Bab 1

11 2 0
                                    

Mata cokelat terang itu melebar dengan kepanikan memancar di kedua pupilnya. Gadis dengan surai cokelat panjangnya yang tergerai itu meraih tumpukan buku di hadapannya dengan tergesa setelah melihat jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tangannya bergerak cepat memindahkan macbook dan buku-bukunya ke dalam totebag kecil hitamnya.

Kakinya bergerak lincah keluar perpustakaan -tempatnya menghabiskan waktu selama dua jam terakhir- setelah meraih long coat berwarna senada dengan rambutnya.

"Oh astaga, aku lupa memasang pengingat!" gumamnya gusar disela-sela lariannya. Bunyi ponsel yang berdering pun tak bisa menghentikan lari cepatnya. Diarahkannya ponselnya ke telinga sambil terus memacu larinya, menerobos lalu lalang pejalan kaki lainnya, ia bahkan berkali-kali mengucap maaf kala menabrak orang-orang di keramaian itu.

"Selline, dimana kau!? Customer sangat membludak hari ini!"

Suara gusar bercampur lelah itu yang pertama kali menyapanya dari seberang telepon.

"Tiga menit. Aku akan tiba dalam tiga menit."

Dengan suara terengah ia menjawabnya, lantas mematikan telepon sepihak. Matanya yang menangkap bangunan restoran italia -tempatnya bekerja- membuatnya semakin bersemangat menambah intensitas larinya. Saking bersemangatnya, ia tidak melihat bahwa rambu tanda berjalan telah berganti.

Ckit!

Bruk!

Suasana mendadak hening, rasanya seperti waktu berhenti sejenak saat ini. Jantung Sellina yang tadinya berpacu cepat akibat lariannya mendadak seperti berhenti berdetak begitu mendapati tragedi yang barusan hampir saja menimpanya. Dapat ia dengar orang-orang di sekitarnya berdesis, menatap miris pada satu titik.

Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali, ia menoleh perlahan pada mobil mewah yang hampir saja menabraknya. Ia ikut berdesis melihat kondisi mobil mewah itu. Tapi satu hal yang membuatnya segera sadar, bahwa ini kesalahannya yang membuat mobil pengendara itu menabrak trotoar.

Dengan langkah cepat dan perasaan takut luar biasa, ia memilih mendekati mobil itu. Bagaimanapun ia harus bertanggungjawab sekalipun jika diminta membayar atas kerusakan pada mobil mewah maupun biaya pengobatan pengendara itu. Membayangkan banyaknya uang yang akan ia keluarkan saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri.

Tok tok.

Ia mengetuk pelan kaca jendela mobil itu.

"Apa anda baik-baik saja?" tanyanya pelan, suaranya bahkan terdengar mencicit. Tanpa sadar ia menggigit bibirnya, sungguh ia merasa sangat takut dan bersalah.

Ia mengetuk kaca jendela itu untuk kedua kalinya, kali ini lebih keras. "Tolong katakan sesuatu jika anda baik-baik saja!" ujarnya sedikit berteriak. Ia semakin cemas kala tak ada sahutan apapun.

"Siapapun, tolo-"

"I'm fine."

Kepala Sellina memutar secepat kilat, matanya melebar, ada rasa lega melihat orang di dalamnya terlihat baik-baik saja. Yah setidaknya ia hanya mengganti rugi biaya perbaikan mobil ini, yang sepertinya harganya bahkan sangat tidak sebanding dengan gaji tahunan kerja paruh waktunya. Ia meringis hanya dengan memikirkannya.

"Saya akan memanggil dokter untuk memastikan keadaan anda." ujarnya segera menekan beberapa angka di ponselnya.

"Tidak perlu. Menyingkirlah."

Sellina terkesiap, ia terdiam sejenak mencerna kalimat pria itu. Oh hell, ia bahkan tidak diminta untuk bertanggungjawab?

"Tidak, setidaknya tolong biarkan saya memastikan kondisi an-"

Bittersweet In LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang