Bab 1. Eugene

16.9K 1K 65
                                    

"Huhh..." Eugene menghela napas panjang, embusannya sedikit mengaburkan cermin di depannya saat ia menatap refleksinya.

Ia harus mengakui—tubuh baru ini, dengan fitur-fitur wajah yang begitu simetris, membuatnya tampak tampan.

Garis rahangnya yang tegas, mata hitam seperti tinta, hidung, dan bibir yang terletak sempurna di wajah mungil ini, Tanpa disadari, ia menyunggingkan sedikit senyum tipis saat menatap cermin.

"Coba ada hp disini udah rajin foto gue" guammnya pelan.

Sudah seminggu berlalu sejak ia terbangun di dunia baru ini, tapi ia belum terbiasa dengan perubahan wajah yang mendadak ini.

Buaru saja ia lulus kuliah dan berniat untuk mencari kerja. Namun, entah datang darimana truk pengangkut barang, tiba-tiba mencium badannya hingga menyebabkan ia terlempar ke dunia lain.

Sekarang, di sinilah ia—secara tidak masuk akal, berada dalam tubuh seorang karakter dari novel yang pernah ia baca di sela-sela penelitian skripsinya.

Tapi untung saja ia memasuki novel romantis, bukan novel horor atau action, jika tidak di chapter pertama maka ia langsung mati menegaskan.

"Pangeran Eugene, Raja meminta Anda untuk hadir di altar untuk perayaan kedewasaan anda" seorang ajudan berjubah emas membungkuk hormat di depannya.

"Huhh..." Eugene kembali menghela napas panjang. Dengan enggan, ia bangkit dari kursinya. "Pimpin jalan."

Ajudan itu sekali lagi membungkuk, lalu melanjutkan perjalanan menuju altar. Eugene mengikuti di belakangnya, melewati lorong-lorong yang begitu rumit dan megah, membuatnya tak henti-hentinya terkagum. 

Rasanya ia ingin sekali bersujud di hadapan arsitek yang merancang bangunan ini.

Istana ini tampak seperti kastil yang sering ia lihat di manhwa ataupun manhua, dengan gaya arsitektur khas benua Eropa. Dinding-dindingnya dilapisi emas yang berkilauan di bawah cahaya lilin.

"Pengen gue cungkil tuh emas, terus gue jual di pegadaian," gumamnya kagum dengan mata berbinar.

"Anda mengucapkan sesuatu?" tanya pelayan pribadinya yang sedari tadi berjalan di belakangnya dengan tenang.

"Bukan apa-apa," jawabnya dengan nada acuh, menggunakan bahasa asing yang entah bagaimana bisa ia pahami dan ucapkan.

Ketika asik-asik nya melamun, ia tak sadar sudah berdiri di depan pintu berlapis emas yang tingginya sekitar empat meter.

"Buka pintunya! Pangeran Kelima, Eugene Leopold von Habsburg telah tiba!" teriak salah satu pengawal.

Suaranya bergema kuat di seluruh ruangan, padahal pengawal itu tidak menggunakan pengeras suara. Hal itu membuatnya bingung sekaligus penasaran.

Ketika pintu besar itu terbuka lebar, pemandangan di dalamnya memukau.

Berbagai orang dengan pakaian mewah dan berwarna-warni ala abad ke-18 berkumpul di ruangan itu. Gaya mereka yang mencolok hampir membuat matanya perih. Ia merasa seperti menonton sebuah pawai.

Namun dengan ingatan ototpemilik asli, ia berjalan dengan anggun, lalu sedikit membungkuk di hadapan Kaisar yang duduk megah di singgasananya.

"Saya menghadap Yang Mulia," tuturnya halus dengan nada penghormatan.

Sang Kaisar mengangkat tangannya, suara lantangberwibawa memecah kesunyian. "Selamat ulang tahun, putraku. Sekarang, ada 30 pangeran dari negara tetangga yang akan kau pilih untuk menjadi selirmu. Pilihlah beberapa."

Eugene menggigit bibirnya, kesal saat menatap ke arah kanan, di mana banyak pangeran berdiri. "Sialan, gue buka homo, kenapa semua laki-laki? Mana cewek cantiknya?" batinnya frustasi.

Ia mengangkat tangannya, dan pelayannya, Golgi, yang sudah mengerti isyarat tuannya, segera mendekat dengan langkah cepat. "Golgi, kenapa semuanya pria?" bisiknya pelan.

Golgi mengerutkan kening, terlihat bingung. "Bukankah memang pria? Apa yang salah, Yang Mulia?"

"Kemana para selir wanita" geramnya melihat semua pemandangan ini.

"Pangeran Anda lahir di hari ganjil menurut pendeta. Lebih baik memilih pasangan pria," jawab Golgi bingung dengan tingkah tuannya.

Eugene merasa darahnya mendidih mendengar penjelasan itu, "Omong kosong apa ini!" bisiknya hampir berteriak, namun ia mencoba menahan diri. 

Ia mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Perlahan, ia menyusun kembali senyum di wajahnya, agar tidak di curigai.

"Berapa banyak yang harus saya pilih?"

"Lima orang untuk mendampingi pangeran," jawab Golgi, nada suaranya datar dan tenang.

"Bangsat asu" umpatnya dalam hati dengan hati getir.

Tiba-tiba, suara sang raja memecah kesunyian, mengagetkannya. "Pangeran kelima, bagaimana? Apa kamu sudah memutuskan?" 

Eugene segera merespons, "Saya sedang memikirkannya," berusaha untuk terdengar tenang meskipun detak jantungnya semakin cepat. 

Sang Kaisar hanya mengangguk memang sulit memilih pasangan dan pangeran harus mendapat yang terbaik.

"Golgi, siapa yang paling pintar di antara mereka?" 

Golgi menatap ke atas, seolah sedang merangkai jawaban di dalam benaknya. 

"Menurut pengamatan saya, putra kedelapan dari Duke Neuro lebih unggul di antara peserta lainnya. Sejak kecil, dia dikenal dapat menghafal kitab di kuil dalam waktu singkat. Sayangnya, ia anak dari selir rendahan, jadi dia tidak disukai oleh duchess sehinga beliau tidak dapat mengikuti ujian kekaisaran."

Eugene hanya mengangguk paham, lalu memerintahkan Golgi untuk kembali ke posisi semula. "Yang Mulia, saya menginginkan putra kedelapan dari Duke Neuro,"

Mendengar pernyataan pangeran, beberapa bangsawan di sekitar mulai berbisik-bisik, menutupi mulut mereka dengan kipas tangan. 

"Kenapa pangeran memilih bocah rendahan itu?" salah satu dari mereka berbisik dengan nada sinis.

"Walaupun pangeran dikenal kejam, tapi apa pantas Ergios menempati posisi selir kerajaan?" gumam yang lain.

"Ergios itu terlalu rendah," tambah seorang bangsawan lainnya, menggelengkan kepala seolah keputusan itu adalah sebuah aib.

"Dengar, Ergios rajin ke kuil. Mungkin itu untuk mengguna-guna Pangeran Kelima," bisik yang lain.

Di tengah bisikan-bisikan itu, Ergios yang menjadi sasaran hanya bisa menatap diam dengan tatapan tetap datar. 

Tidak ada bedanya di rumahnya maupun di istana, ia tetap dianggap sebagai aib karena lahir hanya dari seorang selir pembunuh. 

Namun, ada setitik harapan dimata birunya, ia berharap, ia bisa mendapatkan makanan yang layak jika di istana.

....
.
.
.
.

Eugene dibaca YujinV⁠●⁠ᴥ⁠●⁠V

[BL] Be A Figuran PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang