𝗧𝗨𝗝𝗨𝗛 :: Hanya Satu?

22 9 0
                                    

Alas Urup — On Going
___________________

Pasca kedatangan dari sosok perempuan tersebut, Aziel dan Aska sepakat untuk tidak membicarakannya dengan teman-teman mereka yang lain. Karena Aska dan Aziel tak ingin kegiatan KKN mereka berhenti di tengah jalan dan harus melakukannya di desa lain, tentu saja itu akan membuat kelulusan mereka semakin lama.

Langkah kaki seorang mahasiswi sembari membawa beberapa peralatan mandi, dan pastinya langkah kaki mahasiswi tersebut berjalan ke arah kamar mandi yang letaknya cukup jauh dari rumah yang ia buat untuk beristirahat setelah hari yang panjang.

Dirinya saat ini memberanikan untuk mandi tanpa diantar oleh kedua temannya yang sudah terlebih dahulu mandi. Baginya curang sekali teman-temannya tak mau membangunkannya atau bahkan mengantarnya untuk ke kamar mandi.

Padahal ini hari pertama dirinya akan mulai melaksanakan kegiatan KKN bersama teman-teman mereka yang lain, dan jika salah satu ada yang terlambat maka kegiatan itu akan tertunda. Adre tebak, kedua temannya pasti sengaja tidak membangunkannya agar mereka dapat waktu lebih lama untuk berhias diri.

Saat tangannya hendak membuka pintu kamar mandi, ia mendengar suara seperti batu yang dilempar ke air. Tapi suara itu tak berasal dari dalam kamar mandi yang hendak ia masuki, melainkan dari sebelah kanan kamar mandi tersebut.

Dengan refleks, tatapan Adre yang sebelumnya masih merasakan kantuk langsung menatap ke sebelah kanan kamar mandi di depannya berdiri diam. Hanya terdapat ranting-ranting yang panjang dan tak beraturan.

Sejujurnya Adre penasaran dengan apa yang ada di balik ranting-ranting tersebut, namun dirinya masih menyayangi nyawanya. Dirinya takut jikalau saat ia mengecek apa yang ada di balik ranting-ranting itu yang ditemuinya malah hewan buas atau mungkin jurang.

Tatapannya kembali ke arah pintu di depannya, daripada membuang-buang waktu untuk hal yang tak diketahui apa manfaatnya lebih baik lakukan apa yang sebelumnya menjadi tujuan awalmu bukan?

Hanya butuh waktu dua belas menit, Adre sudah menyelesaikan kegiatan menyegarkan diri di kamar mandi. Tanpa basa-basi, dirinya langsung berjalan untuk kembali ke penginapan menemui teman-temannya yang lain.

Namun sayang sekali, tujuannya kali ini tertunda dikarenakan ia lupa mana jalan yang bertujuan ke rumah Mbok Dina.

Hening. Yang terdengar hanyalah suara burung yang beterbangan di atas pepohonan tinggi dan beberapa jangkrik yang hinggap di berbagai tanaman liar di hutan.

Panik? Tentu saja. Siapa juga yang tak akan panik ketika tersesat di sebuah hutan yang sepertinya memiliki ribuan misteri yang ditutup rapat oleh warga-warganya.

Sudah berkali-kali Adre berkeliling demi mencari jalan yang benar, namun hasilnya tetap nihil. Yang Adre dapatkan hanya pemandangan pepohonan tinggi, tak ada tanda-tanda kehidupan manusia di sekitarnya.

Hendak saat Adre akan melewati jalan berbeda yang sebelumnya ia lalui, terdengar suara motor. Yang berarti apa? Yang berarti terdapat manusia lain di sekitar sini selain dirinya.

Kepalanya menoleh ke sekeliling demi mencari di mana asal suara tersebut, dan menemukan seorang bapak-bapak yang sedang menaiki sebuah motor yang sudah terlihat tua sembari membawa beberapa kayu kering di bagian belakangnya.

Adre berlari sekuat tenaga untuk mengejar motor tersebut walaupun tenaganya sudah cukup terkuras dikarenakan terus-menerus berkeliling tadi, teriakan tedengar menggema di hutan yang sepi tersebut dan tentu saja suara itu berasal dari Adre.

Tepat setelah Adre berteriak, bapak yang sedang menaiki motor tersebut menghentikan mesinnya. Kepalanya menoleh demi dapat melihat siapa yang barusan sudah berteriak di tengah-tengah hutan yang sunyi ini.

Kesempatan itu tentu saja tak disia-siakan oleh Adre, dirinya sekali lagi berlari menghampiri bapak tersebut. Napasnya tersengal-sengal saat baru saja sampai di sebelah motor tua milik bapak tersebut.

Senyuman terlukis di bibir bapak tersebut, Adre tebak umurnya pasti sudah 50-an. “Cah ayu... Ganeya bisa ana ing tengahing Alas Urup iki?”

Kula kesasar, Pak. Punapa kula angsal nyuwun tulung bapak kangge nganter kula wangsul dhateng dhusun kula?”

Senyuman yang sebelumnya terukir di bibir bapak tersebut, perlahan mulai memudar dan bergantikan dengan ekspresi datar. “Apa jeneng ndesomu?”

“Desa Sudarsana.”

Kali ini perubahan ekspresi di wajah bapak tersebut kembali terlihat, namun kali ini ekspresi bingung yang ia tunjukkan. “Desa Sudarsana? Beneran?”

Anggukkan kepala Adre berikan kepada bapak di depannya itu. Adre yakin sekali bahwa desa yang ia jadikan untuk menyelesaikan KKN mempunyai nama Sudarsana. Tak mungkin kan jika dirinya lupa? Adre masih muda, dan semua yang ia lakukan sudah tersimpan rapi di dalam ingatannya.

“Di Alas Urup hanya terdapat satu desa, dan bapak tak pernah dengar yang namanya desa Sudarsana. Kamu pasti tersesat dari desa Jagawana.” Bapak itu membenarkan kayu bakar bawannya agar tak terjatuh. “Mari, bapak antarkan ke desa Jagawana.”

___________________

Alas Urup — On Going

Alas Urup [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang