Bagian 1: Cinta Monyet

72 18 0
                                    

Happy Reading!
.
.
.


Apa yang membuat manusia kuat hidup di dunia yang penuh lika-liku ini? Manusia kadang bertahan karena berkali-kali menemukan kebahagiaan yang membuatnya percaya bahwa kehidupan akan selalu berjalan dengan baik ke depannya. Padahal, Tuhan menciptakan kebahagiaan dan kesedihan itu saling beriringan. Hanya saja manusia kadang tidak ingin mempercayai itu.


Sebut saja namanya Ishara Anshula, panggil saja Isha. Dia seorang gadis remaja yang sudah kehilangan sosok ayah dari kecil, saat usianya 4 tahun. Kadang Isha berpikir, mengapa dia diciptakan di dunia ini? Memang benar, sebuah takdir, Mama juga selalu menjawabnya begitu. Tapi ya, namanya remaja, kan? Banyak sekali pertanyaan tentang kehidupan yang belum terjawab sepenuhnya.


Isha berusia 15 tahun ini. Sedang gencar-gencarnya ceria dengan teman-teman sepantarannya jika di sekolah. Isha siswa yang terbilang berprestasi karena banyak menyumbang banyak piala untuk sekolah, tepatnya dibidang pidato bahasa Indonesia. Dia tidak pintar akademik, dia bodoh dalam belajar matematika, dia tidak mahir dalam menentukan pilihan ganda seperti teman-temanku yang lain. Intinya, Isha bukan bodoh, dia hanya kurang pintar.
-


Isha merengek karena berkali-kali dia salah mengerjakan soal matematika yang diberikan oleh Jaki, yang katanya cinta pertama di hidupnya. Sebut saja pacar, Isha sendiri geli mengungkapkan kalau dia punya pacar di usianya yang baru 15 tahun.


"Ini soal apa sih, susah banget tau!" rengek Isha sambil melemparkan buku matematikanya yang susah banyak coretan.


Jaki Fabian, tertawa puas melihat wajah Isha yang berenggut mincemberut lucu. "Ini gampang tau, Isha, coba deh, dilihat lagi soalnya," katanya sambil membawa kembali buku Isha ke hadapan yang empunya.


Bersamaan dengan itu, Isha sedikit tersenyum. Dia selalu suka saat Jaki tertawa seperti tadi itu, kata 'tidak bisa' dari Isha kadang hanya sebuah alibi agar Jaki lebih dekat dan lama lagi dengannya. Kalau bisa dibilang, Isha ini cegil sekali.


"Senyam-senyum terus, ngerti ga?" tanya Jaki saat menyadari penjelasannya tadi seperti tidak di dengar oleh Isha.


"Oh, oh..." Isha nyengir, "ngerti dong, Jaki...ngerti sekarang," angguknya cepat.


Jaki tersenyum bangga, tangannya terangkat menepuk puncak kepala Isha pelan, membuat cewek itu ingin jungkir balik sekarang juga.


'Tahan...tahan Isha...jangan malu-maluin..' batin Isha sambil tangannya menggenggam erat pensil.


"Kalau gitu, gue pulang ya, Sha. Udah mau sore," pamit Jaki sambil membereskan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.


Setiap ada PR yang tidak Isha mengerti, apalagi matematika, Jaki selalu menawarkan diri untuk mengajari Isha di rumah cewek itu sepulang sekolah. Dengan senang hati Isha menerimanya, kapan lagi, kan bisa sedekat ini sama gebetan? Walaupun ya, Isha akui dia juga belum waktunya pacaran sih, tapi yang namanya rasa cinta siapa bisa tahan kan?


"Yah...kok pulang sekarang sih? Masih jam 4 tau..." Isha kembali cemberut, ia mengikuti langkah Jaki yang sudah berada di ambang pintu utama.


"Udah sore, Isha. Besok di sekolahkan bisa," balas Jaki, hanya dibalas oleh wajah cemberut Isha. Cowok itu menghela napas, lalu ia kembali menghampiri Isha dan berkata, "nanti malam kita jalan-jalan sekitaran kota yuk, katanya di komplek sebelah lagi ada pasar malam loh," tawar Jaki.


Sontak hal itu langsung membuat wajah cemberut Isha hilang, berganti dengan wajah berseri dengan menunjukkan senyum manis yang tergambar di paras putihnya. "MAU! JANJI YA GA BOONG!" serunya.


Jaki tertawa lagi, "Iyaa Isha, kapan gue bohong? Siap-siap ya, abis adzan isya gue jemput pakai sepeda, oke?" kata Jaki.


Isha tersenyum bahagia, jari jempol dan jari telunjuknya menyatu membentuk O. "OKE JAKII!"

-


"Mau kemana, Sha? Udah rapi aja," kata seorang wanita yang sudah lumayan tua pada Isha yang tengah mematut dirinya di depan cermin.


Isha menoleh menatap mamanya, lalu berjalan dengan langkah ceria. "Mau jalan sama Jakiii!" kata Isha senang.


Mama mengernyit dan menyipitkan mata, menatap anak ABG nya yang terlihat sangat gembira. "Jaki? Jaki yang sering ngajarin kamu itu?" tanya Mama, Isha refleks mengangguk. "Emang apa sih bagusnya dia, Sha? Cuma modal pinter doang kok," kata Mama julid.


"Ih, mama jangan gitu! Jaki itu baik, pintar, ganteng, putih, walaupun agak pendek dikit tapi gapapa, Isha yakin Jaki itu bakal jadi pacar pertama di hidup Isha yang hanya satu kali ini, Ma!" kata Isha panjang lebar, di lebih-lebihkan.


Mendengarnya saja Mama sudah tertawa terbahak, tidak menyangka anak gadisnya sekarang sudah bisa berpikir seperti itu. "Apaan sih, kamu ini, Ishara, ada-ada aja!" Mama hanya menanggapinya dengan satu tepukan pelan di bahu Isha lalu wanita itu duduk di sofa, menonton televisi yang baru saja dinyalakannya.


"Ih Mama!" Rupanya Isha masih tidak puas karena Mama malah menertawakan pendapatnya. "Mama, harus percaya! Jaki itu baik, pintar, jago basket, jago matem-"


"Suutt suutt udah! Iya Mama percaya! Sana berangkat!" usir Mama sambil menyumpal mulut Isha dengan kue bolu yang tengah dia nikmati bersama secangkir teh panas.


Isha mengunyah bolu coklat itu lalu menelannya, rasanya enak. "Mau lagi dong, Ma." Isha mencomot tiga potong sekaligus kue bolu dan dirinya langsung melesat begitu saja meninggalkan Mama yang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah centil anaknya.


"Dasar Ishara, untung Mama sabar banget, Nak.."
-

Seperti janjinya, Jaki benar-benar menjemput Isha dengan sepeda miliknya. Isha yang sudah mendengar denting bel sepeda milik Jaki langsung melambai tangan dan tersenyum saat Jaki benar-benar berada di depannya.

"Sudah siap?" tanya Jaki.

Isha mengangguk, "Siapp!" jawabnya.

"Udah pamit sama Mama?" tanya Jaki sambil menengok ke arah pintu rumah Isha yang sedikit terbuka.

Isha mengikuti arah pandang Jaki, "udah kok, Mama izinin." Padahal tadi dia tidak ada izin sama sekali.

"Oke, ayo naik." suruh Jaki sambil menunjuk kursi penumpang di belakangnya. "Pegangan, takutnya lo jatuh."

Isha menurut, ia duduk menyamping dan berpegangan pada ujung jaket yang Jaki kenakan. Sudah padahal, sudah pegangan, tapi Jaki tidak segera menggowes sepedanya, membuat Isha bingung.

"Ayo Jaki! Tunggu apa lagi, gue udah naik," kata Isha.

"Udah pegangan belum? Mana kok ga kerasa?" tanya Jaki.

Otak dan hati Isha seakan bisa mencerna segalanya dengan cepat. "Hah? Ini gue udah pegangan ke jaket lo." Tapi dia coba mengelak.

"Kalau pegangannya cuma ke jaket, nanti kalau jatuh tetep jatuh. Jadi, pegangannya harus peluk aja," ujar Jaki santai sambil menarik kedua tangan Isha agar memeluknya dari belakang.

Jangan tanya bagaimana perasaan seorang Ishara sekarang. Untuk pertama kalinya dia memeluk tubuh Jaki, dan ini adalah kali pertama juga dirinya memeluk tubuh orang lain selain Mama dan kakak-kakaknya. Jaki benar-benar menjadi first experience bagi Isha.

"Ooh..i-iya, hehe." Isha kikuk sendiri, tapi akhirnya dia menyamankan duduknya.

Jaki bisa merasakan kalau Isha gugup, telapak tangan cewek itu juga terasa basah karena keringat. Jaki tersenyum kecil, manis sekali.

"Ayo jalaaan!" seru Jaki.
-

Jangan lupa bintangnya! 🤗⭐




AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang