BAGIAN 9 - TASTE OF YOUR LIPS

652 27 0
                                    

Ini agak panjang guys, harap-harap kalian gak bosan :)

Happy reading!

***

Asap putih mengepul ke udara, menimbulkan bau rokok yang menyengat di seisi ruangan yang luasnya tak seberapa ini. Tiga botol minuman beralkohol memenuhi meja, dua diantaranya sudah kosong tak bersisa.

Katakanlah Karel gila, menyetujui ajakan Bima untuk mencoba minuman orang dewasa ini. Suasana hati yang buruk membuatnya semakin bersemangat menghabiskan gelas demi gelas minuman yang entah apa namanya ini, tapi yang jelas berwarna bening seperti air putih. Bima yang membawanya ke markas mereka.

Walau pada tegukan pertama rasa pahit itu langsung menyapa lidahnya dan disusul dengan rasa panas membara yang menyerang tenggorokan, Karel tetap melanjutkan, menghabiskan satu botol penuh minuman seorang diri.

“Cukup Rel, Lo udah minum kebanyakan.” Gani menahan tangan Karel yang hendak menuangkan minuman dari botol ketiga. Jelas khawatir jika temannya ini melewati batas.

"Biarin aja Gan, demen itu si Karel. Lo juga minum lagi nih," ucap Bima setengah teler, menyodorkan gelas plastik putih itu ke depan Gani yang langsung menepisnya.

Helaan napas keluar dari mulut Gani kemudian. Dipandangnya dua onggok manusia yang sudah ambruk di atas meja itu. Gani tidak mengira jika kedua temannya ini akan sangat menggila saat pesta minuman mereka dimulai.

Disaat Gani bahkan baru menghabiskan setengah gelas, mereka sudah menghabiskan dua gelas. Gila. Itu yang Gani pikirkan saat melihat mereka minum.

“Bim, bangun, gue anter pulang.” Gani beranjak, meraih lengan Bima untuk ia angkat. Dirinya harus segera menyudahi hal gila ini.

Setelah berhasil mengalungkan lengan Bima di pundaknya, Gani menatap Karel yang tampak berusaha mempertahankan kesadarannya. “Rel, tunggu disini, nanti gue balik lagi.”

Karel mengangguk disela rasa pusing yang mulai menyerang kepala. Sungguh kepalanya seperti berputar, pandangannya mengabur, tubuhnya terasa sangat lelah, dan sekarang ia mulai mengantuk.

Pemuda delapan belas tahun itu membenamkan wajahnya di meja, rambutnya ia tarik kuat berharap bisa mengurangi rasa sakit yang kian meluap. Namun hal itu jelas sama sekali tak membantu. Erangan frustasi keluar dari mulut kemudian dan satu detik setelahnya isak tangis mulai terdengar.

Karel tidak mengerti mengapa ia menangis, semua hal yang dilakukannya sekarang seakan di luar kendali.

Dan ditengah semua hal yang berkecamuk di kepala, satu paras terlintas dalam bayangan. Dan entah karena kesadarannya atau masih dalam efek mabuk Karel membuka ponsel, mendial salah satu nomor yang ada di kontaknya.

Dalam waktu kurang dari lima detik, sebuah suara dari seberang telpon menyapa indra pendengarannya.

“Halo, Karel? Kenapa?”

🌱🌱🌱

“Gue balik dulu, ya?”

“Iya, hati-hati. Makasih udah dianter sampai sini.”

Waktu menunjukkan pukul enam tepat saat Shaka turun dari mobil sedan putih itu. Dengan senyuman hangat ia menatap Revan di dalam mobil. Revan balas senyum, melambai singkat sebelum mobil itu melaju perlahan.

Shaka masih berdiri di tempatnya saat getaran dari ponsel di saku celana terasa menggelitik. Diambilnya si ponsel, ada panggilan masuk. Tak ingin si pemanggil menunggu lebih lama, segeralah ia jawab panggilan itu.

“Halo, Karel? Kenapa?”

"Apa sih hebatnya si Revan Revan itu?"

Alis Shaka mengernyit mendengar suara dari seberang telpon. Ponsel itu ia jauhkan dari telinga guna melihat nama yang tertera di layar. Namun tidak ada yang salah, itu benar Karel yang menelpon. Shaka kembali menempelkan ponselnya ke telinga. "Maksudnya?"

Best (Boy) FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang