Sore sekitar jam 5 kurang, aku sampai di minimarket cabang B23. Aku memarkirkan motorku di depan toko. Bagiku, ini bukan sekadar minimarket, ini adalah tempat di mana aku menggapai rinduku. Tempat di mana Pak Rendi bekerja.
Mataku langsung menangkap sosoknya, duduk tenang di belakang meja kasir dua. Di depan pintu masuk minimarket ini, ada dua meja kasir yang saling berhadapan. Kasir satu adalah medan tempur utama-tempat pelanggan datang dan pergi, menumpahkan keranjang belanjaan mereka, dan menyodorkan uang atau kartu. Sementara kasir dua adalah semacam markas komando. Itu adalah tempat kepala toko dan asistennya bekerja, memeriksa stok barang, mencatat laporan, atau mengamati situasi toko dengan mata elang. Meja kasir dua hanya digunakan jika pelanggan terlalu banyak dan antrian mulai melingkar seperti ular piton yang lapar. Hari ini, tampaknya kasir dua hanya digunakan untuk 'markas pura-pura sibuk' oleh Pak Rendi.Di sudut toko, si Dadang, pramuniaga sekaligus kasir minimarket ini, sedang merapikan barang-barang. Sesekali ia melirik kami, tetapi segera kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
Pak Rendi berdiri saat melihatku turun dari motor, senyumnya mencuat seolah-olah dia tahu persis alasan kehadiranku di sini.
"Eh, ke sini lagi? Kangen ya... hehe," ucapnya, meledek dengan tatapan iseng yang membuatku sejenak salah tingkah. Senyum lebar itu seperti sinar matahari pagi yang menembus awan mendung-terang, hangat, dan sulit diabaikan.
Aku hanya tersenyum kecil dan mendekatinya. Ah, mungkin senyumku sedikit terlalu lebar, tapi aku tidak peduli. Aku tidak perlu banyak berkata-kata. Biarkan saja senyum ini berbicara, meskipun entah dia bisa mendengar bisikannya atau tidak.
Pak Rendi duduk kembali di kursi kasir dua, tangannya mulai memainkan mouse dan keyboard di depannya, berpura-pura fokus pada layar komputer yang seolah-olah menyimpan segala rahasia dunia. Namun entah dia beneran sibuk atau tidak. Caranya mengetik terlihat seperti orang yang sedang menulis sesuatu yang bahkan dia sendiri tak ingin baca.
Meskipun aku selalu memanggilnya "Pak Rendi", sebenarnya kami seumuran-sama-sama 22 tahun. Malah, aku lebih tua dua bulan. Aku lahir di bulan April, dia di bulan Juni. Tapi, karena posisinya di atasku, "Pak" menjadi semacam bentuk penghormatan yang aku pakai. Mungkin ini juga salah satu caraku menjaga jarak, meski dalam hati, jarak itu ingin kuhapus sepenuhnya.
Aku pandangi wajahnya dari samping. Pak Rendi punya pesona yang sederhana, tapi kuat. Raut mukanya tenang, bersahaja, tapi memikat. Kulitnya kuning kecokelatan, tidak terlalu terang, tapi juga tidak terlalu gelap. Wajahnya imut, sebuah perpaduan sempurna yang membuat siapa pun nyaman melihatnya.
Aku perhatikan ada setitik keringat yang mengilap di ujung hidungnya. Tanpa banyak pikir, aku menyapu keringat itu dengan ujung jariku. Sebenarnya, alasanku bukan hanya ingin membersihkan keringatnya, tapi ada bagian diriku yang memang ingin menyentuhnya, meski hanya sedikit. Tentu saja, ini hanya kedok. Tangan ini mungkin lebih jujur daripada mulutku.
"Ih, ngapain sih?" Pak Rendi menjauhkan kepalanya sedikit, terkejut dengan sentuhan mendadak itu, tapi terlambat. Aku sudah berhasil menyentuhnya.
"Itu, ada keringat di hidung," jawabku dengan suara semanis mungkin, pura-pura tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiranku.
"Gak sopan, tahu! 'Cubak-cubak', sentuh-sentuh hidung orang tanpa ijin, tanpa permisi!" ujarnya tanpa menoleh padaku, matanya masih menatap layar komputer dengan mulutnya agak cemberut. Aku tidak yakin dia benar-benar marah, tapi sentuhan tadi mungkin sedikit mengganggunya.
"Oh, ya maaf, gak bermaksud begitu," balasku dengan nada bersalah, meski dalam hati ada sedikit tawa yang menggelitik. Aku benar-benar tidak menyangka dia akan merespon seperti itu.
Tak lama, Pak Rendi berdiri dan berjalan ke arah gudang yang ada di belakang toko. Minimarket ini bentuknya seperti huruf U, jadi untuk menuju gudang, kami harus berjalan ke belakang hingga ke ujung toko, lalu masuk ke pintu di sisi kiri, memutar sedikit ke arah dalam. Ruangan gudang terletak di sebelah kiri toko, hanya terhalang oleh tembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diskon Cinta Di Minimarket
RomanceWarning❗❗❗❗ Gay LGBTQ+ 18+ 21+++ 🔞🔞🔞 Mengandung adegan dewasa tanpa filter Harap bijak dalam memilih bacaan --------------------------------------------- Nizam telah lama menyimpan perasaan mendalam untuk Rendi, seorang rekan kerja yang telah men...