3. Perihal Rumah

63 26 1
                                    

Alea duduk di bangku paling depan tepat di depan kursi guru. Hari ini adalah hari pertama Alea menduduki kelas X IPA3 di SMA Algatara Lampung setelah masa mpls kemarin.

Alea duduk terdiam sembari menatap siswa siswa baru yang sibuk berbincang dengan teman baru mereka . Berbeda dengan Alea, ia belum memiliki teman sebangku hingga detik ini.

"Lea. Dikelas ini juga ya??" ucap gadis yang berusia setara dengan Alea.

Gadis dengan rambut gelombang itu bernama Hazel Emily. Dia adalah teman masa SMP Alea.

"Iya, lo di sini juga Zel?" tanya Alea menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk senyuman lebar.

Hazel menggangguk pelan "Ini kosong ga? gue boleh duduk di sini?"Hazel menunjuk bangku kosong tepat di samping Alea.

Alea hanya menggangguk yang berarti mengatakan 'iya'.

Setelah Hazel mendapatkan sebuah jawaban dari Alea,ia langsung menaruh tasnya dan duduk di samping Alea.

Akhirnya, gadis itu tak lagi berdiam diri untuk beberapa waktu ke depan.

Alea dan Hazel sibuk mengelilingi SMA Algatara Lampung dari tadi. Mulai dari lapangan basket,ruang osis, Aula dah banyak hal yang ada di SMA Algatara Lampung. Walaupun masa perkenalan lingkungan sekolah baru usai lima hari yang lalu ke dua gadis ini masih sering mengelilingi SMA Algatara Lampung.

Sekedar untuk beradaptasi di lingkungan baru kata mereka.

Di tengah tengah perjalanan mereka, seorang cowok berhoodie hitam yang sibuk memandangi ponselnya tak sengaja menyenggol bahu Alea dengan kuat. Senggolan dari cowok tersebut membuat setengah badan milik Alea hampir jatuh dan ponsel yang ada di genggaman Alea terjatuh.

"Weh bangsat,kalau jalan make mata dong," ucap Alea kesal.

Cowok itu memutar tubuhnya dan sedikit membungkukkan tubuhnya di hadapan Alea.

"Maaf maaf. hp nya nggak papa?" sahut cowok itu.

"Gak usah tanya hp, tanyain kondisi gue aja pliss. Gue kek-nya bakal di hajar sama bokap gue lagi."

Alea seketika panik saat melihat layar ponselnya retak parah di beberapa bagian. Mata Alea berkaca kaca karena dirinya yakin bahwa sang ayah akan menghajarnya habis habisan.

"Ayah ko kalau marah kaya kak Ros kah?" Hazel membulatkan matanya ketika mendengar kata 'ayah' yang keluar dari mulut Alea.

"MELEBIHI!!" teriak Alea

"Gue perbaiki mau ga? Nanti kita ketemu di parkiran sekolah di jam pulang. Ini nomor gue" dengan rasa bersalah cowok itu menyodorkan kertas kecil yang berisi nomor miliknya.

untung saja remaja itu kau ganti rugi. Kalau tidak, habislah Alea akan di hajar habis habisan oleh Serengga.

-Rumah tentang Ayah-

"Tring..."

Jam pulang sekolah sudah berbunyi, Alea berlari ke arah parkiran SMA Algatara Lampung dengan cepat. Tinggal tiga langkah lagi Alea akan sampai di parkiran, Namun cowok yang menjatuhkan ponselnya tadi pagi sudah ada di hadapannya menaiki motor PXC bewarna hitam dilengkapi dengan helem AVG.

"Naik," pinta cowok itu.

Tanpa banyak basa-basi Alea naik ke motor PXC milik cowok itu dengan terburu-buru.

"Oh ya, tadi kita gak sempat kenalan. Gue Theo El Wallcot, kalau lo?" suara berat cowok itu bersatu dengan hembusan angin yang kencang.

Ya, cowok itu adalah Theo El Wallcot. Remaja yang menyukai segala hal tentang basket, bahkan dia sudah pernah membawa pulang dua medali emas dari pertandingan basket yang ia pernah ikuti.

"Gue Alea."

"Gak kedengaran neng."

"NAMA GUE ALEA!!"

-Rumah tentang Ayah-

"Anak sialan, Mau jadi apa kamu keluyuran sampai jam segini??"

Baru saja ia melangkahkan kaki kerumah, Ayahnya sudah siapa siaga melontarkan kalimat yang akan mensayat hati mungil milik Alea.

Sesuai dengan dugaan Alea, ia akan dihajar oleh ayahnya ketika pulang ke rumah.

"Habis jalan sama cowok itu yah," sahut Alexa untuk memanas manasin ayahnya agar Alea mendapatkan hukuman yang lebih berat.

"Nyesal ayah besarin kamu kalau kamu jadi perempuan murahan kaya gini. Kamu baru kelas 1 SMA udah kaya gini?" bentak Serengga yang mulai mengambil buku berhalaman 375 lembar dari atas meja ruang tamu .

*Bugh...*

*Bugh...*

*Bugh...*

Tiga pukulan besar mendarat tepat di kepala Alea sehingga membuat dirinya terasa pusing dan hampir hilang kesadaran.

*Bugh...*

Suara pecahan vase bunga terkena di lengan Alea yang melindungi kepalanya dari sebuah benturan yang lebih kuat dari pada sebelumnya.

"Cukup ayah cukup. Kalau ayah mau Lea mati ambil aja pisau trus tusuk dada Lea. Gak usah hajar Lea kaya gini terus. Sakit yah sakit..." Alea meringis kesakitan. Secara bersamaan air matanya meluncur bebas membasahi pipi miliknya.

Wajahnya terdapat beberapa goresan kecil akibat serpihan kaca dari vase bunga yang di lemparkan Serangga ke arah putri bungsunya.

"Gak usah banyak drama. Itu adalah hukuman untuk kamu yang malu Maluin keluarga!" tampik Serengga.

"Kalau Lea malu maluin keluarga, musnahin aja Lea. Lea kan yang selama ini hancurin derajat keluarga? kalau iya, Ayah pantas buat bunuh Lea sekarang."

Kini air mata milik Alea sudah membasahi seluruh pipi milik Alea. Luka luka yang ada di wajahnya sedikit terasa pedih ketika air matanya melintas di bagian luka.

"ALEA!!"

Bentakan itu membuat Alea terdiam dan menundukkan kepalanya.

"Sudahlah ayah, Suruh saja Lea ke kamarnya trus ngerjain pr Alexa. Biar Lea tambah pintar dan pikirannya gak ke pacaran trus."

Lagi dan lagi Alexa membuat kepanasan di situasi ini. Mata Alea mulai menatap ke arah kakaknya dengan sinis. Dirinya ingin menampar dengan kuat kakaknya dan merobek robek tubuhnya hingga menjadi kepingan kecil, meluapkan segala emosinya ke kakaknya. Untungnya dirinya masih bisa mengontrol dirinya untuk tak melakukan hal itu.

"LEA DENGAR KATA KAKAK MU!! KERJAKAN PR NYA AGAR DARI PR KAKAK MU NILAI KAMU BISA TINGGI!!" pinta Serengga yang sudah terpengaruh dari penghasutan Alexa.

Alea hanya menuruti dengan pasrah. Kalau dia tidak nurut dirinya akan mendapatkan resiko yang lebih besar dari sebelumnya.

Alea berjalan ke kamar miliknya dengan tiga buku kelas XII di tangannya dan mulai mengerjakan pr kakaknya tanpa bantuan ponsel sedikitpun. Ponselnya sedang di sita oleh Serengga, Karena hal itu Alea harus mengerjakan pr kakaknya dengan usaha sendiri.

Kembali air mata Alea membasahi pipinya. Alea menatap foto sang ibunda yang ada di meja belajarnya begitu lama. Merindukan sosok Ibunda yang selalu membela dirinya seperti tujuh tahun yang lalu sebelum sang ibunda pergi ke Korea.

"Bunda..." ringis Alea

"Bunda kapan pulang? Disini Alea rindu sama bunda."

"Lea mati matian untuk bertahan hidup sedangkan ayah dan kakak berusaha untuk buat Lea mati."

"Lea kangen bunda..."

kembali Alea berdialog seorang diri dengan foto Fitriani di genggaman tangannya.

Rumah dan dunia Alea terlalu berisik, Alea berusaha membuatnya hening di tengah pecahan kaca di lantai. Atap rumah Alea hampir saja runtuh, yang tersisa hanya ruang tamu. Alea selalu berusaha menyambut tamu yang datang hanya untuk sekedar singgah.

Dan, Kapan suara pecahan kaca itu akan berhenti?

-Rumah tentang Ayah-

Rumah tentang Ayah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang