Deburan ombak yang menabrak batu karang terdengar nyaring dengan aroma khas air laut tercium kuat dan embusan udara dingin menusuk ke kulit.
Setiap deburan ombak besar akan diiringi dengan kicauan burung yang terbang kesana kemari, Seakan memberikan pujian atas indahnya garis pantai.
Senja ikut serta untuk menghiasi keindahan akan kota Lampung sore ini.
Dan butiran pasir yang sentiasa menghangatkan kedua kaki insan yang duduk tanpa alas di pasir pantai.
"Al, tau gak hal yang paling bahagia di dunia apa?" tanya Theo yang menatap matahari yang mulai tenggelam.
"Gak tau. Gue tau nya cuman makan, minum, tidur dan yang paling penting buang air," Alea menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Buang air? sayang Al, pribumi masih banyak yang butuh air"
Theo membulatkan matanya, kaget. Membuat mimik wajah lugu yang membuat Alea tertawa alun alun menenangkan dirinya agar bisa memulai penjelasan atas apa maksud ucapannya tadi.
"Lo gak tau arti buang air?"
"Tau, kaya buang buangin air gitu kan?"
Kembali Alea tertawa, tapi kali ini lebih kuat dari pada yang sebelumnya.
"Ada yang lucu Al? Yang gue bilang benar kan?" tanya Theo yang menaikkan sebelah alisnya.
"Coba cari di media sosial arti buang air."
Dengan cepat Theo mengambil ponselnya, membuka media sosial miliknya dan mulai mencari apa arti dari ucapan Alea.
Setelah menemukannya, Theo menoleh ke arah Alea yang masih tertawa terbahak bahak.
"Al, Gue tholol banget ya?"
"Make banget!!"
Theo mengembalikan pandangannya ke arah keindahan pantai sore ini.
"Maksud gue yang tadi, hal yang paling bahagia di dunia itu adalah melihat senyuman dua bidadari yang cantik. Bidadari itu adalah ibu gue sama perempuan yang lagi duduk di sebelah gue sekarang," pungkas Theo yang mulai tertawa kecil.
"Pret..."
"Cie salting ya?? pipi lo merah tuhh" ucap Theo dengan rasa kejahilannya.
"Lo nyebelin banget tau ga!!"
Alea hampir saja menjambak rambut hitam milik Theo,Namun sayangnya, Theo berhasil menghindar dari hal tersebut. Theo mulai berdiri dan mengeluarkan lidahnya seolah olah mengejek Alea.
"Eits, gak kena. Tangkap gue kalau bisa."
"SINO LO!!"
Alea mulai berdiri, melangkah dan berlari berusaha keras untuk menangkap Theo. Begitu pula dengan Theo, yang berusaha keras untuk menghindar dari tangkapan Alea.
Antara indahnya senja dan kedua insan itu bercampur untuk membuat suasana yang paling bahagia.
Di tengah tengah keseruan antaran Theo dan Alea. Theo berhenti secara mendadak, melihat seorang pedagang bunga tulip yang duduk menunggu pelanggan yang bersedia untuk membeli tulip miliknya.
"DAPATT, GUE MENANG!!" tiba tiba Alea menarik kera baju milik Theo, hingga dirinya sedikit tercekek oleh tarikan dari Alea.
"Argh, iya iya lo menang. Lepasin dulu," ringis Theo menahan sakit.
Alea hanya melemahkan tarikannya dari kera baju milik Theo.
"Gamau."
"Lepasin bentar, gue ada mau beli sesuatu yang cantik buat lo,"
Dari ucapan yang dilontarkan oleh Theo, barulah Alea melepaskan genggaman tangannya dari kera baju milik Theo. Membiarkan Theo pergi meninggalkan dirinya hanya untuk sementara.
Satu menit telah berlalu, Alea masih menatap senja yang hampir memudar. Menunggu kehadiran Theo yang akan hadir di sisinya.
"Nih, bunga cantik buat wanita tercantik ," pungkas Theo yang menodorkan tulip putih kehadapan Alea dengan penuh perhatian.
Alea menatap bunga tulip itu, seakan dirinya terombang ambing di keindahan bunga tulip itu.
Dan bunga itu, adalah bunga pertama yang pernah ia terima dari seseorang semasa hidupnya.
-Rumah tentang Ayah-
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah tentang Ayah
Fiksi RemajaKata orang ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuan Namun, berbeda dengan Alea. Bagianya ayah adalah luka pertama. Bagi keluarga Alea, anak bungsu adalah anak sampah yang tak layak untuk dilahirkan. Ya, Alea bukan lah anak bungsu yang beruntung...