapun ia bergerak aska selalu mengawasinya.

Tak terkecuali untuk bertemu naina, aska paling waswas jika dirinya berpapasan dengan wanita itu.

"Tidak perlu memakiku sampai seperti itu. " ucap aska dengan tangan bersedekap dada. "Habiskan makananmu allesia. "

Allesia terbatuk, aska selalu tau jika dirinya sedang memaki pria itu. Sambil mendengus dirinya berkata. "Aku tidak sedang memakimu. "

Aska menyipitkan matanya. "Kau tidak pintar berbohong, berhenti memikirkan cara kabur dari sini atau kupatahkan kakimu."

"Mana mungkin—kakak tidak akan melakukan itu padaku, sungguh tidak ada gunanya mematahkan kakiku. Jika aku lumpuh malah akan semakin merepotkan kakak. "

Aska tertawa sinis, "itu berarti kau tak mengenalku. Allesia, kau bisa coba kalau kau mau. "

Aska tau watak adiknya, gadis ini pasti penasaran dengan naina. Kepala kecilnya itu pasti berfikir untuk akrab dengan naina dan wanita itu akan membantunya kabur dari sini. Oh jangan panggil dirinya aska jika hal itu benar terjadi.

"Berhenti memikirkan hal yang tidak-tidak, kau tidak akan bisa melarikan diri. " ucapnya sambil mengetuk kepala gadis itu, "kalau kau coba-coba untuk meminta naina menolongmu, maka enyahkan saja pikiran itu, dia ada dipihakku. "

Allesia mendengus. "Apa yang kakak pikirkan, aku tidak pernah berfikir sampai sejauh itu."

"Benarkah, lalu—apa yang kupikirkan salah?"

Pria itu mendunduk, menatap adiknya lebih dalam. "Aku mengenalmu lebih baik daripada dirimu sendiri. Allesia, aku tidak akan bodoh kedua kalinya. Jangan pernah berfikir untuk berbicara dengan naina apalagi berteman dengannya. Dia wanita jahat. "

"Kau, pikirkan saja dirimu sendiri. Berhenti memikirkan orang lain. Naina, wanita yang kau temui kemarin—tidak lebih dari segumpal sampah yang aku pungut dijalan, tidak lebih dari itu.

Gadis itu tercengang, ucapan aska terdengar sakit sekali, meski bukan untuknya. Dirinya cukup tau bahwa ada sosok yang mengintip mereka dari celah pintu tadi, lalu pergi ketika aska mengatakan hal itu barusan.

Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Maksudnya kalian adalah komplotan yang akan terus menyekapku disini. Wah jahat sekali, lalu apakah ibu juga tau, bahwa kalian—". ucapannya terputus tatkala aska memajukan wajahnya lebih dekat. "Kau terlalu berisik. " ucap pria itu kemudian.

Aska melirik makanan disamping mereka. "Aku mau kau habiskan makananmu sebelum malam tiba, karna kau juga akan menanggung apa yang naina rasakan. Jika kau tidak menghabiskannya dalam tempo waktu yang kuberikan, maka naina juga akan bernasib sama denganmu. Kelaparan untukmu, maka kelaparan juga untuk naina.

Gadis itu menarik rambutnya kuat-kuat, kini dirinya malah makin stres. "Mana bisa begitu—".

Pria itu menaikkan kedua bahunya tanda tak perduli. "Terserah, kau pikirkan saja dari sekarang, aku tidak akan perduli lagi. Terserah kau mau makan atau tidak, jika saja wanita itu mati kelaparan maka itu adalah ulahmu."

Aska keluar dari pintu kamarnya. Baiklah allesia tiba-tiba mulai jadi gila rasanya.

****************

"Apa kau pacar kakakku? " ucap allesia mengawali. Aska sedang pergi dan ini adalah kesempatannya untuk berbicara pada wanita yang mereka sebut dengan nama—naina.

Naina menyengit bingung. "Apa perduliku,"

Allesia merebahkan tubuhnya disofa. "Aku cukup lelah, tolong jawab saja. Apa kau pacarnya?"

Wanita itu menaikkan bahunya tidak perduli, "aku tidak perduli. apa keuntungan dariku jika aku menjawabnya. "

Allesia mendengus, sulit juga berbicara pada wanita ini. Sifatnya hampir sama dengan aska, benar-benar mirip.

"Hei ayolah, apa kau tidak ingin kabur dari sini. Atau jangan-jangan kau disekap juga?"

Naina memutar bola matanya malas. Apa benar gadis ini yang dicintai aska, dirinya tak menyangka aska menyukai wanita bodoh. "Apa aku terlihat berpacaran dengannya?"

"Mungkin tidak, setauku pacar kak aska bernama anastasia bukan naina. Lalu apa kak aska selingkuh denganmu?"

Doubell kill, benar-benar bodoh kau allesia.

"Apa aska terlihat seperti pria yang seperti itu? " tanya naina cepat. "Bukankah kau adiknya, seharusnya kau lebih tau dia orang seperti apa, hubunganku dengannya—tak seperti yang kau pikirkan, aku tidak akan menjawab. Tanya saja pada pria itu."

Allesia pusing, dia tak mendapatkan jawaban apapapun. Baik dari pihak aska maupun naina.

Gadis itu terdiam sebentar, mulutnya akan bertanya lagi. Tapi tiba-tiba dadanya berdesir kecil. "Lalu apa kau mencintainya?"

Naina terdiam sebentar, lalu berkata. "Aku menyukainya. "

Allesia tersentak, lumayan kaget dengan jawaban lawan bicaranya kali ini. Naina mengelak semua pertanyaannya tapi kali ini tidak. Sekali naina memberikan jawabannya entah kenapa hatinya seperti tercubit kecil.

Apa ini karna dirinya terlalu menyayangi kakaknya—entahlah gadis itu memilih untuk tidak mau mengerti.

Naina menatap allesia dingin. "Lebih dari itu mungkin aku bukan sekedar menyukainya, mungkin aku mencintainya."

"Bukankah kalian tidak punya hubungan apa-apa?"

"Bisa tunggu aku selesai bicara—kau terlalu banyak bertanya."

Allesia memilih diam. Dirinya ingin mendengar jawaban dari mulut naina sendiri tapi entah kenapa hatinya tidak, hingga—sedari tadi dia berusaha memotong pembicaraannya dengan naina.

"Apa kau percaya hubungan saudara bisa berkembang menjadi hubungan serius ?"

Allesia ternganga. "Tidak mungkin, apa yang kau katakan—"

"Tapi aska percaya itu." Jawab naina cepat. "Pria bodoh itu mencintai satu wanita yang bahkan menatap dirinya saja tidak pernah. Aku berada disini karna akulah tempatnya pulang allesia, dia akan tidur dan memelukku jika dia merindukan wanita itu."

Gadis itu tersentak, bak semua fakta kini terungkap didepan matanya tapi dirinya masih belum mau percaya.

"Dia tak bisa melakukan itu pada wanita yang dirinya cintai, tapi dia lakukan denganku. Posisiku disini tak lebih dari pelampiasan."

Sungguh berbicara dengan naina benar-benar menguras otaknya. Tolong siapapun, bisakah naina berhenti berbicara yang tidak-tidak.

Naina menyeringai. "Dan kau tau kenapa dia melakukankannya, karna aku mirip denganmu—kalau kau tidak salah lihat wajah kita lumayan mirip."

"Tidak mungkin, apa sebenarnya yang kau bicarakan!"

"Kau mungkin hanya menganggap ini hanya bualanku semata. Tapi kau juga harus tau, allesia. Aku tidak akan pernah melepaskan aska untuk siapapun, apalagi untukmu."

Wajah allesia memerah, dirinya tak akan percaya semua ini. Mendadak sekali naina mengatakan semua ini, hal yang bahkan bukan baru sekali didengarkan tapi juga nyaris menghancurkan hatinya.

Naina menyunggingkan senyumnya. "Apa kau tau, aku memintanya untuk mengusirku, tapi dia tidak mau. Mungkin artinya—masih ada harapanku untuk masuk kehatinya?"

"Berhenti!" Teriak allesia.

"Aku tidak akan berhenti! Aku akan—," ucapannya terhenti ketika mendapati aska yang menangkap basah pertengakaran mereka. Allesia melarikan diri masuk kekamarnya. Sedangkan dirinya kini harus berhadapan dengan mata elang aska.

"Bukankah aku sudah melarangmu untuk berbicara padanya sialan!" Ucap pria itu sambil mencengkaram leher naina dengan satu tangannya.





🌸🪷🌸

Sorry LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang