2. Luka Pertama

125 30 10
                                    

*Bugh...*

Gadis yang baru menginjakkan usianya ke-16 tahun itu terpental kuat ke dinding. Gadis itu menyaksikan kemarahan ayahnya yang mengepal tangannya kuat sembari menatap ke arah dirinya.

"Ayah sayang Lea kan?" lirih Alea disertai dengan air mata yang lolos membasahi pipinya. Sesekali ia mengusap air matanya yang membuat pandangannya sedikit kabur.

"Sayang? untuk apa Saya menaruh rasa iba untuk gadis sampah seperti kamu!?" gumam Serengga dengan nada tinggi.

"Kalau Ayah nggak sayang sama Lea, Kenapa Lea lahirkan? Lea gak pernah minta untuk di lahirkan di dunia ini ayah!!" lagi dan lagi Alea mengusap air matanya.

Serengga terdiam sejenak lalu tanpa ekspresi Serengga menjawab pertanyaannya dari putri bungsunya.

"Lea, Ayah juga gak pernah minta kalau anak sampah seperti kamu yang hadir di tengah tengah keluarga ini. Kalau ayah bisa milih, ayah gak bakal pernah minta kamu yang bakal lahir, Alea."

Deg!

Perkataan yang dilontarkan oleh Serangga seperti pisau yang menancap di hati Alea.

"Kalau ayah benci sama Lea, kenapa waktu Lea lahir ayah gak bunuh Lea!? KENAPA!? Kenapa waktu itu ayah gak ambil pisau trus bunuh Lea? KENAPA AYAH?? KENAPA!?"

"Karena ayah kira waktu itu kamu bakal tumbuh jadi anak yang membanggakan orang tua. Tapi nyatanya, kamu itu gak berguna Lea, kerjaan kamu hanya nyusahin orang!!" tegas Serengga tanpa takut sedikitpun menyakiti hati Alea.

Alea tak bisa berkata-kata untuk perihal yang dilontarkan ayahnya untuk dirinya. Ingin bersuara tapi dirinya tak bisa membantah.

"Ayah, Abyan pulang."

Di tengah tegangan antara Serangga dan Alea, Abyan datang dengan helem AVG bewarna hitam di genggaman tangannya.

"Astaga, Lea? Lea kenapa?"

Di antara kakak-kakaknya, hanya Abyan yang benar-benar menyayangi Alea. Terkadang, Abyan memperlakukan Alea dengan buruk demi kebaikannya. Setelah menegur Alea, Abyan akan merasa iba dan meminta maaf. Namun, apakah Alea benar-benar memaafkan Abian? Tentu saja, iya. Walaupun Alea masih lugu, dia sudah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

"Biasa, mecahkan piring," jawab Serengga.

Seketika suara yang dihasilkan oleh Serengga berubah drastis bahkan wajahnya yang tadinya terlihat murka kian menjadi pandangan kebahagiaan.

Abyan yang mendengar itu mengerutkan dahinya. Menurutnya masalah sekecil itu tak layak membuat hukuman yang berlebihan hingga membuat Alea duduk tak berdaya di sudut rumah. Dia tau bahwa Alea salah, Namun apakah wajar sang ayah menghajar Alea hingga luka di sekujur tubuhnya?

"Ayah benar-benar gila. Hal sekecil itu dibesar-besarin?" tuntut Abyan

Serengga membulatkan matanya, dirinya tak menyangka bahwa anak sulung kesayangannya berani mengatai dirinya.

"ABYAN!! ITU PANTAS DIDAPATKAN OLEH LEA!!" bentak Serengga.

Abyan menggelengkan kepalanya berulang kali. Rasa heran terhadap sang ayah benar-benar tak bisa dihindari oleh dirinya.

"Gak, gak. Lea masih kecil ayah, dia baru menginjakkan kakinya di kelas sepuluh. Bahkan masa perkenalan lingkungan sekolah baru usai tiga hari yang lalu."

Abyan berjalan menuju Alea yang masih duduk tak berdaya.

"Kamu gak pernah paham Abyan!!"

"PAHAM. ABYAN PAHAM AYAH!! i'm not a kid anymore, dad."

Abyan menggendong Alea secara perlahan ke kamar dan tak lupa untuk mengambil kotak P3K untuk membuat luka yang ada di tubuh Alea. Abyan meletakkan tubuh Alea di kasur miliknya.

"Sudah sudah, jangan takut lagi ada abang disini," ucap Abyan yang repot mencari perban di dalam kotak P3K.

"Kasih tau ke abang dimana aja letak sakit," sambung Abyan kembali.

Alea menunjukkan ke dadanya. Jari Alea menunjuk tepat ke dada, yang artinya lukanya ada di bagian hatinya sekarang.

Abyan yang melihat perilaku Alea terdiam. "Lea sakit hati sama omongan ayah ya?"

Alea menggangguk dengan tempo lambat. Air matanya meluncur dengan bebas tanpa sebuah aba aba.

Abyan menarik nafasnya berat. Tak tega melihat sang adik melakukan hal yang sama setiap hari karena sikap dari sang ayah.

"Gak usah dibawa ke hati ya, Lea? Kita sembuh sama-sama. Abang selalu ada di samping Lea," ucap Abyan yang membalut bagian luka yang ada di tubuh Alea yang dapat dilihat oleh kedua mata Abyan.

"Selalu?" lirih Alea menatap Abyan yang sibuk membalut luka yang ada di tubuhnya. Menyaksikan kasih sayang seorang abang yang membuat dirinya bisa bertahan hingga saat ini.

"Always.You can contact me anytime."

-Rumah tentang Ayah-



"Yang kata orang itu hal baik terkadang itu hanya kata penenang. Nyatanya luka pertama datang dari ayah yang katanya cinta pertama anak perempuan"

Rumah tentang Ayah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang