"Hey!"
Dua orang berbeda jenis kelamin itu spontan menoleh bersamaan ke sumber suara dengan reaksi yang berbeda.
"Pergilah, jangan ganggu suamiku!" ujarnya dengan ekspresi marah yang terlihat nyata. Sementara wanita penggoda tadi terlihat malu, berbeda dengan pria itu yang nampak santai dengan ekspresi datarnya.
Setelah kepergian wanita itu, Sellina hendak mendekat, namun decakan kasar pria itu lebih dulu menghentikan langkahnya.
"Pergilah."
Tak mengindahkan perintahnya, Sellina tetap berjalan dan mengambil duduk di sebelah pria itu. "Tenanglah, Tuan. Aku hanya ingin menyelamatkanmu." ujarnya yang hanya dibalas tatapan dingin pria itu.
"Aku tidak butuh."
Sellina tertawa ringan. "Ya, ya, baiklah, aku ingin menyelamatkan wanita itu." balasnya. "Dari perilaku kasarmu." lanjutnya lantas kembali tertawa.
Sang pria menatap tak suka dan hendak meninggalkan tempatnya sebelum Sellina lebih dulu menahannya. "Oh ayolah, aku hanya bercanda. Duduklah, aku tau kau butuh teman bicara."
Pria itu menautkan alis tebalnya. "Kau mabuk, dan kau ingin aku berbicara padamu? Konyol."
Sellina menggebrak meja tak terima. "Aku tidak mabuk!" sangkalnya.
Memutar bola matanya malas, pria itu memilih untuk tidak menanggapinya dan kembali meneguk minumannya.
"Kau tahu? Akan lebih baik jika kau tidak datang ke tempat seperti ini saat dirimu sedang tidak baik-baik saja." ujarnya yang perlahan menyita perhatian pria itu kembali.
"Kau ingin melupakan semuanya dengan meminum ini?" tunjuknya pada gelas minuman di tangan kekar itu, lantas menyambar gelasnya yang masih berisi cairan putih bening dan meneguknya habis. "Atau kau ingin melarikan diri dari semua masalah itu? Haha.. dasar pengecut!" racaunya.
"Lalu kau ingin aku bunuh diri saja?" balasnya yang mulai geram dengan gadis antah berantah yang seenaknya mengatakan sesuatu tentangnya itu.
"Itu tidak ada bedanya dengan melarikan diri, bodoh!"
Pria itu menggertakkan giginya geram dengan kata terakhir yang dilontarkan Sellina. Oh astaga, semua ucapan gadis itu hanya kian membuat darahnya mendidih.
"Lebih baik kau lari ke pelukanku dan menceritakan semuanya padaku!" lanjutnya yang membuat kerutan yang semula tercetak di dahi pria itu perlahan menghilang.
"Aku adalah pendengar yang baik, aku akan memelukmu dengan hangat dan mendengarkanmu." gumamnya pelan sebelum kedua matanya terpejam dan kesadarannya benar-benar menghilang.
"Selline!"
Sang pria menoleh melihat seorang perempuan berlari ke arahnya. Ah tidak, dia mengarah ke gadis mabuk di sampingnya.
"Oh astaga, disini kau rupanya!" sahut seorang pria di belakang gadis yang berlari tadi.
"Cepat angkat dia, Matt!" ujar Kylie yang langsung ditanggapi Matthew.
"Maafkan temanku jika dia membuat kekacauan, juga terima kasih telah menemaninya."
Pria itu belum sempat menanggapi namun mereka sudah menghilang secepat kilat dari hadapannya.
****
Tok tok
Kriet..
Kepala Anna sedikit masuk melihat ke dalam kamar Sellina, dan benar saja, gadis itu masih tertidur dengan lelapnya.
"Sel, bangun! Udah siang nih, kamu gak ada kelas hari ini?"
Anna menghela napas berat melihat Sellina yang tidak bergeming sedikitpun. Pasti efek alkohol semalam. Ia memang cukup terkejut melihat Kylie dan Matthew yang semalam datang dengan Sellina yang tak sadarkan diri, yang sesaat membuatnya khawatir.
Namun setelah tahu bahwa Sellina mabuk, ia malah semakin terkejut. Bukan mengapa, ia selalu membeli minuman dengan kadar alkohol rendah untuk stok di rumah. Dan bukan sekali dua kali ia menawarkannya pada Sellina, namun selalu ditolak.
Srak!
Mata yang semula terpejam sempurna itu mulai bergerak tak nyaman. Namun bukannya kedua mata itu terbuka, ia malah membelakangi posisi jendela yang menyebabkan cahaya masuk. Hal itu membuat Anna semakin gemas.
