YANG KETIGA

12 4 0
                                        

BAB 9 

Pria bertopeng buff ini sudah kembali dari aktivitasnya. Kembali ke kos sebelum penghuni lain berdatangan. Pukul 16.00, satu jam lebih cepat dari jam pulang kantor. Pria itu sangat penasaran siapa yang akan menjadi korban selanjutnya.

Rentang waktu yang panjang ini dia gunakan untuk memikirkan cara seperti apa yang akan dilakukannya. Mengingat korbannya ini adalah laki-laki. Yang pasti akan melakukan perlawanan lebih keras dari dua korban sebelumnya.

Kenapa harus laki-laki. Apa ini permintaan penadah organ dalam. Bikin susah saja.

Di kamarnya, sebuah anak kunci dengan gantungan kecil berbentuk kotak terletak di atas meja. Sesuai petunjuk dari pria tua itu. Di gantungan kecil itu ada sebuah nomor yang menunjukkan nomor kamar si calon korban.

No. 7 - Berarti kamarnya...

Drreettt... getar ponselnya berbunyi. Ia tengok sebentar. Pesan dari pria tua. Dia buka pesan tersebut. Pesan itu mengingatkannya agar lebih cepat mengeksekusi. Tangannya gemetar. Dia tak sanggup membayangkan. Apa yang harus dilakukannya untuk mengeksekusi korban laki-laki itu.

Dia teringat pada toko obat yang tidak jauh dari rumah kosnya. Kira-kira berjarak seratus meter. Diputuskannya keluar rumah kos sekarang, mumpung belum ada yang pulang selain dirinya. Pria itu berjalan cepat. Tanpa menoleh kanan kiri. Fokus pada tujuannya, menuju toko obat.

"Mbak, ada obat tidur yang strong banget ngga?"

"Ada mas. Yang ini", jawab si penjual obat dengan memberikan satu plek obat tidur. "Buat siapa mas?"

"Buat saya sendiri mbak"

"Ini obatnya kuat banget. Kalau minum obat ini separuh aja mas"

Pria itu menggangguk mengerti. "Oohh..". Dia membayarnya dengan sejumlah uang.

"Mas.., kembaliannya", teriak penjual itu. Mencondongkan tubuhnya memanggil-manggil. Tapi pria yang diteriakinya tidak menoleh. Dia terus berjalan cepat kembali ke rumah kos. Mumpung belum ada penghuni yang datang. Dia pun menyempatkan diri membeli beberapa botol minuman berasa sari buah.

Sampai di kamar, ia melemparkan obat tidur itu di atas kasur dan meletakkan botol-botol minuman di kulkas kecil yang terletak di sudut kamarnya.

Duduk di kasur yang empuk berdipankan karpet dan lantai kamar. Pria itu menimang-nimang obat tidur yang dibelinya. Diluarnya tertulis mengandung eszopiclone – salah satu jenis obat tidur yang cepat memberikan reaksi kantuk bagi yang mengkonsumsinya -. Dia sobek bagian luar yang membungkusnya. Dikeluarkan satu butir. Diciuminya. Tidak berbau menyengat.

Baguslah. Target tidak akan curiga.

Pria itu melihat jam, baru pukul 17.00, waktu masih lama untuk mengeksekusi. Masih ada kesempatan untuk menidurkan diri. Dia merebahkan tubuhnya.

Mudah-mudahan ini yang terakhir.

Ada perasaan bersalah yang mengganggu pikirannya. Dia telah mengorbankan teman-teman kosnya, untuk keuntungan pribadi sepasang penjagal itu. Seandainya dia tidak menyetujui perjanjiannya. Pasti jalannya tidak seperti ini. Walaupun harus kehilangan ibunya. Tapi dia tidak mengorbankan nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Namun penyesalan tinggal penyesalan. Waktu tidak bisa kembali.

Suara berisik mengganggu tidurnya. Bangun dengan kepala seperti berputar. Dia duduk sebentar menghilangkan pusingnya. Ternyata sudah tiga jam tidur. Dia melihat dari jendela kamarnya. Hampir semua penghuni sedang berkumpul. Menikmati makanan yang dibawa Nova dan Santi. Hanya beberapa yang tidak ikut berada di sana. Termasuk target. Mereka memilih beristirahat.

RUMAH KOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang