Tidak Perlu Bergantung

2 0 0
                                    

Patih meraba pelan pipi Putri Mandalika yang masih belum sadarkan diri dari lamunan panjangnya. “Putri” panggilnya yang kesekian kali. Setelah merasakan sentuhan tangan dari Patih, wajah Putri Mandalika memerah karena malu. Sekujur tubuhnya berubah hangat. “Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Patih. 

“Aku baik-baik saja” jawab Putri Mandalika dengan rona wajah masih tersipu. “Ayo, ikut aku” ajak Patih sambil meraih tangan kanan Putri Mandalika. Ia membawa Putri Mandalika ke kamarnya. 

Benar saja Putri terpukau melihat seisi ruangan kecil itu. Pernak-perniknya tidak pernah ia lihat sebelumnya. Di tengah kamar itu tersedia kolam renang yang besar. Disamping kolam, ada spring bed berwarna gold kalem. Bisa dihitung lampunya mencapai puluhan, belum lagi lilin dan aroma terapi yang khas berbau bunga lavender. Ujung kamar itu terdapat ruangan, Putri memeriksanya, ternyata itu adalah kamar mandi. Sungguh sangat unik bagi Putri Mandalika, hanya dengan sekali tekan, langsung bisa memilih mandi dengan air hangat atau air dingin.

Putri merasa sedang berada di surga impian. Dia seolah membuka dunia ajaib yang ada di dongeng. Semuanya sangat lengkap bahkan tempat memasak pun ada di samping kamar mandi. “Ruangan ini punya kamu?” tanya Putri Mandalika. Patih lalu membukakan balkon yang terletak di samping kanan spring bed, terlihat laut biru tua yang tenang berpadu dengan warna langit yang bercorak putih-biru.

“Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan kepadamu. Sebagai gantinya aku akan membiarkan kamu tinggal disini selama beberapa hari” ucap Patih. Sebenarnya itu adalah strategi dia supaya bisa berlama-lama dengan Putri Mandalika. “Semoga aku bisa menjawabnya” kata Putri.

Benar-benar wanita berkelas, puji Patih dalam hati. Inilah karakter pasangan yang ia cari. Jujur saja banyak wanita yang mengejarnya hanya karena tittle-nya sebagai orang kaya dan seorang pria tampan. Itu memang hal lumrah yang kerap diperhatikan orang-orang, tapi entah kenapa Patih tidak melihat itu di mata Putri Mandalika. Ia yakin kalau wanita itu benar-benar sangat berbeda. Maka dari itu ia akan memastikannya selama Putri bersedia tinggal bersamanya.

Mereka kemudian duduk di kursi balkon sambil menatap pesona laut. “Baiklah, aku mulai dari…” katanya terhenti ketika Putri Mandalika berdiri. “Tunggu sebentar, aku mau membuatkan teh. Di istanaku dulu, kalau lagi ada tamu atau mau mengobrol, seharusnya disediakan teh atau kopi. Apakah kamu punya salah satu dari itu?” ujar Putri Mandalika.

Patih kemudian tertawa kecil melihat kelakuan Putri Mandalika. “Baiklah, kamu duduk dulu. Aku mau buatkan kamu teh hangat” perintah Patih. “Tidak. Biar aku saja yang melakukannya. Kamu tunggu aku disini” cegah Putri Mandalika. “Kamu yakin?” tanya Patih ragu.

Putri Mandalika beranjak ke dapur. Dia mengamati bagian dapurnya, tidak ada tungku sama sekali. Ia lalu mencari panci tanah yang biasa digunakan untuk merebus air, lagi-lagi tidak ia temukan. Dapur yang sangat aneh bagi Putri Mandalika. Setelah lelah mencarinya, Putri menyerah dan kembali ke balkon untuk menemui Patih.

“Bagaimana aku bisa merebus air sedangkan tungku dan panci tanah tidak ada disana” keluh Putri Mandalika kepada Patih. Patih tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapan Putri Mandalika. “Kamu hidup di zaman batu apa? Sekarang sudah tidak ada hal seperti itu. Kamu bisa gunakan dispenser untuk mendapatkan air hangat. Teh sudah ada di dalam kulkas. Kamu tinggal tuang saja” jelas Patih setelah merasa capek tertawa. Putri Mandalika meresponsnya dengan melongo tanda tidak mengerti. Istilah-istilah asing yang ia sebutkan tadi, tidak pernah ia dengar sebelumnya.

Kalau ia menunggu Putri Mandalika bergerak, yang ada drama teh hangat tidak akan selesai sampai besok pagi. Alhasil Patih sendiri yang pergi menyiapkannya. “Aku ikut” rengek manja Putri Mandalika. Putri Mandalika memperhatikan cara membuat teh hangat versi Patih. 

Putri Mandalika Versi Gue!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang