Alea sibuk membaca buku fiksi di aula. Ketika dirinya merasa sedih, ia biasanya pergi ke aula untuk menghabiskan waktunya dengan membaca novel romance favoritnya. Ini adalah kebiasaan yang sudah ia lakukan berulang kali semenjak ia menduduki bangku kelas tujuh SMP.
"Alea..." panggil Theo sembari melambaikan tangannya ke arah Alea.
Alea menoleh ke arah Theo yang berada di pintu aula. Perlahan Theo menghampiri dirinya yang masih menatap kehadiran Theo di sisinya.
"Nanti malam ada acara party besar besaran di sekolah kita. Untuk menyambut kedatangan murid murid baru kaya kita. Datang ya Al!" Theo menodorkan kertas undangan bewarna biru muda.
"Al?" Alea membulatkan matanya. kebingungan atas kata yang baru saja diucapkan oleh Theo. Apakah Theo salah menyebut nama?
"Iya Al. Alea. Gue tau nama ko di panggil Lea tapi gue mau beda dari yang lain," pungkas Theo.
"Maksud lo Al itu nama panggilan gue?"
Theo menggangguk pelan.
Memandangi Alea yang sibuk membaca isi undangan yang baru saja ia berikan. Menatap Alea mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut secara terperinci. Tak lama dari itu, pandangan Theo berhenti di lengan sebelah kanan milik Alea.
"Al, tangan lo kok bisa memar gitu? perasaan kemarin gak ada."
Alea menoleh ke arah lengan kanannya lalu dengan cepat menutupnya dengan menggenggam menggunakan tangan kirinya.
"Ah... gak papa, itu kemarin kepentok meja."
Theo menggelengkan kepalanya berulang kali. Aura kebohongan dari Alea tercium jelas.
"Mulut lo bisa berbohong,Al. Tapi hati lo gak bisa bohong. Cerita ke gue apa yang terjadi," ucap Theo yang mulai menempatkan badannya di hadapan Alea dengan melipat kedua lututnya. Membiarkan kedua telapak kakinya sebagai tumpuan untuk berjongkok.
"Kata-kan yang sejujurnya Al, rahasia lo aman sama gue," sambung Theo.
Alea menundukkan kepalanya. Bagaimana bisa dia mempercayai seseorang yang baru saja dia kenal?
Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia berada di orang yang tepat. Ia berfikir, Theo tak akan menyebarkan tentang permasalahan keluarganya.
"Ayah gue lempar Vase bunga ke hadapan gue, karena gue pulang lama sih."
"Karena lo gue ajak pergi ke konter kemari? Maaf Al..." ringis Theo
"Enggk ini bukan salah lo, kalau gak ada lo kemarin masalah gue lebih parah."
Kini air mata Alea lolos membasahi pipinya.
"Gue gak pernah dapat peran Ayah dari kecil. Ayah gue selalu pilih kasih semenjak bunda pergi ke luar negeri. Impian gue cuman satu, dapat kasih sayang yang setara dari Ayah," Sambung Alea kembali.
"Kalau lo gak dapat peran ayah lo bisa cari pelarian ke gue.Tapi maaf, peran gue bukan sebagai ayah tapi sebagai sahabat lo. Lo mau kan?" dengan rasa iba Theo menawarkan dirinya untuk berkorban agar area mendapatkan sedikit kebahagiaan di hidupnya.
Alea menggangguk pelan. Punya sahabat cowok nggak bakal berdampak buruk buat gue dan hidup gue kan? tanya batin Alea.
-Rumah tentang Ayah-
"Alea boleh ikut pesta ini kan Ayah?" tanya Alea sembari menyodorkan kertas bewarna biru muda.
"Gak, ayah yakin kamu ikut hanya untuk lirik cowok!"
Alea terdiam sejenak, memasang mimik wajah kecewa. Semurahan dan serendah itu kah dirinya dimata Serengga?
"Tapi ay-" belum sempat Alea menyelesaikan perkataannya, Serengga sudah memotong pembicaranya.
"GAK ADA TAPI TAPI,ALEA. KALAU AYAH BILANG ENGGAK YA ENGGAK. INI DEMI NAMA BAIK KELUARGA KITA!" bentak Serengga hingga berdiri dari tempat duduknya.
"Ayah,Alexa pergi ke acara party sekolah dulu ya..." pamit Alea yang menggunakan gaun berwarna merah muda diatas lutut dan tas bermerek Chenel di genggaman tangannya.
"Ini gak adil Ayah. Kak Alex bisa pergi Kenapa Alea enggak? Alea juga anak ayah kan? kalau iya, Diamana keadilan sebagai anak ayah dan bunda!!??" tuntut Alea tidak terima atas perilaku dari ayahnya.
*Plak*
Tamparan itu tepat mendarat di pipi milik Alea hingga berbekas.
"ALEA!! ALEXA UDAH MAU LULUS DARI SEKOLAH. JADI MAKAK KAMJ HAEIS MENIKMATI KESERUAN KELAS-12. NANTI KAMU JUGA BAKAL KAYA GITU!" lagi dan lagi Serengga membentak Alea. Membela putri tengah-nya berkali kali.
Kata orang anak tengah adalah anak yang tak beruntung di sebuah keluarga, Namun itu adalah sebuah kebalikan di keluarga Alea.
Alea menatap Alexa yang memayun-kan mulutnya. Memainkan rambutnya dengan telunjuknya membuat pertanda bahwa dirinya lebih hebat dari adiknya.
Cih, muka kek pantat babi aja merasa menjadi wanita perfect di dunia batin Alea.
"Ayah, Alexa minat uang dong" desah Alexa yang menarik turunkan alisnya menatap ke arah Alea hanya untuk sekedar pamer.
"Berapa sayang?"
"Satu juta yah."
Dengan cepat Serengga membuka dompetnya dan mengeluarkan sepuluh lembar uang bewarna merah yang siap diberikan kepada anak tengah kesayangannya.
"Makasih ayah," ucap Alexa yang mengipas ngupas uangnya dan mulai melangkahkan kakinya untuk pergi ke pesta SMA Algatara Lampung.
Dikamar Alea, ia duduk di pinggir kasur menatap ke surat undangan yang ia genggam. Membayangkan betapa bahagianya dirinya saat berada di pesta itu saat ini.
"Tring...."
"Tring..."
"Tring..."
Suara ponsel milik Alea berdering kuat. Dengan cepat Alea mengambil ponselnya dan mengangkat telepon dari Hazel.
"Lo gak hadir?" tanya Hazel dari balik ponsel
"Enggak," dengan polosnya Alea menggelengkan kepalanya. Dimana bahasa tubuh Alea tidak dapat di lihat oleh Hazel
"Kenapa?"
"Gue sakit bjir," jawab Alea berbohong.
"Sayang banget. Eh udah dulu ya, acaranya mau di mulai."
"Tut...Tut...Tut..."
Telepon tertutup. Hampa, rasa hampa terasa di setiap sudut kamar miliknya. Andai saja dirinya ikut dalam acara itu mungkin dia akan berjumpa dengan Theo.
Tapi kehampaan memiliki tempat pelarian bagi Alea. Ya, Melarikan diri dengan membaca buku fiksi romance yang tersisa tinggal tiga bab lagi.
-Rumah tentang Ayah-
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah tentang Ayah
Teen FictionKata orang ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuan Namun, berbeda dengan Alea. Bagianya ayah adalah luka pertama. Bagi keluarga Alea, anak bungsu adalah anak sampah yang tak layak untuk dilahirkan. Ya, Alea bukan lah anak bungsu yang beruntung...