"Sel, udah jam sepuluh! Kamu gak ada kelas hari ini?" ulangnya dengan suara yang lebih keras yang sukses membuat Sellina membuka mata.
"Jam sepuluh!?"
Setelah menyimpulkan tali sepatunya, ia beranjak dengan tergesa tanpa menghiraukan Anna yang berteriak menyuruhnya memakan sedikit rotinya. Ritual bersiap yang biasanya memakan waktu lebih dari setengah jam dipersingkatnya hanya menjadi lima menit.
Matanya semakin melebar panik melihat jam tangannya yang menunjukkan bahwa ia hanya punya empat menit agar tidak terlambat masuk kelas.
Brak
Keheningan seisi kelas membuat jantungnya berdetak semakin kencang. Seluruh atensi di ruangan itu mengarah padanya. Ia terlambat. Dosen yang terkenal dengan kedisiplinannya itu sudah datang lebih dulu daripada dirinya. Tubuh menjulang itu berdiri sepuluh meter darinya dengan tatapan tajam yang seakan mampu membuat rambutnya rontok seketika.
"Ms. Arabella?"
Sellina tertegun dengan suara dingin yang terasa seperti menusuk gendang telinganya. "Y-ya, Mr. Tyson."
"Apa kau menunggu pengusiranmu?"
Sellina menggigit pipi bagian dalamnya. Tidak ada harapan. Ia menghembus napas perlahan. Lantas kembali menutup pintu ruangan kelasnya dari luar.
Tak sanggup menopang tubuhnya, Sellina memilih membawa tubuhnya ke bangku terdekat. Ia menutup wajahnya, padahal ia bertekad untuk tidak melewatkan kelas sekali pun.
"Oh, wonder woman?"
Sellina terkesiap, air mata yang siap tumpah itu kembali masuk ke sumbernya. Ia mengintip di sela jarinya sebelum menunjukkan wajahnya. Ia menghela napas dalam mendapati pria itu kembali.
Kenneth Edmund, pria itu bergeming sebentar mengamati wajah Sellina yang masih terdiam. Mengukir senyum lebar, dia mengambil tempat di samping gadis itu tanpa permisi.
"Bukankah ini takdir? Kita bertemu tiga kali tanpa sengaja, kau tahu apa artinya itu?" ujarnya antusias.
Sellina yang mendengarkan hanya mengangkat alisnya tanpa minat tersirat di wajahnya. Ia masih cukup merasa berat hati meninggalkan kelas.
Ken berdecak. "Kau tidak tahu kalimat ini 'jika kau bertemu dengan seseorang sebanyak tiga kali tanpa direncanakan, itu artinya kalian berjodoh'?"
Sellina memutar bola matanya. "Aku tidak yakin ada orang yang mempercayai hal seperti itu."
Ken memasang wajah terkejutnya yang terkesan dilebih-lebihkan. "Oh sungguh kau tidak tahu? Itu menyedihkan, tapi seharusnya kau sudah tenang karena aku sudah memberitahumu."
"Terserah. Tapi apa yang kau lakukan disini? Apa kau juga pelajar disini?"
Ken menarik sudut bibirnya. "Aku adalah orang penting disini." jawabnya sembari menyisir rambutnya ke belakang membuat Sellina menatapnya malas. Ken terkekeh, "Kau sendiri? Jangan bilang kau telat masuk kelas?"
Ken melebarkan matanya melihat Sellina yang tak menggubrisnya dan hanya meliriknya tanpa minat menjawab. "Oh apakah itu benar? Jadi itu yang membuatmu terlihat menyedihkan saat ini?"
Sellina mengerutkan dahinya melihat Ken yang berdiri dan mengulurkan tangan padanya. "Melihat wonder woman sedih adalah hal yang paling menyedihkan di dunia ini, bagaimana dengan semangkuk es krim?"
Setelah berpikir beberapa saat, tidak ada salahnya ia menerima ajakan pria itu. Toh jadwal kelasnya hari ini batal dan tidak ada kegiatan lain selain bekerja di sore hari. Sampai saat itu, ia masih memiliki beberapa waktu luang dan di suasana hati seperti ini, es krim adalah jawaban yang tepat untuknya.
Sellina tersenyum dan menerima uluran tangan Ken.
°°°°°°°°
Pic by pinterest-al
29 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet In London
RomanceLondon. Kota yang menjadi saksi bisu kisah mereka. Pahit manis yang dialaminya, yang entah di kemudian hari akan menjadi kenangan manis atau malah trauma baginya. ••••••••••••••••••••••••••••••• Sellina Cassia Arabella, gadis sederhana yang penuh te...