12. Sang Pembenci

23 9 5
                                    

"Kalau mereka memperlakukan lo dengan buruk, gak usah di balas dengan kejahatan, Al. Biar hukum karma yang bertindak."

"Tapi kalau begini terus setiap harinya capek, Theo, " Alea terdiam, menahan cairan bening yang akan terlintas di pipi kapan pun tanpa ia minta.

"Gue tau, Al. Gua juga tau kalau jadi lo itu gak mudah, tapi gue mohon gak usah balas kejahatan dengan kejahatan. Doa kan saja mereka, agar mereka tau arti mengasihi yang sesungguhnya," timpal Theo.

Alea terdiam menunduk. Tak ada sepatah kata pun yang dapat ia ucapkan setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Theo.

Meskipun Theo memiliki aura sangar tapi ia cukup paham dan taat soal agama. Dirinya selalu turut serta dalam kegiatan pelayan Tuhan. Ia sudah terbiasa untuk menasehati seseorang dengan halus tanpa menyinggung sedikit pun perasaan lawan bicaranya.

*Tring...*

Bel berbunyi tanda pembelajaran les ke empat akan di mulai.

"Bel udah bunyi, Al. See you after school later," pamit Theo yang melambaikan tangannya ke udara dan mulai melangkah pergi dari taman SMA Algatara Lampung.

Begitupun dengan Alea. Dengan bergegas ia membalas lambaian tangan dari Theo dan mengukir senyuman kecil di wajahnya.

Berlari menuju ruangan X IPA3 dengan secepat yang ia bisa.

Dalam lubuk hatinya, Tuhan bisa membuat dirinya lebih kuat dari yang sebelumnya. Berharap bahwa ia mampu untuk melewati segala cobaan yang Tuhan berikan untuknya melalui lingkungan sekitarnya.

"Habis berduaan sama Theo kan lo?"

Baru saja Alea duduk di bangkunya, Hazel sudah membuat pertanyaan yang selalu ia tanyakan berulang kali setiap Alea masuk ke kelas.

Alea hanya mengangguk secara perlahan.

"Lama kelamaan lo bakal mendam rasa sam-" belum tuntas kalimat itu terucap, Alea dengan santainya memotong kalimat yang ingin ya Hazel ucapkan.

"GAK BAKAL!!"

Bohong!
Alea berbohong soal hal itu

"Yang namanya cinta gada yang tau, Lea."

Tiga bulan yang Theo dan Alea jalan bersama adalah waktu yang panjang. Hanya sebatas sahabat, tapi keduanya tau, bahwa masing-masing dari mereka memiliki perasaan. Meskipun perasaan itu tak sebesar rasa pada umumnya, tapi Alea  tidak bisa memungkiri perasaannya. Theo adalah Cinta pertamanya dalam masa hidupnya. Dahulu , ia selalu berpikir Apakah hidupnya akan diterima dengan baik oleh seseorang yang ia cintai?

Namun, semakin lama mengenal Theo, Alea merasa hanya lelaki inilah yang selalu menerima setiap sikap yang Alea tunjukkan. Dari segala cerita hidupnya yang lalaki itu dengar dan terima. Theo ada lelaki yang paling lapang hati menerima.

Theo terlahir dalam keluarga yang harmonis dan ia tidak pernah merasakan haus akan kasih sayang. Namun, hal itu bertolak belakang dengan Alea. Alea selalu merasakan haus akan kasih sayang dan mendapatkan kekerasan dari sangka Ayah yang katanya Cinta pertama.

-Rumah tentang Ayah-

Lampung, 14.05 WIB

Alea kembali berlari kencang menuju lapangan SMA Algatara Lampung. Ia selalu menyesali, mengapa ia keluar dari kelas saat semua siswa telah pulang ke rumah meningalkan sekolah.

Sekarang yang tersisa di sekolah ini hanyalah Alea, Dania dan ketiga teman-temannya.

Bugh!

Ceroboh!
Gadis itu memang anak yang terlahir sangat ceroboh.

Batu sebesar mangkuk mie sop pun tak bisa ia lihat. Karena kecerobohannya, Ia tersungkur ke tanah yang berdebu. Bajunya yang putih itu mulai ternodai oleh abu yang menempel di bajunya.

Bajunya terlihat kotor dan kusut karena kecerobohannya .

Sekarang dirinya tak berdaya lagi. lututnya sudah terasa nyeri akibat beberapa debu masuk kebagian yang terluka.

Dania dan ketiga teman-temannya mengkepung Alea yang tersungkur ke tanah. Membuat lingkaran kecil sehingga Alea tidak tau ke arah mana ia akan melarikan diri.

Bukan dirinya takut dengan labrak melabrak ini. Tapi yang ia takuti adalah saat ia pulang kerumah dirinya akan di hajar habis habisan oleh ayahnya.

Dan tidak lupa dengan Alexa yang sentiasa akan membuat Serengga panas dan mengarang cerita agar hukuman yang didapatkan oleh Alea lebih besar dari tujuan Serengga.

Apakah segerombolan gadis itu tidak bosan menghajar Alea?

Bukankah permasalahan tentang Abyan sudah diselesaikan, bahkan ia tau mengapa Abyan meninggalkan dirinya.

"KALIAN MAU APA LAGI? TIDAK BOSAN MENGHAJAR KU?" Alea sedikit berteriak.

Dania berjongkok setengah lutut tepat di hadapan Alea. Menatap wajah Alea yang memancarkan mimik wajah khawatir.

"Belum, princess masih pengen hajar rakyat jelata kayak lo. Biar ko tau rasa sakit yang gue alami gara gara lo!"

Alea tertawa kecil, masih dalam perasaan yang sama. Dirinya selalu geli setiap kali mendengar kata 'princes' keluar dari mulut Dania.

Alea mau mau saja memanggil Dania dengan sebutan princess, tapi sialnya nama panggilan itu tak sesuai dengan sikapnya.

"HEH! COWOK DI DUNIA ITU BANYAK, BUKAN CUMAN ABANG GUE! LO TERLALU TEROBSESI SAMA ABYAN?"

Dani dan ketiga teman-temannya tertawa terbahak-bahak.

Ada yang lucu?

"Bukan persoalan Abyan, sayang. Gue buat lo kayak gini karena lo udah jelek jelekin gue," decit Dania.

Alea mengerutkan dahinya.
Menjelek jelekin Dania?

Alea tidak punya waktu untuk berbincang tentang Dania. Bahkan menyebut namanya saja tidak sudi.

"Hoax dari mana itu? Gue gak pernah ngomongin lo, bahkan nyebut nama lo aja bulu kuduk gue merinding" ketus Alea sambil memutar bola matanya malas.

"Gauri"

Deg!

Betapa kagetnya Alea saat mendengar nama Gauri yang keluar dari mulut Dania.

Dirinya benar benar tidak menyangka bahwa musuh bebuyutannya itu akan membuat banyak berita palsu untuk menjatuhkan dirinya.

"Manusia gak berpendidikan! Cari tau informasi dulu baru lebrak gue kayak gini. Emang lo ada bukti kalau gue ngomongin lo?"

"Plak..."

Salah satu teman Dania menampar pipi milik Alea dengan kuat hingga membentuk bekas tangan di pipinya.

"LO GAK DI AJARIN SOPAN SANTUN SAMA KELUARGA LO SAMPAI LO BERANI BILANG GUE GAK BERPENDIDIKAN?"

"EMANG LO GAK BERPENDIDIKAN, KAN? BUKTINYA LO GAK  BISA BEDAKAN MANA YANG FAKTA MANA YANG HOAX!!"

Setelah kalimat itu keluar dari bibir Alea. Iranda, salah satu teman Dania menunjang punggung Alea hingga ia tersungkur ke depan.

"Argh..." desah Alea kesakitan.

Bibirnya bengkak akibat bergesekan dengan tanah dan di pipinya terdapat beberapa goresan kecil.

Bajunya kembali bersatu dengan tanah. Bahkan tubuhnya sesekali di gulingkan begitu saja tanpa rasa kasihan.

Sepertinya manusia satu ini tidak pernah memiliki rasa ibah dalam hatinya.

Air matanya tak bisa lagi Alea tahan hingga keluar begitu saja tanpa aba aba. Rasa sakit dalam tubuhnya tak bisa lagi di ungkapkan dengan kata-kata karena rasa sakit itu lebih sakit daripada saat dirinya di siksa oleh ayahnya .

Mengapa dunia tidak pernah berpihak pada dirinya sebentar saja?

-Rumah tentang Ayah-

Rumah tentang Ayah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang