Siasat Patih

5 0 0
                                    

“Patih, kamu bicara sama siapa?” Rasa penasaran wanita itu sudah tak tertahan.

“Leccine, aku tidak bisa memberitahumu, harap mengerti perasaanku. Oiya, satu lagi, semua pekerjaan sudah aku jelaskan kepada sekretarismu. Jadi, tugasku sudah selesai. Silahkan kalau kalian mau menikmati makanannya, aku tidak bisa temani kalian. Aku mau pulang” jawab Patih kepada Leccine, wanita yang menjadi rekan kerjanya itu. 

Dia adalah anak Pak Den satu-satunya, makanya dia membuntuti Patih ketika sedang bertugas. Sebelum Patih mengenal Pak Den, Leccine sebenarnya sudah lebih dulu mengetahui tentang Patih dari teman-temannya. Sejak itu pula, Leccine mengejar-ngejar Patih sampai memohon kepada ayahnya untuk satu proyek bareng dengan perusahaan Patih.

Patih juga tidak bisa menolak keberadaan Leccine karena kalau sekali saja ia bertindak gegabah dengan menyakiti anaknya Pak Den, maka ia harus siap-siap menerima konsekuensinya. Dalam artian bahwa Patih terpaksa harus menerima sikap Leccine yang tidak sopan seperti memanggilnya sayang, menggandeng tangannya serta memeluknya suka-suka di depan umum.

“Kenapa sayang? Kamu sudah tidak betah berlama-lama denganku?” ungkap Leccine dengan muka cemberut. 

Namun, saat ini sudah menyangkut ranah pribadinya bersama Putri Mandalika, jadi mau apapun reaksi Leccine nanti setelah kepulangannya dari restoran yang tanpa sebab, Patih harus berlapang dada. Karena di atas apapun, pekerjaan goblok yang berbau nepotisme ini tidak penting bagi Patih, kalau Putri Mandalika yang harus terkena imbasnya. 

Patih mengemudi mobilnya pelan-pelan sambil melihat pinggir jalan sama seperti yang ia lakukan beberapa kali. Sepanjang perjalanan ia telusuri, Patih tidak menemukan Putri Mandalika. Terakhir ia pulanh dan mencarinya di rumah, batang hidungnya juga tidak terlihat.

“Gawat” ungkap Patih dalam hati. 

Pilihannya ia harus sabar menanti Putri Mandalika pulang sampai nanti malam. Kalau ia tidak pulang, Patih harus menerima kalau Putri Mandalika memang pergi meninggalkannya. Cukup berat bagi Patih, tapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa menelepon polisi untuk mencarinya.

Menjelang malam, Patih masih setia menunggu Putri Mandalika pulang. “Kenapa sih, kok hantu suka banget hilang dan kabur?” gerutu Patih.

Selang berapa lama akhirnya Putri Mandalika membuka pintu kamarnya. Dia basah kuyup karena kehujanan. “Putri…” sambut Patih dengan muka riang. Akan tetapi, Putri Mandalika hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Lalu dia beranjak ke kamar mandi, sedangkan Patih turun ke dapur untuk membuatkan makan malam khusus untuk Putri Mandalika sebagai permintaan maafnya. 

Ketika Patih membuka pintu kamar Putri Mandalika, ia menemukan Putri sudah tidur nyenyak. Terpaksa Patih kembali ke dapur dan menyimpan makanan itu di kulkas. Besok ia akan memanaskannya untuk Putri.

Patih kembali naik ke kamar Putri Mandalika dan melihatnya sekali lagi. “Maaf ya. Selamat tidur” ucapnya pelan. Patih pergi tidur ke kamarnya.

***

“Putri, ini sarapan untuk kamu. Aku sudah panaskan. Jangan ledek aku kalau tidak enak ya” Patih berusaha mencairkan suasana yang canggung. Putri Mandalika mengambil makanan itu “Terima kasih” sambil mengumbar sekilas senyuman. Putri Mandalika lalu naik ke kamarnya dan memakan makanan yang dimasak oleh Patih.

Patih yang melihat sikap Putri Mandalika berubah, ia langsung berinisiatif ikut ke kamar Putri Mandalika. 

“Bolehkah aku bicara sesuatu?” izin Patih dengan hati-hati. Tampak Putri Mandalika makan sambil membaca buku. Putri Mandalika menengok dan menyuruh Patih masuk ke dalam.

“Kamu mau bicara tentang apa?” tanya Putri Mandalika.

“Aku minta maaf sebelumnya. Aku mau klarifikasi masalah kemarin” jawab Patih.

Putri Mandalika Versi Gue!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang