𝗗𝗨𝗔 𝗕𝗘𝗟𝗔𝗦 :: Malam

26 11 0
                                    

Alas Urup - Chapter 12
___________________

Suasana malam di tengah hutan yang gelap terasa menegangkan. Langit terlihat gelap pekat, hanya diterangi oleh cahaya dari bulan sabit yang bersinar di tengah-tengah kegelapan, itupun tak dapat menerangi hutan sampai ke dasar dikarenakan pohon-pohon tinggi yang menghalangi sinarnya untuk masuk.

"Adre!" Sebuah suara menggema di tengah-tengah sepinya hutan yang gelap. Sekelompok warga beserta dua orang mahasiswa bersama-sama mencari salah satu temannya yang sudah hilang hampir satu minggu.

Angin dingin menyapu ranting-ranting pepohonan, menciptakan suara gemerisik yang terdengar samar seakan mengiringi setiap langkah mereka.

Hanya mengandalkan lima senter di tangan mereka yang memantulkan cahaya redup yang berkedip-kedip di antara batang pohon dan semak-semak lebat. Lima warga asli beserta dua orang mahasiswa masuk lebih dalam menuju hutan.

Walaupun lima warga asli tersebut sudah terbiasa dengan gelapnya hutan, mereka tetap saja harus berhati-hati jikalau terdapat sesuatu yang mencurigakan, terlebih mereka selalu diperingatkan agar tidak berkeliaran jauh dari desa. Namun sekarang mereka sudah berkilo-kilo meter jauhnya dari desa.

Sedangkan Arjuna dan Askara menatap ke sekitar penuh dengan waspada, langkah kaki mereka mengikuti Pak Jaga dan empat orang bapak-bapak di depan mereka dengan hati-hati. Arjuna berkali-kali menengok ke belakang, berjaga-jaga jika sesuatu akan muncul dari kegelapan dan menyerang mereka.

"Ini sudah hampir satu minggu, tapi hutan ini seakan enggan untuk mengembalikan Adre," bisik Arjun pada Aska dengan suaranya terdengar sangat kecil, mungkin hanya mereka berdua yang dapat mendengarnya.

Sedangkan warga asli tak banyak berbicara, mereka juga sama khawatirnya dengan dua mahasiswa di belakangnya. Jika terjadi sesuatu dengan mahasiswi yang hilang tersebut, maka mereka mendapat masalah besar. Pak Jaga terus memberi isyarat untuk maju ke depan, karena dirinya yang paling hafal dengan hutan ini. Dan kali ini pengalamannya diuji oleh malam dengan hawa dingin yang tak bersahabat.

"Gue yakin jasadnya masih baik-baik aja sampai sekarang," balas Aska selang beberapa menit diam menatap pohon-pohon besar di sekitarnya yang menjulang tinggi seakan tanpa batas, seperti mengurung mereka dalam kegelapan.

Langkah kaki Arjun terhenti setelah mendengar ucapan dari temannya itu. Aska yang menyadari Arjun menghentikan langkahnya tentu saja ikut berhenti, menatap temannya yang berdiri dengan jarak beberapa langkah darinya. "Arjun, ayo." Aska mengangkat tangannya, mengajak Arjun untuk melanjutkan langkah kakinya agar tak tertinggal jauh dari warga-warga.

Kerutan muncul di dahi Arjun, langkah kakinya terdengar menghampiri Aska yang sedang menatapnya bingung. "Jadi lo ngarep kalau Adre udah-"

"Enggak, gue nggak bermaksud begitu," potong Aska cepat, suaranya terdengar pelan namun penuh keraguan. Namun ucapan tersebut malah memperkeruh suasana. "Maksudku Adre udah hilang hampir satu minggu, satu minggu bukan waktu yang cepat. Gue nggak yakin kalau dia masih-"

"Itu berarti lo bilang kalau Adre udah nggak ada!" kali ini Arjun yang memotong ucapan teman sekamarnya yang sekarang hanya dapat diam. Tangan Arjun menggenggam erat kerah baju milik Aska yang membuat sang pemilik baju yang tingginya bisa dibilang berjarak 5 cm itu menatap wajahnya sedikit kaget.

Helaan napas kasar keluar dari mulut Aska, tangannya menggenggam tangan Arjun yang juga menggenggam erat kerahnya. "Tenangin diri kamu, Arjun." Tatapannya yang sebelumnya terlihat kaget sekarang bergantikan dengan tatapan datar menatap temannya yang selalu terbawa oleh emosinya. Bagi Aska, emosi Arjun adalah yang paling gampang untuk dipermainkan.

Arjun terdiam sejenak, napasnya masih berat, namun genggamannya mulai mengendur pada kerah Aska. "Maaf," gumam Arjun sembari melepaskan genggaman tangannya pada kerah baju temannya. Kepalanya menunduk menatap tanah yang ia pijak sekarang, mencoba menenangkan pikirannya yang bercampur aduk.

Sedangkan Aska menarik napas lega, mengusap kerah bajunya yang sedikit kusut. "Gue tahu isi pikiran lo," ucapnya perlahan.

"Nggak, lo nggak bakalan pernah tahu isi pikiran gue, Askar Bagaswara."

"Kita semua sama-sama khawatir, tapi kita gak bisa terus-terusan berharap pada sesuatu yang-"

Sebelum Aska menyelesaikan ucapannya, suara gemerisik dari arah semak-semak terdengar membuat ucapannya terpotong. Serentak, mereka berdua menoleh ke arah sumber suara, senter di tangan mereka langsung diarahkan ke semak-semak tersebut.

"Woi, cepat! Jangan ketinggalan!" teriak salah satu warga dari kejauhan, suara mereka terdengar lemah di tengah pekatnya malam. Pak Jaga, yang memimpin rombongan berhenti dan menoleh menunggu Arjun dan Aska yang masih terdiam di tempat.

"As, lo denger?" bisik Arjun, matanya tak lepas dari semak-semak di depannya.

Aska mengangguk pelan, tangannya sedikit gemetar. "Kayaknya ada sesuatu di sana...." Dia melangkah maju perlahan, mendekati semak-semak sambil menyorotkan senternya lebih dekat. Arjun mengikuti di belakangnya, masih dengan kewaspadaan tinggi.

Semakin dekat mereka melangkah, semakin jelas suara itu terdengar. Tapi, suara gemerisik itu tiba-tiba berhenti, meninggalkan kesunyian yang mencekam. Arjun dan Aska saling bertukar pandang, bertanya-tanya apakah mereka harus melanjutkan atau kembali ke rombongan.

Tiba-tiba, dari balik semak-semak, muncul sesosok bayangan yang mengejutkan keduanya. Aska hampir terjatuh ke belakang karena kaget, sementara Arjun secara refleks mengarahkan senternya dengan cepat. Bayangan itu semakin jelas-seorang wanita, dengan pakaian yang compang-camping dan terlihat basah, wajahnya kotor disertai dengan tatapan matanya yang tampak kosong.

"Adre?" suara Arjun terdengar bergetar, tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.

Sang pemilik nama itu tak merespons. Dia hanya berdiri diam dengan tubuhnya yang gemetar seperti menggigil, dan napasnya tersengal-sengal. Pakaiannya yang sobek-sobek menunjukkan bekas-bekas luka di kulitnya, seolah-olah dia telah melewati sesuatu yang mengerikan.

"Aska, itu dia. Adre!" Arjun berlari ke arahnya, tapi langkahnya tiba-tiba berhenti ketika melihat ekspresi di wajah Adre. Ada sesuatu yang aneh-wajahnya tak menunjukkan sedikit pun kegembiraan atau kelegaan saat melihat kedua temannya itu. Malah, ada sesuatu yang sedang disembunyikan di balik tatapan kosong tersebut.

Aska yang awalnya ingin mengikuti Arjun sekarang berdiri kaku. "Ada yang nggak beres, Ar...." bisiknya, mencoba memperingatkan temannya. "Gue nggak yakin itu Adre."

Namun, sebelum Arjun bisa merespons, Adre tiba-tiba bergerak cepat, menghampiri mereka dengan langkah pincang yang tak teratur. Arjun yang terkejut, tapi tak sempat bereaksi ketika tangan Adre meraih lengannya, menggenggamnya dengan erat. Tatapan kosong di matanya kini berubah menjadi penuh dengan ketakutan, seolah-olah dia sedang melarikan diri dari sesuatu yang menakutkan.

"Tolong...." bisiknya pelan, nyaris tak terdengar di antara angin malam yang dingin. "Lunga... Saka kene...."

___________________

Alas Urup - TBC

Alas Urup [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang