"Remember me?"
Sellina mengangguk dengan senyum ramahnya. "Ya, kau si pria yang hampir dicopet bukan?"
Laki-laki berambut ikal itu meringis dengan tangan menyentuh lehernya. "Haha, 'si pria yang hampir dicopet', ya."
Sellina menggigit pipi bagian dalamnya, tidak tahu harus merespon bagaimana ketika melihat raut pria di hadapannya.
"Just call me Ken, and what is your name, wonder woman?" sambungnya dengan tangan yang mengulur ke arah Sellina.
Sellina menatap canggung namun tetap menyambut uluran tangan tersebut. "Selline."
Ken tersenyum lebar. "Alright, Selline, aku rasa aku masih memiliki 'hutang' padamu. Aku belum mengganti es krimmu dan aku tidak bisa tidur nyenyak sejak hari itu. So, wanna go for an ice cream tonight?"
Sellina membulatkan matanya. "Es krim? Di cuaca seperti ini?" tanyanya terkejut. Pasalnya suhu malam hari ini mencapai 2 derajat celcius dan pria itu mengajaknya memakan es krim.
Diluar dugaan, Ken terkejut melihat reaksi Sellina. "Oh, aku kira kau suka memakan es krim walaupun saat musim dingin."
Sellina mematung mendengar jawabannya, memang tidak sepenuhnya salah. Tempo hari pria itu memang melihatnya memakan es krim di pagi hari dengan suhu yang cukup rendah. Sedangkan saat itu ia hanya ingin mencoba tantangan baru saja.
"Aku datang bersama teman-temanku." jawabnya tak ingin menjelaskan alasan konyolnya.
"Oh, maafkan aku. Lalu bagaimana jika kita bertemu lagi besok?" tanyanya membuat alis Sellina berkerut. "Untuk es krim." sambungnya.
Sellina terlihat berpikir sejenak. Jika ia menolak lagi, sepertinya pria itu akan tetap mencari hari lain. Bagaimanapun dia terlihat sangat bersikeras untuk 'membayar utang'-nya.
"Baiklah."
Senyum Ken semakin melebar, untuk seketika membuat Sellina menatap kagum melihat lesung pipi pria itu yang baru disadari olehnya. Namun kesadarannya cepat kembali begitu melihat tangan Ken yang terulur, membuatnya menatap penuh tanda tanya.
"Bagaimana aku akan menghubungimu?" tanyanya dengan satu kedipan matanya yang kali ini membuat Sellina ingin muntah. Ah, pria itu tidak berusaha untuk menggodanya kan?
"Kita bertemu di kedai es krim dekat tempatmu saat hampir kemalingan, aku akan datang di jam makan siang." jawab Sellina yang membuat Ken menarik kembali tangannya. "Ah temanku memanggilku, sampai bertemu besok, Ken!" lanjutnya begitu melihat Kylie yang melambai padanya, yang sekaligus membuatnya diam-diam bernapas lega. Entahlah, ia hanya merasa bahwa pria itu sedikit.. nakal(?).
"David sudah menunggu di depan, dia mengeluh tidak tahan mendengar ocehan Matt." ucap Kylie yang sontak membuat Sellina terbahak.
"Bagaimana dengan segelas wine malam ini?" tanya Kylie membuat Sellina sedikit ragu. Ia belum pernah mencicipi minuman beralkohol. Bukan mengapa, di Indonesia memang cukup sulit menemukan minuman beralkohol di tempat umum. Ditambah, ia memang tidak tertarik mencoba minuman seperti itu.
"Mungkin sedikit."
****
Dahi Sellina mengkerut dalam. Telinganya terasa pekak. Musik yang berdentum keras seakan mampu memecahkan gendang telinganya, ditambah bau yang sangat menyengat membuat kepalanya pusing.
Kylie dan Matt mengajak Sellina duduk di salah satu sofa yang berada di ujung ruangan. Kylie dapat melihat jelas raut tak nyaman Sellina sehingga ia memilih tempat yang paling jauh dari suara yang memekakkan telinga itu.
Sementara David di pertengahan jalan harus pergi terlebih dahulu karena urusan mendesak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat ini.
"Kau baik-baik saja?" tanya Kylie.
Sellina tersenyum, berusaha menampakkan dirinya baik-baik saja. "Ya. Aku hanya perlu sedikit adaptasi." jawabnya.
Mendengar itu, Matthew nampak terkejut. "Apa kau baru pertama kali pergi ke kelab malam?"
Sellina mengangguk yang membuat pria itu semakin terkejut, sama halnya dengan Kylie.
"Kalau begitu, kurasa kau harus mencoba ini. Kau pasti menyukainya." sahut Kylie dengan sebuah gelas berisi cairan merah pekat yang disambarnya dari pelayan yang lewat.
Sellina mengambil gelas itu penuh keraguan. Ia menatapnya lama.
"Segelas wine tidak akan membuatmu mati." kekeh Matthew.
Sellina meneguk ludahnya susah payah, lantas memejamkan matanya kala bau yang menyengat itu kembali merasuki indera penciumannya.
Perlahan minuman itu mulai merengsek masuk ke tenggorokannya. Kerutan di wajahnya semakin bertambah begitu minuman itu berhasil ditelannya. "Ini aneh."
Matthew dan Kylie sontak tertawa melihat raut wajah Sellina. "Kau harus sering meminumnya agar kau tau sensasinya." gelak keduanya.
"Segelas lagi?" tawar Matthew membuat Sellina menggeleng cepat. "Oh ayolah, tadi kau hanya minum untuk Kylie, minumlah lagi untukku." bujuknya.
"Tidak, Matt. Aku tidak tahan dengan itu."
"Sekali saja, aku janji tidak akan memaksamu lagi, kumohon sekali lagi saja."
Sellina memutar bola matanya malas dan berakhir menyodorkan gelasnya untuk diisi minuman kembali oleh Matthew. "Sedikit saja." tekan Sellina.
"Siap, bos!"
Matthew tersenyum senang melihat Sellina menerima tuangannya. Sementara Kylie hanya berdecak malas melihat sikap menyebalkan Matthew.
"Oh, itu X-flow!" seru Kylie melihat DJ favoritnya yang berasal dari Amerika Serikat itu telah muncul. Itu juga yang menjadi alasannya yang sangat ingin mampir ke kelab ini. "Ayo bersenang-senang!" ajaknya pada kedua temannya.
"Kalian pergilah, aku sedikit pusing. Aku pikir lebih baik aku disini saja." jawab Sellina. Ia sudah merasa alkohol itu mulai merenggut kesadarannya.
"Apa benar kau baik-baik saja? Sepertinya lebih baik aku menjaga Selline disini, kau pergilah." ujar Matthew khawatir.
"Tidak, aku sungguh baik-baik saja, hanya sedikit pusing. Pergilah dengan Kylie, Matt."
Sellina yang bersikeras untuk keduanya segera pergi karena musik mulai terdengar, pun akhirnya keduanya beranjak menuju ke lantai dansa walau masih ada kekhawatiran yang nampak dari raut keduanya.
Sellina memegang kepalanya, kewarasannya kian menghilang. Ia memilih beranjak dari tempat duduknya dan ingin menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Namun sialnya, ia bahkan tidak tahu dimana kamar mandi itu berada.
"Astaga, kenapa orang-orang suka mabuk? Ini sungguh menyiksa!" umpatnya. Ia mati-matian menahan agar sisa kewarasannya tidak hilang. Sellina kembali melanjutkan jalannya yang terseok, pandangannya yang memburam itu membuatnya kesulitan melihat dengan jelas.
"Pergilah!"
"Aku bilang pergi, sialan!"
Samar-samar suara itu tertangkap indera pendengarannya. Dengan pandangannya yang tak jelas itu, ia memilih mendekati sumber suara.
Dahinya yang mengernyit tetap tak dapat menangkap kejadian di depan matanya dengan jelas, membuatnya kembali mengumpat kesal. Yang jelas, ada keributan diantara kedua orang di hadapannya saat ini. Namun mendengar geraman pria itu lagi pada wanita di depannya membuatnya semakin yakin bahwa bukan ada pelecehan wanita di sana, namun pelecehan pada pria.
"Hey!" teriaknya cukup keras membuat kedua insan tersebut menaruh atensi padanya.
Dua orang berbeda jenis kelamin itu spontan menoleh bersamaan ke sumber suara dengan reaksi yang berbeda.
"Pergilah, jangan ganggu suamiku!"
°°°°°°°
-al
14 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet In London
RomanceLondon. Kota yang menjadi saksi bisu kisah mereka. Pahit manis yang dialaminya, yang entah di kemudian hari akan menjadi kenangan manis atau malah trauma baginya. ••••••••••••••••••••••••••••••• Sellina Cassia Arabella, gadis sederhana yang penuh te...