Kehidupanku

11 3 0
                                    

---

           Mahesa duduk terdiam, menatap buku pelajarannya, tapi pikirannya terus melayang memikirkan kejadian tadi. Alissya, gadis baru itu, telah membelanya di depan Dika, seseorang yang selama ini selalu membuat hidupnya sulit. Meskipun Mahesa terbiasa menghadapi berbagai bentuk perlakuan kasar, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Ada perasaan hangat dan rasa syukur yang tumbuh di dalam hatinya.

Selama ini, Mahesa terbiasa menjalani hidup dengan menahan rasa sakit dan ketidakadilan yang kerap menghampirinya. Hidup di panti asuhan sejak kecil, dibully karena kondisinya, dan menghadapi pandangan merendahkan dari banyak orang membuatnya kuat secara mental. Namun, kehadiran Alissya membawa sesuatu yang baru harapan bahwa dunia mungkin tidak seburuk yang selama ini ia kira.

Pelajaran dimulai, tetapi Mahesa tak bisa sepenuhnya fokus. Sesekali, ia melirik ke arah Alissya yang tampak tenang membaca buku di bangkunya. Setiap kali melihat senyum lembut gadis itu, hati Mahesa sedikit terangkat. Ia merasa ada seseorang yang melihatnya lebih dari sekadar “Mahesa yang lumpuh” atau “Mahesa penjual makanan.”

Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Mahesa mulai merapikan barang-barang jualannya yang belum habis. Ia selalu membawa pulang makanan yang tidak terjual untuk diberikan kepada penghuni panti asuhan. Saat ia sibuk memasukkan risol dan makaroni panggang ke dalam kotak, Alissya menghampirinya lagi.

"Mahesa, kamu mau pulang?" tanya Alissya dengan senyuman khasnya.

Mahesa mengangguk. "Iya, aku harus pulang ke panti."

"Panti? Kamu tinggal di panti asuhan?" Alissya terlihat sedikit terkejut, namun ekspresinya tetap ramah.

Mahesa tersenyum tipis. "Iya, sejak kecil. Orang tua aku meninggalkan aku di sana."

Raut wajah Alissya berubah, terlihat sedikit sedih. "Maaf, aku ga tau. Tapi kamu hebat banget bisa bertahan dan masih semangat gitu. Aku salut sama kamu, beneran."

Mahesa hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa. Pujiannya dari Alissya terasa tulus, dan itu membuat hatinya terasa lebih ringan.

"Kalau gitu, hati-hati di jalan ya, Mahesa. Semoga besok dagangannya laku lebih banyak lagi," kata Alissya sambil melambaikan tangan sebelum pergi meninggalkan sekolah.

Mahesa hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Meskipun hari itu penuh kejadian tak terduga, ia merasa bahwa kehadiran Alissya adalah sebuah berkah yang membuat segalanya terasa lebih mudah. Dalam hati, Mahesa berjanji untuk terus maju, apapun yang terjadi.

Setelah selesai membereskan dagangannya, Mahesa bergegas menuju panti asuhan. Di sepanjang perjalanan, pikirannya masih dipenuhi dengan Alissya dan sikap baiknya. Ia tahu bahwa kehidupannya tidak akan berubah begitu saja, tapi setidaknya sekarang ia tahu ada seseorang yang melihatnya dengan cara yang berbeda, bukan hanya sebagai anak panti atau orang yang cacat.

Di dalam panti, Mahesa disambut oleh suara riuh adik-adik panti yang selalu menantikan kepulangannya. Dengan senyuman yang lebih lebar dari biasanya, Mahesa membagikan sisa makanannya, sambil berpikir bahwa meskipun hidupnya penuh cobaan, ia masih punya alasan untuk bersyukur.

Hari mulai senja ketika Mahesa tiba di panti asuhan. Langit berwarna jingga keemasan, menyambutnya dengan kehangatan yang menenangkan. Suara tawa adik-adik panti terdengar ramai di halaman, membuat suasana panti terasa hidup seperti biasa.

Rumah untuk Mahesa [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang